#36

173 10 4
                                    

"Hah? Apa? Gimana? Kenapa maksudnya?"

Respon itu yang Eva terima saat mengutarakan niatnya pada para senior yang sedang berkumpul di ruang kerja mereka.

Eva menarik napas berat. Sudah pasti, para senior di hadapannya ini akan meminta penjelasan.

"Iya, gue mau resign", ucapnya singkat. Masih menyusun kalimat juga sebenarnya.

"GA YA! GA ADA!!", sahut yang lain di ujung ruangan. Ia sedang sibuk-sibuknya mencari sesuatu di rak buku.

Eva kembali menarik napasnya. Sudah pasti, ia sudah menduga sosok ini akan jadi yang paling pertama mengamuk meskipun sudah tahu sejak awal.

"Sst, dengerin dulu Wid. Dia jelasin dulu aja yang penting", ucap kepala bidang divisinya berusaha menengahi sebelum ada perseteruan antara Eva dengan Mba Wid.

"Halah, dia mah Mba. Alesan aja! Ga! Ga ada!", masih dari sosok di ujung ruangan.

"Ih, bawel deh lo. Udah, cari aja situ buku sejarahnya. Fokus aja. Ga usah komen mulu! Tambah keriput lo, Mba", seloroh Eva hendak mencairkan suasana tapi rasanya gagal.

Hening. Tak ada lagi suara yang terlontar di antara mereka. Masih memutar otak satu sama lain untuk bisa saling berpendapat dan mendapat solusi baik.

"Gini..", sang kepala divisi berucap sambil membenarkan posisi duduknya. Mengambil napas dan ancang-ancang suara.

"Kita sebenernya agak bingung kenapa kamu tiba-tiba minta resign gini"

"Hm, sebenernya ga tiba-tiba sih, Cik. Saya ngerasa kurang cocok aja di sini. Di lingkungan ini, dan saya lebih suka dengan lingkungan yang lebih kompleks. Kalo di sini kan, saya cuma liputan ga jauh-jauh dari bulutangkis. Sedangkan saya lebih suka untuk bisa eksplor lebih banyak hal. Banyak momen yang mau saya liput dari berbagai angle"

Semua masih mendengarkan dengan seksama. Mencerna penjelasan Eva.

"Ah, ga masuk akal! Alesannya itu doang", ya. Mba Wid. Lagi-lagi sosoknya yang menimbun suara.

"Ya emang itu doang. Mana ada yang lain?!", Eva menimpali dengan alis yang bertautan

"Eh, udah-udah. Emang cewek kalo udah bedebat, bikin pusing ya", Mas Deri sebagai lelaki satu-satunya di tim mereka berusaha menengahi keributan.

Eva menyenderkan pundaknya pada sandaran kursi. Menarik napas dan terus mengatur kata.

"Jadi... are you sure, Va?", suara itu memecah kesunyian yang telah tercipta selama beberapa menit. Perempuan yang sempat kaget saat Eva menyatakan keinginannya dan justru hanya menyimak saat Eva terlibat adu pendapat dengan Mba Wid.

"sure, Mba Naf", sahut Eva singkat.

"Oke. Kita ga tau apa cuma alasan tadi aja atau ada hal lain yang bikin kamu resign. Tapi ya kalo itu udah keputusan kamu, kita bisa apa? Kita gak bisa larang kamu juga, kan", lanjut pemimpin tim mereka.

Dilihatnya, Mas Deri dan Mba Naf sudah menarik napas pasrah sedangkan Mba Wid terlihat menahan emosinya yang sudah tercampur aduk.

"Tapi, kalo sewaktu-waktu kamu mau balik lagi ke sini, is okay. Jangan ragu, kita bakal terbuka buat kamu gabung lagi", tambah orang itu.

Eva tersenyum tipis dan melepas napas lega, "makasih, Cik".

Kemudian ia memilih untuk pamit sebelum Mba Wid membuka suara lagi. Bisa makin panjang nanti jika orang itu kembali bersuara.

Melipir ke arah kantin guna mengisi perutnya yang juga sebenarnya sudah berbunyi sejak tadi.

"Makanannya sehat-sehat banget ya, masyaAllah..", gumam Eva saat menyendok makanannya. Nasi merah dengan ayam goreng serta buah pisang yang menjadi santapannya hari ini.

W.U.N.D.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang