#37

157 9 0
                                    

Tuk..tuk..tuk..

Jari jemari itu bersuara kala dimainkan secara bergantian. Iramanya bertautan. Angin menerpa seakan memberi isyarat untuk terus memainkan irama itu.

"Cik", panggilnya menghentikan seseorang. Mencoba untuk memberanikan diri.

"Apaan?"

"Hehe, wawancara..", ucapnya dengan sedikit ragu. Orang yang ia hentikan langsung mengangguk setuju. Tak pikir banyak, mengajak perempuan yang usianya terpaut lebih muda dua belas tahun darinya itu.

"Bakal apaan sih emangnya, Va?"

Mereka menghentikan langkah di tengah koridor.

"Bakal di up buat pensiunan Cik Butet lah"

Tanpa banyak bicara lagi, mereka langsung melakukan sesi wawancara. Awal tahun nanti, salah seorang srikandi hebat akan memutuskan pensiun dari dunia yang membesarkan namanya.

"Debby, engga?"

"Hah?"

"Lha, Debby kan juga mau pensiun", Butet memperjelas.

"Allahu Akbar...", seru Eva seraya menepuk dahinya.

"Belum pulang kok dia. Lagi ke toilet kayaknya"

Eva mengangguk kemudian mengikuti langkah Butet. Mereka mengobrol hal ringan.

"Bakal kangen gue diudak-udak lo sama Widya buat wawancara nih Va"

"Hehe, iya Cik. Sama. Gue juga pasti bakal kangen ditoyor lu terus"

"Berarti mungkin wawancara terakhir kita pas nanti gue pensiun ya Va?"

"Hehe, engga Cik"

"Hah? Engga gimana?"

"Gue pensiun juga dari sini"

Ucapan itu sontak membuat Butet mengerem langkahnya. Menoleh kaget pada gadis berusia 22 tahunan itu.

"Ga boong gua, Cik", tegasnya sambil diselingi tawa ringan. Seakan tahu apa yang ada di pikiran lawan bicaranya saat ini.

Eva kembali melangkah, meninggalkan Butet yang masih terpaku selama beberapa saat.

"Serius lo, Va?"

"Iya, Cik", jawabnya singkat dengan menghembus napas dalam.

"Mba Wid dan tim humas udah tau kok. Tapi gue belom bilang aja ke anak-anak, hehe. Sebenernya ga mau resign, Cik. Sayang banget kalo gue resign, ga bisa lagi ditraktir sama para sultan Cipayung haha"

Butet tak menjawab apapun. Ia tahu, Eva akan meneruskan ceritanya meskipun ada bumbu candaan.

"Tapi kalo gue ga ambil keberanian, gue bakal terus ada di sini. Kenyamanan gue ga bisa seratus persen buat ngejalaninnya. Passion gue sejak awal juga kan engga di olahraga. Ngerasa kurang klop aja, Cik"

"Terus?"

"Ya, jadi gue coba cari-cari aja info loker baru di media-media. Ada deh nyangkut satu, gajinya juga lumayan buat nambel dompet gue, hehe"

"Kemana?"

"Ada lah itu, nanti juga Cicik tau. Media massa basis online sih yang jelas"

Mengangguk. Mereka kemudian tak membicarakan apapun lagi. Teralihkan dengan kedatangan Debby yang baru saja keluar dari toilet.

"Cik, wawancara ya, hehe", Eva meminta izin dengan sopan. Perempuan bertubuh mungil itu mengangguk dan tersenyum seraya menyetujui. Mewawancara atlet putri memang tak begitu banyak tantangan berarti. Berbeda dibandingkan ketika meminta keterangan dari para atlet putra. Eva, Mba Wid, Mba Naf sekalipun, harus merasakan nikmatnya  ulah mereka. Menguji kesabaran dan kekuatan batin.

W.U.N.D.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang