#12

174 7 0
                                    

Lorong ini sangat ramai. Tapi bagi Eva,sangat sepi. Dia sibuk menatap kertas yang ada digenggamannya. Bukan,bukan kertasnya. Tapi angka yang tertera diakhir kertas itu. Darimana Eva bisa mendapat uang sebesar itu untuk biaya pengobatan ayahnya? Gaji yang ia sisihkan selama beberapa bulan ini pun masih belum cukup untuk memenuhi itu. Dia terus berpikir keras.

"Halo,Va? Kenapa?" ucap orang diujung sambungan telpon

"Feb,lo lagi dimana?"

"Lagi dikampus. Mau ada kelas,kenapa emangnya Va?"

Eva mendadak mengurungkan niatnya.

"Eh,engga kok Feb. Gapapa,semangat ya kuliahnya. Biar cepet lulus!" tutup Eva. Harapannya untuk meminjam uang pada sahabatnya itu diurungkan. Tak mungkin ia membicarakan hal itu saat Febi sedang sibuk dengan agenda kuliahnya.

"Eh,siniin ga" ucap Eva saat seseorang merebut kertas itu dari tangannya.

"Yaelah,dipegang doang aja gaboleh" sahut orang itu dan menyerahkan lagi kertasnya pada Eva kemudian meninggalkan Eva. Eva memandang orang itu dengan kesal. Tuhan,kenapa ada orang macam dia didunia ini?

Selang 15 menit kemudian,orang itu kembali. Sekarang,dia duduk dikursi sebelah Eva. Tak berkata apapun,hanya memainkan ponselnya dengan santai.

"Jar,mending lo balik deh ke asrama. Gue ga tau sampe jam berapa disini" ucap Eva yang mulai jengah dengan otaknya yang terus berputar sejak tadi. Orang disebelahnya tak menggubris,dia masih sibuk dengan ponselnya.

"Fajar Alfian.." panggil Eva

"Apa Eva Dwikurnia??" sahut Fajar dengan menyamai nada Eva.

"Permisi,keluarga Bapak Adi Prawira?" tutur perawat yang tadi menghampirinya didepan ruang operasi tepat sebelum perdebatan kembali terjadi diantara mereka.

"Iya,sus. Tunggu bentar ya,saya pasti bayar kok. Lagi saya usahakan. Kasih saya waktu sebentar lagi" ucap Eva memohon. Perawat tadi hanya tersenyum.

"Mba,bukan itu. Saya perlu tanda tangan Mba disini" ucap perawat tadi sambil memberikan kertas ditangannya. Eva membacanya dengan baik

"Lunas? Loh,sus. Kan saya belom kasih uang kekurangannya. Kok udah lunas?"

"Udah sih,tinggal tanda tangan aja. Ribet amat idup lu" celetuk Fajar. Eva menatapnya sekali lagi

"Jangan bilang dia yang ngelunasin semuanya sus" kini Eva beralih pada perawat itu

"Iya,gue yang ngelunasin. Udah,itu tanda tangan dulu. Kasian woi Mba nya masih banyak kerjaan" malah Fajar yang menyahut. Eva menarik napasnya berat kemudian melakukan apa yang diminta perawat tadi.

"Maksud lo apaan Jar?"

Yang diajak bicara tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Jar! Maksud lo apaan?!" ucapan Eva kini lebih keras,cukup untuk menarik perhatian Fajar saat ini.

"Maksud apaan?" ucapnya dan memasukkan handphonenya ke saku celana

"Maksud lo apaan main langsung bayar gitu aja tanpa bilang ke gue? Mau lo apa? Mau anggep gue orang lemah,hah?"

Fajar terkekeh. Dia menatap perempuan dihadapannya dengan heran.

"Pikiran lo selalu negatif terus. Isi otak lo ada apaan sih? Lo selalu sholat kan? Ngaji?"

"Gausah bahas soal ibadah sama gue. Lo ga perlu tau hal itu" sahut Eva.

"Oke,oke. Gue cuma mau bantu lo doang,salah? Gue ngeliat lo kebingungan tadi,gue liatin lo beberapa menit. Dan gue rasa emang lo lagi bingung soal ini. Gue ga ada maksud apapun. Gue juga ga nganggep lo lemah. Gue ga bilang ke lo karena gue tau pasti lo bakal nolak. Gue tawarin anter kesini aja sempet nolak,apalagi tawarin bantuan ini. Selagi gue bisa bantu orang,kenapa engga?"

W.U.N.D.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang