18. Sementara

132 17 1
                                    

Sudah satu pekan, tidak terasa. Hari demi hari, malam demi malam. Semuanya terasa hampa setelah apa yang Boboiboy lakukan, terasa egois belaka di mata mereka. 

Ikatan begitu kuat tanpa disadari. Mereka bagai satu lintasan tali yang saling berpilin, meskipun tidak saling menatap, saling merasakan emosi meskipun tidak begitu mengerti akan apa yang terjadi.

Pada hari ketiga, keadaan terasa makin kalut. Si remaja bersurai raven belum juga terbangun dari tidurnya. Di wajahnya hanya ada keteduhan, dia sungguh tidur bagai terjerumus dalam kedamaian. Robot medis—setidaknya ada benda itu meskipun mereka masih juga bimbang untuk mempercayai perangkat elektronik tersebut. Robot berwarna putih bersih dengan senyum biru yang selalu mengembang selalu memeriksa keadaan Fang secara rutin. Dia- robot itu bilang jika kondisinya cukup stabil. Denyut nadi terhitung teratur, bahkan baik. Selaras dengan detak jantung dan juga organ vital lainnya yang tak memiliki gangguan apapun.

Itu melegakan, tetapi ... menghampakan dan membuat mereka semakin kebingungan. Sangat jelas jika hari itu Boboiboy memasang wajah bengis, melancarkan bidikan cahaya pada Fang hingga korban itu tak sadarkan diri. Tidak ada rasa bersalah yang mereka lihat di wajah Boboiboy, remaja bertopi unik itu justru memasang wajah puas seolah baru saja memenangkan rival di gim daring miliknya. Saat itu mereka tidak percaya, pikiran mereka berkelana untuk meminta kejelasan pada diri sendiri.

Nahasnya itu benar terjadi, entah apa yang merasuki Boboiboy kala itu. Itu yang mereka tanyakan dalam kesenyapan.

Namun, bahkan mereka tidak melihat bahasa mata Boboiboy. Enggan terlebih dahulu untuk memikirkan apa yang terjadi dengannya di luar sana. Kendatipun masih ada rasa khawatir. Banyak rasa khawatir. 

Ketiganya telanjur menyimpulkan, semua ini karena dia—Boboiboy. Apa lagi yang mampu mereka simpulkan disaat itu satu-satunya yang masuk akal. Pun yang disalahkan tidak merasa bersalah, dia bahkan tidak melontarkan permintaan maaf.

Pada hari keempat, mereka sudah tidak tahan. Yaya menghubungi sang komandan berkepala kotak, ia melapor dengan wajah muram. Menjelenterehkan dengan perlahan apa yang terjadi pada mereka. Gadis itu tidak mampu mengungkit lebih panjang lagi pasal Boboiboy, dia marah tetapi masih juga ragu. Untuk menyangkal dia tak mampu, tetapi jiwanya masih menolak untuk melimpahkan amarah.

Sang Komandan, sudah tentu ia memberi respons dengan cepat. Dia segera memberi perintah guna berteleportasi menuju Stasiun TEMPUR A. Teleportasi yang dilakukan oleh Ochobot terjadi begitu singkat, kendati dengan perasaan lunglai mereka merasa semuanya melambat. Untuk Ochobot, robot dengan kecerdasan tinggi hingga merambah pada perasaan itu hanya memberikan keterdiaman. Wajah robotnya hanya memberikan rona netral, seolah-olah ia mengunci egonya kala itu. Itu jelas merupakan keanehan yang tidak kecil, tetapi ... mereka terlalu lelah untuk berspekulasi lagi dan lagi. Di samping itu, robot tersebut juga meminta agar mereka tidak usah memberitahu Tok Aba tentang kepelikan yang terjadi pada cucunya. Robot berumur yang sudah melalui banyak cobaan dan proses upgrade itu memberikan ekspresi, 'Percayalah, aku tahu yang terbaik!'

Setelah mereka tiba di Stasiun TEMPUR A, Fang segera dibawa menuju ruang medis. Mereka tidak tahu di sini lebih baik aaupun lebih buruk, yang mereka tahu di sini lebih baik karena bersama sang komandan yang mampu mengayomi dan juga memahami apa yang mereka rasakan, perhatian. Di samping itu, perawat yang berada di sini sudah profesional dan ... mereka adalah makhluk hidup, setidaknya.

Saat ini, masalah tentang kelompok muda itu masih tertutup, sengaja ditutup oleh mereka sendiri. Seseorang yang sudah terkenal diantara Stasiun besar dan beberapa planet akan langsung menjadi buah bibir jika masalah kecil dan agak konyol ini tersebar. Hal yang bisanya terjadi: mereka yang awam ataupun idola diam-diam para superhero dari bumi-1  akan mencerca di tempatnya masing-masing 'kenapa'dan juga 'ada apa'. 

Sang Komandan, ia prihatin dan juga merasakan kejanggalan yang cukup kentara. Namun, setelah melakukan pembicaraan empat mata dengan Ochobot dia merubah rasa janggalnya menjadi prihatin yang tidak dapat dijelaskan, kagum yang bercampur dengan ..., dia juga tidak tahu.

Dia, memilih bungkam karena apa yang dibeberkan oleh Ochobot.

***

Melalui kaca besar yang ada di dalam ruang medis Fang, pemandangan indah alam semesta terefleksi apik di manik mata kebiruan Ying. Kelipan kemerahan, biru muda dan juga putih memecahkan gelapnya angkasa, menggoda gumaman takjub untuk terluncur dari bibir tipisnya. Namun, gadis China itu terlaku jenuh untuk mengungkapkan emosinya.

Hingga teguran seseorang memanggilnya, membuyarkan lamunan gadis itu.

"Bagaimana perasaanmu." Kalimat datar, lebih mirip seperti bukan kalimat tanya terucap dari bibir delima gadis berkerudung merah jambu. Untaian kata yang begitu klise sudah dicerna oleh otak cerdas Ying. Namun, tidak. Ia tidak seharusnya marah dan melepaskan ego kepada seseorang yang merasakan hal yang sama dengannya.

Ying menarik napas, ia mencoba menjawab setenang mungkin disertai gelengan ringan "Aku ... juga bingung, tidak tahu." Dia menatap wajah Yaya, menunjukkan senyum kecut "Sudah bertahun-tahun kita berteman, tapi ini terasa begitu asing. Dia terlihat asing, bahkan konyolnya aku berpikir itu bukan dia. Tapi sudah jelas dian 'kan?"

Yaya menunjukkan senyum teduh ikoniknya "Kita, hanya bisa menunggu waktu menjelaskan semuanya." Ia menyapukan tatapannya pada lantai. "Bahkan aku pernah bilang kita yang harus menjemput informasi, yang aku ucapkan ini-"

"konyol." Mereka memandang wajah satu sama lain seraya memungkas secara serentak. Selanjutnya, tawa kering kedua gadis tersebut memenuhi ruangan itu. Semoga saja perbuatan kecil mereka dapat membangunkan sang kawan yang tidur berhari-hari tanpa alasan yang jelas.

Semoga. 


***

Eques' Blood: He's Full Of MysteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang