Saat mendengar penuturan Baran, Boboiboy turut membenarkan apa yang dikatakan Sae: "Dalandra di dalam ambang kehancuran." Namun kenapa?
Boboiboy terkesiap saat menelaah kalimat Baran lebih dalam "Kau ..., menyelamatkan?"
"Seperti yang aku bilang," setelah itu Baran mulai berbisik "aku adalah Equestor."
***
Kendatipun mengeluh bukanlah hal yang tabu, Boboiboy tidak mau melakukan hal itu hanya karena kaki yang pegal. Dirinya tidak yakin sudah berjalan beberapa jauh dan juga beberapa langkah, bahkan jam kuasanya dalam mode non-aktif untuk sekadar menilik waktu. Dia hanya bisa melampiaskan rasa lelahnya dengan mengusap bulir-bulir keringat, dan juga mendesah dengan napas lelah.
Baran menghentikan langkah, otomatis Boboiboy melakukan hal yang sama.
"Nah, bocah campuran ..., kita akan menginap di sini dulu."
Boboiboy memutar tubuhnya ke belakang untuk mengamati kembali, hal yang ia dapat simpulkan adalah: posisinya sekarang agak berjauhan dengan daerah pengungsian. Lantas ia kembali melabuhkan pandangan kepada rumah yang belum sempat ditelaah lebih lama.
Tanah disini masih gersang meskipun ada rumput hijau pekat setinggi mata kaki yang tumbuh bergerombol di sekitar pelataran. Ada bebatuan hitam pipih yang sengaja dirancang sebagai pijakan, mereka tertata berjejeran di jalan menuju arah pintu. Pagarnya pun hanya dibentuk dengan batu yang sama, tetapi ditumpuk hingga setinggi sekitar satu meter. Atap bagian rumah ini terbuat dari material daun rumbia, salah satu sisi atap tersebut miring hingga menjumpai tanah. Dinding kayunya terlihat lapuk, permukaannya bahkan sudah terkelupas dan mencuat ke mana-mana pula. Pun kayu yang menopang rumah tersebut telah tertutupi lumut kering.
Pertanyaan besar kembali muncul di kepala Boboiboy, seketika pernyataan Baran sebelumnya menimbulkan segala keraguan "Serius kita akan menginap di rumah ini?"
"Kita kekurangan tenda, dan ... hanya ini yang tersisa. Bahkan ini disebut rumah, lebih baik kan?" Baran menatap Boboiboy memberi penawaran—mungkin juga hasutan dan pemaksaan. Sementara tangannya ia hamparkan di udara, memberi sambutan pada Boboiboy untuk segera masuk.
"Erk ...." Boboiboy terdiam beberapa saat, alisnya sedikit naik.
Baran menelengkan kepalanya "Kau tidak berani?" Matanya melebar, meneliti perangai remaja itu.
Jujur, jika semakin lama seperti ini; Boboiboy akan dihinggapi rasa berang juga. Namun, ia tidak membalas kalimat-kalimat berkesan ejekan tersebut lantaran malas. Ia hanya memberi tatapan pasrah 'Baiklah.'
Baran memimpin, dia membuka pintu yang terbuat dari rangkaian kayu pipih bercat kemerahan yang sudah usang. Sementara itu, Boboiboy mengekori di belakang. Setelah terlewat beberapa detik, akhirnya suara derit dan juga kayu lapuk yang akan patah seolah mengucapkan selamat datang.
Boboiboy mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Atap ruangan persegi ini juga terbuat dari kayu kendati strukturnya nampak lebih kuat. Boboiboy menganga, tenyata dinding yang terlihat dari perspektif dalam terbuat dari beton berlapis semen—entah namanya di planet lain apa, Boboiboy pun tidak tahu. Satu jendela berukuran sedang terpasang menghadap ke pekarangan belakang, memberikan cahaya jingga hingga membuat ruangan terasa hangat.
Sebuah ranjang tunggal nampak rapi, benda tersebut terletak di salah satu sisi, lengkap dengan selimut bermotif kotak-kotak biru, dan juga sebuah bantal putih bersih.
Jadi, tidak buruk juga.
"Para relawan pernah menawarkan ruangan ini untuk salah satu keluarga pengungsi," ujaran Baran terhenti oleh uap kantuknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eques' Blood: He's Full Of Mystery
FanfictionIni tentang kekuatan tersembunyi Boboiboy, masa lalunya, tempat baru, persahabatan dan segala hal rumit yang-mungkin- tidak akan kamu pahami hanya dengan tertegun membaca deskripsi. Boboiboy diam-diam menaruh 'misterius' di kehidupannya. Rahasia ya...