Business or Feeling

332 57 1
                                    

Fenly melangkah masuk ke dalam rumah dengan malas sembari memijit pelipisnya yang terasa sangat pusing. Tubuhnya terasa sangat pegal, sesekali Fenly memutar perlahan lehernya. Fenly mendengar papahnya sedang berbicara seru di ruang depan dengan seseorang dari ujung telepon, tak sedikitpun dia peduli dengan topik pembahasan mereka. Papah duduk membelakangi Fenly sehingga tidak sadar akan kedatangan anaknya.

"Kerja bagus, untuk bayarannya nanti saya transfer." Ucap papah senang.

Saat sedang berjalan menuju kamarnya, tanpa sengaja Fenly melihat beberapa lembar foto yang dipegang oleh papahnya. Merasa tak asing dengan latar pada foto tersebut, Fenly menajamkan matanya agar dapat melihat lebih jelas.

Satu...

Dua...

Tiga...

"HEH." Refleks, papah membalikkan tubuhnya kaget saat beberapa lembar foto dalam genggaman tangannya ditarik oleh seseorang di belakangnya.

Fenly melihat satu per satu foto itu dengan seksama. Betapa terkejutnya Fenly ketika sadar orang dalam foto tersebut adalah dirinya dan Chelsea. Ya, saat Chelsea mencoba untuk mendekatkan wajahnya kepada wajah Fenly. Nafas Fenly mulai memburu, dia masih tak menyangka papahnya sendiri dalang di balik kejadian siang tadi.

"Sejak kapan kamu di sini?!" Papah berdiri, menaikkan nada bicaranya.

"Pah, ini apa?" Fenly menatap tajam papah sembari mengangkat beberapa foto tersebut. Fenly menekan nada suaranya agar tak lepas kontrol.

"Sini fotonya." Papah tak menjawab pertanyaan Fenly, tangannya berusaha untuk meraih kembali foto tersebut. Dengan cepat, Fenly menarik foto itu agar tidak dapat diambil papahnya.

"Fenly tanya. INI APA?!" Fenly menaikkan nada bicaranya emosi.

"Gak sopan kamu teriak-teriak ngomong sama orang tua." Papah menatap tajam Fenly. Fenly memaksa senyumnya, menunjukkan rasa kesalnya.

"Terus papah kira hal yang papah lakuin ini sopan?" Fenly menekan suaranya kembali.

"Sini." Papah kembali berusaha mengambil fotonya. Lagi-lagi, tangan Fenly menghindari papah.

"Pah, mau papah apa sih?" Tatapan tajam masih Fenly berikan untuk papahnya. Tak ada jawaban dari orang yang ditanya. "Fenly udah ikutin kemauan papah buat tinggal di sini..."

"Papah cuma mau kamu terima perjodohan kamu sama Chelsea." Papah memotong kalimat Fenly. "Papah gak suka sama perempuan yang bersamamu saat ini." Lanjut papah sembari melipatkan kedua tangan di depan dadanya, menghindari pandangan Fenly.

"Terus papah kira dengan hal ini papah bisa memisahkan Fenly dengan perempuan itu?" Salah satu ujung bibir Fenly terangkat. "Ya, papah berhasil. Papah buat Fenly dan perempuan itu pisah." Lanjut Fenly cepat, mengangguk pelan. "Tapi satu hal yang papah lupakan." Fenly menatap datar papahnya. Papah kembali menoleh ke arah Fenly. "Dengan begini, Chelsea terlihat jauh lebih murah di mata Fenly." Dengan satu gerakan, seluruh foto yang berada di tangan Fenly saat ini terbagi menjadi dua.

"Kamu berani ngomong kyk gitu sama anak Fauzi?!" Papah menunjuk wajah Fenly.

"Chelsea mungkin gak semurah itu, pah." Tercetak senyum tak sempurna di wajah Fenly. "Tapi cara papah ini yang udah buat harga diri anak temen papah itu turun drastis tanpa papah sadari." Fenly menatap tajam papahnya. Papah kembali menghindari tatapan Fenly. "Fenly jadi penasaran gimana reaksi Om Fauzi kalau tau temennya ini nyuruh anak perempuannya untuk memberikan ciuman kepada seorang laki-laki." Salah satu ujung bibir Fenly terangkat. "Apakah mungkin beliau akan membatalkan perjodohan ini?" Refleks, papah menoleh kaget ke arah Fenly.

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang