19. Tuduhan

194 20 2
                                    

Jantungnya terasa bertalu-talu dan mencelus, seakan jatuh ke perut hingga membuat sekujur tubuhnya gemetar. Remaja itu terisak, menyampaikan cemoohnya pada diri sendiri. Ia memukul dadanya beberapa kali, mencoba mengusir rasa sesak yang kian menghampakan rongga paru-parunya. Matanya sudah panas dan berderai air mata, ia sesungguhnya tak sanggup menonton apa yang ada di hadapannya.

Boboiboy mendaratkan telapak telapak tangannya pada sang guru baru, guru abal-abal, lebih tepatnya. Dia ragu, tetapi enggan untuk menghentikan hal itu.

Dingin, suhu kulitnya begitu dingin. Kembali menjatuhkan air mata, ia bertanya-tanya pasal pelaku yang telah melakukan semua ini. Menuntut entah pada siapa di dalam hening. Menatap langit meminta jawaban, meminta beberan penjelasan. Berharap akan ada angin jahil yang menjawab pertanyaannya, tetapi nihil, selain ia hanya mendengar isakannya sendiri. 


Mereka—suara-suara itu—selalu datang dan pergi sesuka hati, entah mereka itu benda apa.

Diantara asap tipis, tubuh wanita itu mulai menghambur menjadi titik-titik cahaya. Mulai dari kaki hingga merambah hingga ke atas. Tubuh itu mulai tembus pandang seperti hologram yang telah rusak. Boboiboy menengadahkan kepala, meskipun buram karena lapisan tangisnya, ia dapat melihat titik-titik cahaya itu terbang ke langit. 

Menghapus air mata, ia memaksakan senyumannya untuk terakhir kali kepada Makcik Penyihir.

Sekarang, raga itu juga mengikuti arwah yang mendahului. Pergi berlalu begitu saja, dia hanya menyisakan atmosfer menyedihkan di sekeliling Boboiboy. Balutan putus asa yang siap kapan saja untuk meremas habis semangat korbannya. 

Sementara itu, naga raksasa yang ada di hadapan Boboiboy kembali mendengus halus tepat setelah kepergian sang tuan. Ia mungkin, menyampaikan selamat tinggal terakhirnya. Mengesampingkan keadaan, Boboiboy kembali mengingat perkataan sang naga yang baru saja berlalu beberapa saat sebelumnya. Siapa dan kenapa, kenapa dirinya yang Sae pilih untuk merawat hewan yang 'ia tahu' hanya hadir dalam film-film di pasaran? Sekarang, 'tunjukan istimewa' menjadi beban yang teramat berat untuknya. Bahunya seolah akan semakin terbebani dan menunduk untuk menampung beban, ditambah lagi saat tiada yang dapat ia ajak berbicara. Siapa yang mau menerima keluh kesahnya jika ia sendiri yang meninggalkan mereka. Apakah dirinya se-egois ini? Pun pertanyaan itu juga belum mendapat jawaban dari dalam jiwanya pribadi. 

"Pikun, kami masih di sini ..."

Angin itu mulai berembus lagi, menyampaikan pesannya pada Boboiboy. Namun, itu justru membuat dia jengah. Muak akan apa yang ia anggap imajinasinya sendiri, muak karena penjelasan yang belum juga ia terima.

Boboiboy memejamkan mata, lalu kembali membukanya dengan harapan ia akan terbangun di atas kasur setelah mimpi yang panjang.

Tidak. Ini nyata!

Tanah bergetar kecil, seakan berupaya menggugurkan kegundahan dan beban Boboiboy. Apa yang mereka tunjukkan sudah memberi banyak petunjuk baginya, semakin meruncing setiap hari. Namun, Boboiboy memilih untuk pura-pura mengabaikan.

"Sentuh dia."

Kali ini suara itu datang dengan lebih lembut, tetapi bergetar seolah merambat dari lapisan tanah. Ini membuat Boboiboy semakin pening, bingung pula. Menghiraukan saran ataupun perintah tak dikenal, Boboiboy menyanggah sekencang mungkin, tidak peduli dengan suaranya yang kian parau. "Siapa kalian?! Tunjukkan diri kalian?!" Boboiboy menoleh ke kiri dan juga ke kanan, ke atas dan juga ke depan. Ia berupaya bangkit dari posisi bersimpuh, merotasikan tubuhnya untuk memperluas pemandangan di matanya yang terasa terbatas dan juga belum cukup.

Ia kembali terisak, kebingungan akan siapa yang sedang mempermainkannya. Seakan ada musuh yang bersembunyi di lapisan langit, matanya menatap nyalang menuju awan yang hanya  mengejek dengan kilatan petirnya. 

Eques' Blood: He's Full Of MysteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang