Kezia Lizina Alexandra

943 155 15
                                    

"Zi, café yok." Ajak Abelle -teman sebangku Kezia tepat saat bel pulang berbunyi.

"Hari ini gue kagak ikut dulu ya, Bel." Kezia menutup buku paket yang menunjukkan banyak angka di dalamnya itu.

"Lah, kenapa?" Abelle mengerutkan dahinya.

"Gue mau nonton pertandingan basket." Kezia memasukkan beberapa buku ke dalam ranselnya

"Basket? Tanding? Di mana? Kapan?" Abelle menghujam Kezia dengan banyak pertanyaan sembari menatap Kezia heran, persis seperti saat Kezia menatap Fajri beberapa jam lalu.

"Di lapang utama, sekarang. Gue dikasih tau Fajri tadi pagi, katanya anak IPS ada tanding basket sama anak IPA." Tak menghiraukan tatapan heran Abelle, Kezia memasukkan seluruh alat tulis miliknya ke dalam ransel.

"Oh, lu mau dukung Fajri?"

Annabelle Feodora Senjaya, atau biasa dipanggil Abelle. Salah satu sahabat terdekat Kezia yang mengetahui banyak hal tentang Kezia, termasuk perihal Fajri yang merupakan teman dekat Kezia sejak kecil. Abelle pula satu-satunya orang yang berani bertanya kepada Kezia tentang gosip yang sudah menyebar di angkatannya, hubungan Kezia dan Fajri yang terlihat sudah lebih dari sekedar sahabat masa kecil. Bukan rahasia lagi sebenarnya, kedekatan Kezia dan Fajri sudah sangat dikenal di angkatan mereka. Tentang Kezia dan Fajri yang sering datang dan pulang sekolah bareng. Tentang Kezia yang sering menunggu Fajri latihan basket. Tentang Fajri yang sering kali mencari Kezia ke kelasnya. Bahkan tak jarang juga, beberapa siswa pernah melihat Fajri dan Kezia jalan berdua di luar jam sekolah. Namun, hubungan mereka hanya menjadi obrolan siswa/i semata. Pasalnya, tidak ada seorang pun yang berani bertanya langsung kepada salah satu dari dua orang yang dijadikan bahan obrolan itu. Bahkan tak ada yang mengatakan hal itu saat di hadapan Kezia maupun Fajri, sampai Abelle sendiri yang bertanya langsung kepada Kezia.

"Zi, lu pacaran ya sama si kapten basket itu?" Dengan nafas tersenggal-senggal, Abelle sedikit menghentak meja sehingga membuat Kezia salah menulis.

"Apa sih, Bel? Kapten basket siapa?" Kezia menatap Abelle malas.

"Kapten basket itu, lu jangan pura-pura kagak tau deh."

"Aji maksud lu?" Jawab Kezia setelah mengingat beberapa nama anak basket yang ada di ingatannya.

"Ya, itu lah pokoknya. Lu pacaran ya sama dia?"

"Enak aja, dapet gosip darimana lagi lu?" Tanya Kezia cepat.

"Masa lu kagak sadar sih? Satu angkatan udah gosipin hal itu."

"Satu angkatan?" Kezia mengerutkan dahinya.

"Iya, gosipnya udah sampe ke telinga Coach Andri. Si kapten lagi disidang di lapang belakang."

Seketika itu juga, Kezia berdiri dari kursinya dan langsung berlari keluar kelas.

"Zi, lu mau kemana?" Abelle berteriak dan mengejar Kezia yang sudah menuju ke arah lapang belakang.

"Dari awal kan saya sudah bilang, PERATURAN YANG PALING PENTING DI CLUB INI, JANGAN ADA YANG PACARAN!" Di bawah sinar matahari yang sedang terik hari itu, Coach Andri membentak Fajri yang tertunduk lemah, dikelilingi para pemain basket yang lainnya.

Dari jauh, Kezia sudah dapat mendengar suara pelatih basket yang terkenal tegas dalam mendidik anak muridnya itu. Tak hanya itu, Kezia melihat banyaknya siswa/i yang mengelilingi lapangan itu. Tak hanya di lantai dasar, juga di lantai dua. Setelah mengatur nafas, Kezia berusaha menerobos kerumunan siswa/i tersebut agar dapat berhadapan dengan Coach Andri di tengah lapang untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya.

Tangan kanan pelatih tersebut sudah melayang dan siap mengenai pipi seorang kapten basket itu.

Plak...

"Aw..." Kezia terjatuh dengan pipi yang berubah warna menjadi merah padam.

Sontak seluruh orang yang melihat kejadian itu dibuat kaget, termasuk Fajri yang melihat sahabat kecilnya jatuh di hadapannya hanya untuk melindungi dirinya.

"Zi?!" Fajri berlutut dan langsung menempatkan kepala Kezia di pahanya.

Terlihat muka Kezia pucat pasi, darah segar keluar di sisi bibir manisnya, Kezia terkulai lemas di paha Fajri. Fajri mendongakkan kepalanya, terlihat Coach Andri membeku dengan wajah kagetnya.

"Coach, sorry, tapi saya harus membawa Kezia ke UKS terlebih dahulu." Suara Fajri terdengar panik.

Setelah anggukan ringan dari pelatihnya itu, dengan sigap Fajri menggendong Kezia menuju UKS yang terletak cukup jauh dari tempat mereka berada. Tanpa memerdulikan tatapan orang di sekitarnya, Fajri berlari secepat mungkin.

Sesampainya di depan UKS, Fajri mendorong pintu UKS tersebut dengan kaki kanannya. Seluruh orang yang ada di dalam ruangan tersebut cukup terkejut.

"Ada apa, Nak Fajri?" Tanya Bu Nisa, seorang pembina ekstrakulikuler PMR.

"Ini, bu. Kezia pingsan." Sambil mengatur nafas, Fajri menjelaskan kepada Bu Nisa.

"Aduh, sini taruh di kasur." Bu Nisa merapihkan kasur yang sedikit berantakan.

Tanpa menunggu lama, Fajri menaruh Kezia perlahan di atas kasur putih tersebut. Bu Nisa dan beberapa anggota PMR di sana langsung memeriksa keadaan Kezia dan membersihkan luka di bibir Kezia. Fajri mengelap keringat yang sedari tadi membasahi dahinya.

"Nak Kezia baik-baik saja. Sepertinya dia belum mengisi perutnya dengan makanan berat dari tadi pagi. Dia akan istirahat dulu di sini, nanti ibu berikan makan saat dia terbangun. Lebih baik sekarang Nak Fajri kembali ke kelas, bel masuk sudah berbunyi dari tadi." Jelas Bu Nisa setelah memeriksa keadaan Kezia. Fajri melihat arloji di pergelangan tangan kanannya, bel masuk sudah berbunyi sejak lima menit lalu.

"Ya sudah, titip Kezia ya, bu. Saya ke kelas dulu." Fajri melihat sekilas Kezia yang masih terbaring lemas di kasur sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut.

"Zi? Hey!" Abelle menepuk pelan pipi Kezia, membuyarkan lamunan masa lalunya.

"Eh, iya. Ada apa, Bel?" Kezia bertanya kepada Abelle seperti orang kebingungan.

"Lagi mikirin apaan sih? Dari tadi dipanggil kagak nyahut." Ucap Abelle kesal.

"Ya maaf, tadi lu tanya apa?" Kezia menatap Abelle polos.

"Tadi gue tanya, lu mau nonton Fajri tanding basket?" Dengan sabar, Abelle mengulangi pertanyaannya.

"Oh, bukan juga sih. Gue mau liat Fenly main."

"FENLY?! SERIUSAN LU?" Abelle menekan kedua pipi Kezia tanpa aba-aba, membuat Kezia sulit menjawab. "ZI! JAWAB GUE!" Abelle mengguncangkan kedua pipi Kezia. Dengan cepat, Kezia memukul tangan Abelle.

"Aw, lu kenapa mukul tangan gue sih?" Seketika ekspresi Abelle berubah cemberut.

"Pipi gue sakit nih kena behel." Kezia mengelus kedua pipinya.

"Oh iya, sorry sorry." Abelle tertawa kecil. "Tapi seriusan lu? Fenly tanding basket sekarang?" Abelle mendekatkan wajahnya ke wajah Kezia.

"Kagak perlu deketin muka lu juga kali." Kezia menjauhkan wajah Abelle darinya. "Gue juga kagak tau, tapi kata Aji sih iya."

"Kalau gitu, gue ikut lu nonton basket aja." Abelle memeluk manja lengan kiri Kezia.

"Ya udah, ayok." Kezia melepaskan pelukan Abelle di lengan kirinya dan mulai menggendong ransel miliknya.

Dengan antusias, mereka melangkahkan kaki mereka keluar kelas menuju lapang utama yang letaknya cukup jauh dari kelas mereka. Bahkan dari kejauhan, sorakan para siswa/i sudah terdengar jelas di telinga Kezia dan Abelle. Mereka pun sedikit berlari untuk mencapai sorakan itu lebih dekat lagi.

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang