chapter-22

2.8K 249 17
                                    

Kevin langsung membawaku pulang setelah menemukanku dalam keadaan kacau. Dia memberikan banyak pertanyaan kepadaku, dia terlihat sangat khawatir.

Aku lebih memilih untuk berbohong. Aku mengatakan kalau aku baik-baik saja. Laki-laki itu tidak percaya, dia mendesakku agar aku mau berkata jujur, tapi aku tetap mengelak. Akhirnya dia menyerah dan membiarkanku beristirahat di kamar tamu.

Saat sudah berada di kamar, aku kembali menangis kencang. Aku menenggelamkan kepalaku di bantal agar suara tangisanku tidak terdengar.

Dan, karena kejadian semalam, aku menjadi sakit. Entah berapa jam aku menangis, yang jelas hal itu sukses membuatku tidak kuat bangun dari tempat tidur.

Aku menggigil kedinginan, kepalaku terasa sangat pusing, tenggorokanku juga sakit. Yang hanya bisa aku lakukan adalah berbaring di kasur dengan selimut tebal yang menutupi tubuhku.

Gagal sudah rencana untuk melihat pemberkatan Gina.

"Letta?"

Mataku terbuka perlahan dan melihat Kevin yang sudah rapih menggunakan stelan jas formalnya. Laki-laki itu menghampiriku yang masih terbaring lemah di kasur.

"Lo sakit?" Kevin meletakkan telapak tangannya di atas keningku.

"Ya Tuhan! Gue bilang Mama dulu." dengan cepat, Kevin melesat pergi ke luar kamar.

"Aletta!" tiba-tiba Mama Nia datang dengan panik.

Beliau duduk di tepi kasur dan menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajahku. "Kenapa bisa sakit kayak gini sayang? Ya Tuhan, badan kamu panas banget!"

"Ma, ini gimana? Kevin bawa ke rumah sakit aja ya?" tanya Kevin yang juga ikut duduk di tepi kasur, laki-laki itu menggenggam tanganku dengan erat dan mengusapnya.

Aku berusaha mengeluarkan suara, walaupun sangat susah dan hanya bervolume kecil. "G-gue gak mau ke rumah sakit."

"Lo diem aja." balas Kevin dengan cepat.

"Vin, kalau Letta gak mau mending gak usah. Mama takut dia makin parah kalau dipaksa ke rumah sakit." ucap Mama Nia sambil menatap Kevin.

"Mama mau ganti baju dulu, sekalian kasih kabar ke Ci Fiya kalau kita gak bisa dateng." Mama Nia beranjak dari kasur dan berjalan keluar.

"Ma, Mama dateng aja ke Gereja. Biar Kevin yang nemenin Letta." ucapan Kevin membuat Mama Nia berhenti dan berbalik.

"Kamu serius, Vin? Tapi Mama gak tega ninggalin Letta."

"Udah gapapa, Ma. Mama mending cepetan berangkat sama Papa."

Mama Nia mengangguk, sebelum pergi beliau sempat mengecup keningku dengan penuh sayang. Beliau juga menepuk bahu Kevin, setelah itu pergi meninggalkan kamar.

Kini hanya tersisa aku dan Kevin.

Laki-laki itu membuka jas yang melekat pada tubuhnya dan hanya menyisakan kemeja putih pendek. Dia mengusap pipiku dengan pelan.

"Bentar." ucapnya lalu pergi meninggalkanku.

Tidak lama kemudian, Kevin kembali sambil membawa nampan berisi bubur, air putih, dan obat. Dia meletakkan nampan itu di atas meja kecil yang berada di samping kasur.

"Lo makan dulu abis itu minum obat." ucap Kevin dan membantuku untuk bangun dan bersandar pada sandaran kasur.

"Gue pusing." aku memegang lengannya dengan erat untuk menyalurkan rasa pusing yang menghantam kepalaku.

"Iya gue tau, tapi lo harus makan terus minum obat." ucapnya.

Aku mengangguk pelan dan menyenderkan kepalaku di sandaran kasur. Kevin langsung bergerak cepat untuk mengambil bubur dan dia menyuapiku.

Another Chance {Kevin Sanjaya}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang