"Semua orang punya kesempatan, tapi yang membedakan adalah bagaimana cara orang itu menggunakannya."
Kalimat yang diucapkan Fajar setelah mengantarku pulang waktu itu membuatku berpikir keras. Jika memang aku diberi kesempatan untuk kembali bersama Kevin, apa yang harus aku lakukan?
Mengambilnya atau mengabaikannya?
Berhari-hari aku memikirkan tentang hal itu, aku merasa tidak nyaman. Sepertinya Fajar benar, aku harus berbicara dengan Kevin. Aku harus menghilangkan perasaan gelisah yang akhir-akhir ini menggangguku.
"Mbak Letta!"
Aku tersadar dari lamunanku saat mendengar Ajeng berteriak. Langsung saja aku mendelik sinis ke arahnya, masih pagi tapi Ajeng sudah teriak-teriak.
"Kenapa?"
Ajeng berlari cepat menghampiriku, napasnya terengah-engah. "Kita disuruh pindah ke studio foto sama Pak Tono, hari ini pemotretan perdana para atlet!"
Buru-buru aku bangun dan menatapnya dengan pandangan terkejut. "Lo serius? Hari ini pemotretan perdana?!"
"Iya, Mbak! Ayo, kita pergi sekarang!"
Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu Kevin secepat ini?
Tanpa membuang waktu, aku dan Ajeng pergi meninggalkan kantor dan menuju ke studio pemotretan yang gedungnya terpisah dari kantor. Kami pergi menggunakan mobil Ajeng, untung saja jarak antara kantor utama dan studio tidak terlalu jauh.
Hanya dengan waktu 10 menit, aku dan Ajeng sudah sampai di studio. Kami bergegas masuk dan langsung disambut dengan Pak Tono, Kamal dan Bhanu.
"Karena udah kumpul semua, kita jangan membuang waktu. Kalian harus mengubah dekorasi studio ini, dan saya akan menghubungi pihak atlet." ucap Pak Tono.
Aku dan teman-teman mengangguk serempak, setelah itu kami membagi tugas masing-masing. Untung saja properti untuk pemotretan ini sudah dibeli dua hari yang lalu, jadi kami tidak perlu repot untuk membelinya lagi.
Ajeng mendapat tugas untuk mengurus baju, Kamal dan Bhanu bertugas untuk memotret karena tim kamera tidak bisa hadir. Sedangkan aku mengurus properti dan mengatur dekorasi studio.
Kami bergerak cepat sesuai dengan tugas masing-masing, aku mulai mengambil properti berupa shuttlecock dan raket. Aku meletakkan kedua benda itu di bawah dan mengaturnya agar terlihat bagus. Lalu aku menarik kain untuk background dan memasangnya menggunakan tangga.
Dekorasi yang digunakan untuk pemotretan hari ini tidak banyak karena mendadak. Semoga saja hasilnya bagus.
Oh iya, pemikiranku untuk membuat merchandise ternyata disetujui oleh Bu Anjani. Astaga, rasanya sangat senang. Aku bahkan bisa membayangkan berapa nominal yang akan masuk ke dalam rekeningku nanti.
Aku memang gadis yang selalu memikirkan uang, tapi tidak terlalu berlebihan. Aku ingin mempunyai uang dengan keringatku sendiri, aku ingin mendapatkan hasil atas pekerjaanku.
"Udah selesai, Mbak?" tanya Ajeng yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangku.
"Udah."
"Kayaknya mereka masih lama." ucap Ajeng sambil duduk di kursi yang dia ambil.
"Kata siapa?" tanganku bergerak untuk mengambil ponsel yang berada di loker penyimpanan.
"Tadi gue gak sengaja denger Pak Tono ngomong, katanya mereka masih latihan."
Aku mengangguk mengerti, tentu saja mereka masih latihan karena hari ini bukan weekend. Saat mengecek ponsel, aku baru sadar kalau proyek iklan ini adalah proyek pertamaku sebagai divisi periklanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Chance {Kevin Sanjaya}
Teen FictionTentang aku yang mendapat kesempatan untuk bersama dengannya lagi.