18. Tidak di Restui?

9.9K 1.3K 90
                                    

Happy Reading ❤️

Bita duduk lesehan di kasur empuknya, dengan punggung yang ia sandarkan didinding kasur. Beberapa menit yang lalu baru saja acara tahlilan selesai.

Gadis itu meraih ponselnya yang ada di meja nakas. Ia membuka aplikasi WhatsApp. Tidak lama, setelah ia memencet tombol data seluler, notifikasi begitu banyak yang muncul. Kebanyakan, berisi 'turut berduka cita'.

Tangan Bita memencet emoticon tangan yang ditangkupkan '🙏'. Emot itu ia gunakan untuk membalas pesan yang ia terima dari teman-temannya mulai dari teman Kuliah, SMA, SMP, dan beberapa dari teman SD.

Lanjut, gadis itu beralih ke aplikasi game yaitu, pou. Game yang penghuninya berbentuk tai atau es krim terbalik itu adalah game favorit Bita.

Bentuk Pou yang menurut Bita mirip tai itu sudah cantik saat dirawat olehnya. Tidak lagi berwarna cokelat, melainkan sekarang berwarna putih, tidak lupa baju yang Pou itu gunakan berwarna pink.

Lantas, Bita tenggelam di permainan Pou tersebut. Mulai dari ia mandikan, ia bersihkan tai nya, ia beri makan juga minum lalu bermain bersama Pou tersebut.

♡(> ਊ <)♡

Ditemani secangkir kopi dan beberapa biskuit cokelat. Akhirnya, setelah berjam-jam pekerjaan Devaro selesai. Nilai-nilai mahasiswa-mahasiswi sudah ia rampung.

Dan ya, cowok itu sekarang sudah bisa bersantai. Setelah merapikan laptopnya, ia beranjak ke kasur kesayangannya. Mengambil ponselnya dan membuka Aplikasi chatting.

Matanya melirik kontak yang ia beri nama -Syabita-. Tangannya seolah terhipnotis untuk memencet nomor tersebut, dan saat itu, muncullah percakapan mereka.

Entah mendapatkan keberanian dari mana, Devaro memencet ikon telepon. Panggilan itu terhubung, tidak lama, panggilan itu tersambung.

"Assalamualaikum," Devaro memulai percakapan via suara itu dengan salam.

"Waalaikumsalam. Kenapa, pak? Bita kaget loh, tiba-tiba bapak nelpon." balas orang diseberang sana dengan nada cepat.

Cowok itu tersenyum, hening sebentar saat dia memikirkan topik yang pas untuk ia bahas. Karena sebenarnya, ia menelpon hanya untuk memastikan juga mendengar suara Bita saja. "Acara tahlilan nya udah selesai?"

"Alhamdulillah, udah kok pak."

"Alhamdulillah... maaf ya, saya nggak sempat datang, lagi banyak kerjaan soalnya."

"Iya, pak. Nggak apa-apa."

"Kenapa belum istirahat?" Tanya Devaro.

"Nanti aja, pak." Balas Bita.

"Takut?"

"Nggak kok. Kenapa harus takut?"

"Oh, saya kira kamu takut."

"Hehehe, enggak kok, Pak... udah ya, Pak. Enggak baik sebenernya kita telponan atau chattingan tapi yang dibahas nggak penting. Nanti jadi zina hati."

Devaro tersenyum tipis, "iya," ucapnya pelan.

"Oke deh. Assalamualaikum, pak Devaro..."

"Waalaikumsalam, calon---," belum sempat Devaro menyelesaikan ucapannya, gadis itu sudah terlebih dahulu mematikan sambungan teleponnya. "---istri," sambung Devaro dengan suara kecil, mirip bisikan.

Tidak tau saja, diseberang sana gadis kecil itu tengah kegirangan. Devaro berhasil menghiburnya, setelah tadi siang ia menangis hingga matanya bengkak.

♡(> ਊ <)♡

Love Story (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang