Distance

283 61 5
                                    

Dua minggu berlalu sejak kejadian hari itu. Fajri selalu menghindar saat menyadari keberadaan Kezia di sekitarnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Fajri tidak berbicara dengan Kezia dalam waktu selama itu. Fajri berusaha untuk melepaskan Kezia untuk Fenly, tetapi seringkali firasat buruknya tak ingin untuk memberikan Kezia sepenuhnya kepada Fenly. Fajri bisa mengikhlaskan Kezia untuk siapapun itu, tetapi bukan Fenly.

Di sisi lain, Fenly semakin intens mendekati Kezia. Meskipun begitu, pikiran Kezia tidak bisa lepas dari Fajri. Berbeda dengan saat pertama kali Fenly mendekatinya, Kezia dapat dengan mudah melupakan Fajri bahkan Fiki -orang yang berharga di masa lalunya. Namun kali ini berbeda, Kezia yang membuat tembok kokoh dan tinggi di antara Fajri dan dirinya. Sesekali, Kezia berusaha kembali mengajak Fajri berbicara, tetapi Fajri selalu menghindarinya.

Hanya dalam rentang waktu satu minggu, berita tentang masalah di antara ketiganya langsung menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan siswa/i. Bagaimana tidak, Kezia, Fajri, dan Fenly bukanlah pelajar biasa, mereka sudah terkenal di sekolah tersebut dengan prestasinya masing-masing. Berita itu semakin tersebar seiring berjalannya waktu.

"Na, ada Abelle kagak?" Fajri berhenti di depan kelas Hana -lebih tepatnya kelas Kezia dan Abelle juga, membawa sebuah totebag yang cukup besar.

"Abelle tadi sih sama Kezia ke kantin." Hana mengedarkan pandangannya ke sudut kelas.

"Masih lama ya?" Fajri menyandarkan lengan kanannya ke tembok di sampingnya.

"Kagak tau sih." Hana melirik ke arah belakang Fajri, terlihat Kezia dan Abelle yang sedang berjalan menuju kelas. "Eh, tuh mereka." Hana menunjuk ke arah belakang Fajri. Refleks, Fajri mengikuti arah tunjuk Hana.

"Gue titip lu aja ya kasih ke Abelle, dari Fiki." Dengan cepat, Fajri memberikan totebag tersebut kepada Hana.

"Lu kagak mau ngasih sendiri aja ke Abelle?" Hana menerima totebag tersebut dengan wajah heran.

"Gue buru-buru. Thanks." Fajri meninggalkan Hana dengan berlari kecil.

"Aji ngapain, Na?" Tanya Kezia pelan saat sudah berada di dekat Hana.

"Ini katanya buat Abelle dari Fiki." Hana menyodorkan totebag titipan Fajri kepada Abelle.

"Wah... Thank you, Na." Abelle menerima totebag tersebut dengan senyum merekah. Berbeda dengan Kezia, terdiam menatap punggung Fajri yang menjauh.

҉҉҉

"Fen." Nino menghentikan langkah Fenly di tempat parkiran.

"Apaan?" Fenly menoleh ke arah Nino, tersemat tas ransel di salah satu bahunya.

"Lu lagi banyak masalah, Si Cheetah Putih kagak mau turun ke jalan?" Nino -yang sudah mendengar berita di antara ketiga pihak terkenal itu menggoda Fenly. Dengan cepat, Fenly menutup mulut Nino dengan salah satu tangannya.

"Lu ngapain ngomong gitu di sini sih?" Bisik Fenly. Nino melepas tangan Fenly dari mulutnya dan langsung terkekeh kecil.

"Bercanda doang, Fen." Nino menepuk pundak Fenly. Fenly mendesah pelan.

"Oh, jadi ini Si Cheetah Putih." Terdengar suara seorang laki-laki dari arah belakang Fenly. Refleks, Fenly dan Nino menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Fajri menatap datar Fenly dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku hoodie.

"Ji, lu denger?" Fenly mengedarkan pandangannya ke sekitarnya.

"Udah lama gue cari, ternyata dia orang yang kagak jauh dari kehidupan gue. Gue jadi penasaran skill Si Cheetah Putih di jalanan." Fajri menghampiri Fenly dengan tersenyum menantang. Fenly mengerutkan dahinya. "Gue tantang lu malem ini." Fajri menepuk pundak Fenly.

"Maksud lu?" Fenly menoleh kaget ke arah Fajri.

"JI." Teriakan perempuan tersebut mampu mengalihkan semua mata di parkiran tersebut. "Lu mau ngapain lagi?" Kezia menggenggam lengan Fajri. Menatap sekilas genggaman Kezia tersebut, Fajri langsung melepaskannya.

"Gue kagak mau usik hubungan kalian. Gue cuma tantang nih bocah secara personal." Fajri kembali menatap tajam Fenly.

"Tantang apa?" Kezia mengerutkan dahinya.

"Balap liar." Jawab Fajri santai.

"Ji, lu ikutan kyk gitu juga?!" Kezia membelalakkan matanya kaget. Belasan tahun mereka bersahabat, Kezia tak pernah menyadari bahwa Fajri sering mengikuti balap liar, di samping aktivitasnya bermain game smartphone dan basket. "Sejak kapan?" Tanya Kezia pelan.

"Lu kagak pernah ngeliat gue, Zi." Fajri memaksakan senyumnya. "Belasan tahun yang lu liat cuma Fiki. Semenjak lu kenal bocah ini, semua perhatian lu beralih ke dia." Fajri menunjuk bahu Fenly keras. Kezia terdiam menatap Fajri yang terlihat mulai emosi.

"Sorry, Ji. Gue udah kagak turun ke jalan." Fenly membuang wajahnya.

"Oh, ternyata orang yang gue denger sebagai Penakluk Jalanan itu pecundang ya." Fajri menggeleng pelan sembari tersenyum mengejek.

"Gue yang larang dia ikut balap liar lagi." Ucap Kezia tegas.

"Udah sih, Zi. Lepas aja Cheetah Putih ini ke jalan. Si Elang Kawah mau uji skill dia." Ucap Fajri santai.

"Elang Kawah?" Fenly mengerutkan dahinya.

"Cheetah Putih keren juga ya." Seorang perempuan tersenyum kegirangan membicarakan Fenly yang berkali-kali memenangi balap liar.

"Iya, tapi gue masih lebih suka Elang Kawah sih." Jawab santai teman perempuan di sebelahnya.

"Iya juga, udah lama gue kagak liat Si Elang Kawah turun ke jalan, kyknya seru ya liat mereka berdua dalam satu frame." Perempuan itu mengangguk setuju.

"Bakal jadi epic moment sih." Kedua perempuan tersebut tersenyum membayangkannya.

"Elang Kawah." Tanpa kedua perempuan itu sadari, Fenly mendengar percakapan mereka sedari tadi. Ujung bibir Fenly terangkat, merasa tertantang ketika mendengar nama tersebut. Ya, setidaknya ini terjadi satu tahun lalu.

"Ji, gue mohon lu berhenti ikut kyk gitu ya." Kezia menggenggam kedua lengan Fajri, menatapnya memelas. Fajri kembali melepaskan genggaman itu.

"Lu bukan siapa-siapa gue lagi. Kagak berhak ngatur hidup gue." Fajri menatap Kezia dalam. "Satu lagi, gue belum minta maaf ke Fenly, lu ngapain ngajak gue ngobrol?"

"Lu serius kagak mau ngomong lagi sama gue?" Kezia menatap Fajri tak percaya.

"Itu permintaan lu kan?" Fajri mendesah pelan.

"Lu berubah, Ji." Mata Kezia berkaca-kaca. "Lu bukan Aji yang gue kenal." Kezia menggeleng pelan.

"Emang." Jawab Fajri tegas. "Aji yang lu kenal adalah orang yang rela ngelakuin apapun demi ngelindungin lu, tapi lu juga bukan Kezia yang gue kenal." Fajri menatap datar Kezia. Kezia menunduk perlahan, air matanya menetes.

"Ji." Nino -yang sedari tadi hanya menjadi penonton perdebatan mereka mulai buka suara. Nino merasa suasana mulai menjadi tidak enak. Fajri membalikkan badannya ke arah Fenly.

"Gue tunggu lu malem ini jam 9 di tempat balap biasa." Fajri menatap tajam Fenly. "Kalau lu kagak dateng, lu bakal liat reputasi lu sebagai maestro sekolah ancur saat para guru tau lu ikut balap liar." Fajri tersenyum menantang sembari menepuk pundaknya. "Zi, lu kagak perlu nangis." Tanpa membalikkan badannya, Fajri mengatakan kalimat itu dengan suara  yang cukup keras agar didengar oleh Kezia. Fajri berjalan menjauh meninggalkan mereka bertiga yang terdiam membisu.

"Fen." Nino menepuk pundak Fenly pelan. Tak ada balasan apapun, Fenly menatap kosong ke depan.

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang