Aletta POV
***
Perjalanan pulang menuju rumah kali ini terasa sangat sepi, aku menyetir mobil sendiri setelah mengantar Ajeng pulang. Hitung-hitung sebagai balas budi karena dia juga sering mengantarku.
Jalan raya di Jakarta memang selalu ramai walaupun jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun, di tengah-tengah ramainya jalan, aku malah merasa kesepian.
Saat berada di lampu merah, aku mengedarkan pandangan ke arah luar dan melihat banyak sekali anak muda yang sedang melakukan night ride. Mereka saling bertukar canda sambil menunggu lampu berubah hijau.
Ketika merasa kesepian seperti ini, aku menjadi teringat dengan Kevin. Aku merindukannya.
Semua kesibukkan yang aku lakukan hanya sebagai bentuk pelampiasan agar aku bisa melupakannya, tetapi tidak berhasil. Kevin selalu muncul di dalam pikiranku.
Aku pernah berusaha untuk membencinya, aku pernah memprovokasi diriku sendiri dengan menanamkan pemikiran kalau Kevin adalah laki-laki brengsek. Namun, aku tidak bisa. Kevin terlalu baik untuk aku benci.
Aku menginjak gas ketika lampu berubah menjadi hijau, jalan ini adalah jalan menuju Pelatnas PBSI. Anggap saja aku sengaja melewati jalan ini agar bisa melihat Kevin, karena memang itu kenyataannya.
Suara dering ponsel membuat perhatianku teralih, aku mengambil ponsel menggunakan tangan kiri dan sesekali melihat ke arah jalanan.
"Ngapain Samuel telpon malem-malem." aku bergumam pelan setelah melihat nama Samuel tertera di layar ponsel.
Belum sempat aku mengangkat telpon, ponselku sudah lebih dulu jatuh. Aku berusaha mengambil dengan menunduk ke bawah sambil tetap memegang setir mobil.
Saat aku kembali melihat ke arah jalanan, aku dikejutkan dengan anak kecil yang tiba-tiba menyebrang. Reflek aku langsung membanting setir ke kiri dan berakhir menabrak pohon.
Brak!
Keningku membentur setir mobil, kaca depan juga hancur karena ditimpa batang pohon yang jatuh. Buru-buru aku keluar dari mobil untuk melihat kondisi anak kecil yang hampir aku tabrak tadi.
"Mbak! Mbak gapapa?" beberapa orang datang menghampiriku dan bertanya tentang keadaanku.
Mereka pasti merasa terkejut, tidak ada angin, tidak ada hujan, aku malah menabrak pohon.
"Saya gapapa." aku menjawab sambil berjalan pelan melewati mereka.
Aku melihat anak kecil yang hampir aku tabrak tadi, dia sedang memeluk seorang gadis yang aku tebak adalah Kakaknya.
"Hei, kamu gapapa 'kan? Kamu gak ketabrak 'kan?" aku memegang bahu anak yang sedang menangis itu, sepertinya dia benar-benar terkejut.
Gadis yang memeluknya menjawab. "Mbak, maafin Adek saya ya. Dia gak sengaja nyebrang."
Aku bisa melihat ada rasa takut di mata gadis itu. "Iya gapapa kok, lain kali jangan dilepas ya Adeknya. Takut kejadian kayak gini keulang lagi."
"Mbak jangan lapor ke polisi ya, saya gak punya uang buat ganti mobil Mbak." ucap gadis itu.
Ternyata itu adalah alasan dari rasa takutnya. "Enggak, saya gak laporin polisi. Adek kamu beneran gapapa 'kan? Mau ke rumah sakit gak?"
Dia menggeleng dengan posisi masih memeluk Adiknya. "Gak usah, kayaknya Mbak yang harus dibawa ke rumah sakit."
"Betul itu." sahut seorang Ibu-Ibu.
Aku memilih untuk duduk di pinggir jalan dan tidak menanggapi usulan mereka. Jantungku berdegup lebih cepat, badanku terasa lemas. Aku hampir saja menabrak anak kecil dan menghancurkan hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Chance {Kevin Sanjaya}
Teen FictionTentang aku yang mendapat kesempatan untuk bersama dengannya lagi.