#21

156 7 0
                                    

Eva terhenyak saat gadis dibelakangnya mengucapkan sebuah kalimat yang cukup membuat lidahnya kelu.

"Mama udah meninggal" ujar Zara dengan tangis yang berusaha ia tahan meski akhirnya tetap tak terbendung.

Eva terdiam. Bagaimana pun,ia pernah merasakan kehilangan. Apalagi orang tersayang. Bahkan membekas dalam hati.

"Sebelum dia meninggal,mama pernah kasih pesen buat nyari orang yang ada difoto yang disimpen papa. Dia mau aku kenal dan bisa hidup akur sama orang itu. Dan ternyata,orang itu kakak. Aku tau setelah Papa cerita,itupun beberapa bulan setelah mama meninggal" ujarnya lagi

Eva masih terlihat dingin dan tak peduli sama sekali karena sempat-sempatnya membuka ponsel. Meski begitu,telinganya masih sibuk menyimak cerita Zara.

"Aku sempet marah sama papa karena kenapa dia engga pernah cerita soal ini. Bahkan menutupi. Alasan lain kenapa aku marah karena itu yang bikin mama..."

Ucapan Zara terpotong sejenak. Air matanya semakin deras berjatuhan saat mengucap satu kata lagi.

"..meninggal"

Eva mengerjap dari sikap diamnya. Kali ini ia benar-benar diam. Benar-benar terhenyak. Antara penasaran dengan kelanjutan cerita Zara atau merasa kasihan.

"Makasih kak" ujar Zara kala Eva menyodorkannya sebotol air mineral yang sempat ia ambil dari ruang media tadi siang.

Eva masih setia dengan diamnya. Tak merespon apapun. Masih terlalu bingung untuk berucap setelah mendengar sepotong cerita anak usia 17 tahun itu.

"Mending lo tidur. Udah malem. Gue juga besok masih harus kerja" tutup Eva guna mengakhiri malam itu. Sudah menginjak  tengah malam sekarang.

Eva merebahkan dirinya lebih dulu disalah satu kasur dimana ada Fatia yang sudah tertidur pulas disana. Sedangkan Zara,menyusul dikasur sebelahnya. Mba Wid lagi-lagi tidak bersama nya malam ini. Bahkan tadi pagi pun,Ia pamit lebih dulu dari kamar karena harus tiba lebih awal di Istora.

🏸🏸🏸

Pagi ini Eva dan Fatia sudah siap lebih dulu. Masih pukul 08.00 pagi sekarang. Eva sibuk menyisirkan rambut sang adik tersayang yang masih sedikit basah setelah mandi.

"Kak,aku mau pamit pulang" ujar Zara saat keluar dari kamar mandi. Eva tak menggubris. Masih sibuk menyisir rambut sang adik.

"Udah. Yuk,sarapan" ajaknya pada Fatia setelah meletakkan sisir diatas meja. Zara,sibuk mengambil tas nya. Mereka berjalan keluar kamar dengan beriringan. Sesekali Eva sibuk memainkan gawainya. Fatia hanya diam mengikuti langkah sang kakak. Anak yang penurut sebetulnya.

"Eh,lo mau kemana?" tegur Eva saat mereka mendarat dilantai dasar berkat bantuan lift.

"Mau pulang kak"

"Lo ikut gue" ujarnya menginterupsi.

"Tapi kak-"

"Ikut gue" ucapnya sekali lagi dengan lebih tegas. Jangan lupakan,pelototannya dibalik lensa bening itu yang cukup membuat Zara menuruti perintahnya.

Kini mereka berjalan ke arah resto hotel. Seumur-umur,rasanya baru kali ini Eva menginjakkan kaki ke resto hotel untuk memesan makanan dengan koceknya sendiri. Biasanya,ia selalu ditraktir. Entah itu sahabatnya sewaktu mereka perpisahan kelulusan atau para atlet yang sekarang jadi tandem kerjanya.

"Lo kalo mau balik,makan dulu. Gue ga mau kalo lo kenapa-kenapa terus gue yang dituntut sama bokap lo" tutur Eva dengan dingin. Ia lantas memesan beberapa menu untuk sarapannya dan Fatia. Hanya nasi goreng seafood dan segelas teh manis hangat. Zara,ia persilakan untuk memilih sendiri menu yang diinginkan.

W.U.N.D.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang