#16

168 8 0
                                    

Jakarta, 2012

Pagi ini seperti biasa. Sekolah ramai oleh siswa dan guru yang sudah berdatangan untuk beraktifitas seperti biasa. Semua bersemangat menyambut hari ini. Masuk ke gerbang dengan senyum yang terpancar menghiasi wajah mereka satu persatu. Saling menyapa dan berjalan beriringan menuju ruang tujuannya masing-masing. Ada yang langsung ke ruang kelas,ruang guru,toilet,atau bahkan kantin. Sekedar membeli sebungkus roti isi coklat guna mengganjal cacing diperut selama jam pelajaran nanti.

Tapi tidak dengan seorang gadis yang duduk dikursi ketiga dari baris depan. Ia duduk dengan raut wajah yang sulit diartikan bagi siapapun yang tak mengenal sosoknya. Bahkan,sejak matanya terbuka tadi dirumah. Dia sudah memajang wajah masam.

"Va,kantin yuk. Beli susu uht" ajak kawan karib sekaligus teman sebangkunya

"Ga ah,males. Sendiri aja atau sama yang lain" sahutnya

"Yah,lo mah gitu. Tega sama gue ya? Nanti kalo ketemu kakak kelas terus gue di jadiin bahan pembahasan sama mereka,gimana?"

"Lebay banget. Yaudah iya"

Mereka kemudian berjalan ke arah kantin dengan bersama. Eva berjalan dengan wajah yang masih masam. Bahkan sepanjang jalan,ia tak menghiraukan panggilan orang-orang padanya hingga mereka sampai dikantin yang cukup ramai.

"Va,udah. Gausah kesel gitu. Ini kan cuma pelajaran aja. Kalo materinya udah selesai,lo bisa tenang deh. Mungkin cuma pertemuan hari ini aja buat bahas materi ini sama Pak Basri"

"Aduh,lo tau kan kenapa gue ga mau" protes Eva frustasi

"Iya,tapi mau gimana lagi? Ketimbang lo ga dapet nilai dari dia? Terus nilai olahraga lo kosong,gimana? Lagian ya,Va. Kata anak kelas sebelah,nanti dipilih acak kok. Baru nanti pas prakteknya,semua anak harus main itu"

"Ogah ya,pokoknya gue ga mau Feb. Gila kali,disuruh main olahraga ga guna kayak gitu" protesnya dengan bibir yang maju beberapa senti sambil meraih sebuah roti yang ia ambil dari keranjangnya.

"Ya terus? Kalo tetep harus ikut,lo mau gimana?"

Eva diam sejenak kemudian memakan roti tadi. Ia sejenak berpikir,bagaimana pun juga tak mungkin dia melawan gurunya.

Belum sempat ia menemukan cara,bel masuk telah berbunyi. Tandanya, seluruh siswa sudah harus masuk kedalam kelas masing masing dan memulai kegiatan belajar mengajar hari ini. Tandanya pula, ia harus siap dengan hal yang membuatnya badmood pagi ini. Atau bahkan sejak pekan lalu,saat Pak Basri sebagai guru olahraganya memberitahukan bahwa pekan ini akan ada materi permainan bulutangkis.

Pelajaran dimulai. Eva yang sudah berganti pakaian olahraga kini duduk dibangkunya. Menyimak materi yang diberikan lelaki berperut buncit dengan kacamata bulatnya didepan kelas. Eva tak bergairah untuk mendengar penjelasan mengenai materi hari ini. Ia boleh memandang kedepan,melihat ke arah papan. Tapi tidak dengan pikirannya. Entah kemana,yang jelas bukan pada materi yang sedang dibahas.

"Sekarang,kita ke lapangan. Kalian akan bapak pilih secara acak sebagai pemanasan. Setelah itu,kita akan langsung ambil nilai praktek" tukas Pak Basri kemudian keluar kelas dengan membawa beberapa raket dan kok nya. Eva semakin berpikir keras untuk menemukan cara agar ia tidak memainkan permainan itu. Bahkan ketika sudah dilapangan pun ia masih berusaha.

"Eva Dwikurnia" panggil sang guru setelah 3 kali berganti pemain. Eva tersentak.

"Eva" panggilnya sekali lagi

"Kenapa pak?" sahut Eva dengan ragu

"Maju. Main lawan Bagas"

Otomatis,Eva kembali tersentak. Bagaimana cara ia menolaknya? Gila,ia sudah bersumpah tidak akan pernah memegang benda sial itu sejak beberapa tahun lalu. Ia pun sudah lupa tentang teknik yang biasa digunakan dalam permainan. Bahkan,ia lupa bagaimana cara memulai permainan yang benar.

W.U.N.D.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang