27. Anak-anak Tupai

7.8K 1K 55
                                    

Assalamualaikum, aku mau bilang, terimakasih atas antusias kalian pada bab sebelumnya. Aku benar-benar seneng banget 🥺❤️.

I love you all ❤️.

Oh iya, happy 10k pembaca 🔥🧡.

Happy Reading ❤️

"Maaf, dengan keluarga pasien?"

Devaro mengangguk, "iya, saya suaminya, Dok. Gimana, Dok?" Devaro bertanya dengan cepat, dirinya sudah sangat penasaran dan masih belum bisa tenang.

Terdengar Dokter tersebut menghela nafasnya. "Maaf..."

"Maaf, maaf mulu dari tadi, dok. Bagaimana?!" kesal Devaro.

"Maaf, Pak. Tapi janinnya sudah tidak dapat kami selamatkan." Ungkap sang Dokter.

Kening Devaro berkerut, janin apa? Batinnya bertanya-tanya. "Janin?"

"Iya, pasien mengalami keguguran."

Setelah terdiam beberapa detik, Devaro berkata. "Istri saya enggak lagi hamil, Dok, mana bisa keguguran."

"Jika dihitung dari terakhir pasien mengalami menstruasi, maka usia janin masih tiga sampai empat minggu. Memang diusia seperti itu, sangat rentan terjadi keguguran. Ditambah, pasien dan bapak tidak mengetahui adanya malaikat kecil itu."

♡(> ਊ <)♡

Devaro duduk disebelah kasur sang istri yang sedang terbaring seraya menatap ke arah langit-langit kamar rawatnya.

Beberapa menit yang lalu, Bita baru saja menjalankan proses pemeriksaan. Untungnya, Bita tidak perlu di kuret.

Namun, rasa kehilangan tentu sangat terasa. Pantas saja, saat Devaro menunggu didepan kamar rawat tadi, sangat lama, ternyata...

"Bita," panggil Devaro pelan. Ikhlas, satu kata yang sedari tadi Devaro ucapkan dalam lubuk hatinya.

Bita menoleh secara perlahan ke arah suaminya. "Masih sakit?" tanya Devaro.

Anggukan lemah Bita perlihatkan. Selanjutnya, perempuan itu tertunduk. "Maaf," ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Tangan Devaro terulur mengusap kepala Bita lalu mengecupnya singkat. "Bukan salah kamu, sudah jalan takdirnya seperti itu." Terang Devaro.

"Mau Bunda." Pinta Bita.

"Mau Bunda datang ke sini?" tanya Devaro.

Bita mengangguk dengan tatapan yang masih belum berani menatap Devaro. "Yaudah, saya telepon Bunda, dulu."

Devaro kemudian mengambil ponselnya dari dalam saku celana. Lalu, menekan kontak dengan nama Bunda, setelah panggilan tersebut terhubung, Devaro memberikannya pada Bita.

"Assalamualaikum, Bunda ini Bita..." Bita mengucapkan salam dengan lirih.

"Waalaikumsalam, kenapa sayang?"

Sebenarnya, Bita tidak ingin Bundanya mendengar dirinya menangis. Namun, suara isak nya malah lolos begitu saja saat mendengar suara Bundanya. Devaro bahkan sampai mengusap-usap kepala istrinya.

"Eh, kok nangis? Anak Bunda kenapa? Bita? Sayang? Hei, jawab Bunda dong."

Karena tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun, Bita pun memberikan ponsel itu kepada Devaro. Akhirnya, mau tidak mau Devaro beralih menggantikan Bita untuk berbicara.

"Bunda, ini Devaro, Bunda bisa ke rumah sakit Y, enggak? Bita pengen ketemu Bunda katanya." Papar Devaro.

Diseberang sana, Bunda sempat terheran lalu bertanya, "ngapain di rumah sakit, Nak? Siapa yang sakit? Bita atau kamu?"

Love Story (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang