Cheating (?)

305 54 2
                                    

"Nih orang kemana sih?!"

Fenly kini duduk seorang diri di salah satu halte kota yang cukup jauh dari sekolah dan rumahnya, dengan kaos putih polos, celana jeans, dan sepatu hitamnya. Sudah hampir satu jam Fenly menunggu kehadiran seseorang, bahkan dia sendiri tidak tau siapa yang akan dia temui. Malam sebelumnya, Fenly mendapatkan pesan dari nomor yang tidak dia kenali. Orang asing itu meminta untuk Fenly bersedia menemuinya, atau akan ada hal yang terjadi dengan Kezia. Fenly tidak yakin dengan pilihannya, tapi dia mulai ingin menjaga Kezia sepenuhnya.

Fenly berkali-kali mencoba untuk menghubungi nomor tersebut, tetapi tidak aktif. Fenly mengedarkan pandangannya ke sekitar. Sepi. Sangat jarang kendaraan berlalu lalang di tempat tersebut. Tiba-tiba terlihat seorang laki-laki berumur sekitar 23 tahun mendekati Fenly dan duduk di sampingnya. Fenly melirik sekilas laki-laki tersebut.

"Lagi nunggu seseorang ya, bang?" Laki-laki tersebut membuka obrolan dengan senyum tipis.

"Iya." Jawab Fenly singkat dan kembali melihat sekitar, menghindari tatapan laki-laki tersebut.

"Oh iya. Abang haus gak?" Laki-laki tersebut mengeluarkan sebuah botol minum dari dalam tas ranselnya. "Dari tadi saya liat abang udah cukup lama di sini." Laki-laki tersebut menyodorkan botol minumnya dengan senyum yang masih tercetak di wajahnya. Fenly menoleh heran.

"Terima kasih. Saya gak haus." Fenly menggelengkan kepalanya dengan ekspresi datar.

"Gak baik nolak penawaran orang lain, bang." Laki-laki itu tetap menyodorkan botolnya.

"Tapi saya gak haus, kak." Fenly tersenyum tipis, berusaha menolak dengan ramah.

"Di kampung saya, kalau ada seseorang yang menolak penawaran orang lain, nanti akan celaka loh, bang." Jelas laki-laki tersebut dengan nada meyakinkan. Fenly mengerutkan dahinya.

"Ya udah, sedikit aja ya, kak." Fenly mengambil botol minum tersebut dengan ragu. Laki-laki itu masih tersenyum melihat Fenly meminum air dalam botolnya. "Terima kasih, kak." Fenly kembali memberikan botol dengan senyum tipis.

"Seger, bang?" Laki-laki itu memasukkan botol minum ke dalam ranselnya. Fenly mengangguk pelan.

҉҉҉

Lima menit berlalu, laki-laki asing tadi masih setia duduk di samping Fenly. Tak ada percakapan di antara mereka. Seseorang yang Fenly tunggu masih saja belum menampakkan dirinya. Fenly sedikit menguap, tiba-tiba dia merasakan kantuk yang berlebih. Fenly mengusap wajahnya cepat, menahan rasa kantuknya. Fenly mengedarkan pandangannya lagi, tak ada tanda seseorang akan datang. Perlahan, Fenly menyandarkan punggungnya dan kedua kelopak matanya tertutup.

Satu menit kemudian, laki-laki di samping Fenly melambaikan salah satu telapak tangannya tepat di depan wajah Fenly, meyakinkan bahwa Fenly benar-benar sudah terlelap. Tanpa menunggu lama, laki-laki itu langsung melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada orang yang sudah menunggu sedari tadi untuk menghampiri mereka berdua. Seorang perempuan menghampiri halte kota dengan berlari kecil dari ujung jalan.

"Serius gue harus lakuin ini?" Perempuan tersebut menatap ragu Fenly.

"Lakuin aja." Perintah laki-laki itu dengan cepat.

"Ini berlebihan kagak sih? Gue kagak pernah berpikir bakal lakuin ini." Perempuan itu masih tidak yakin dengan hal yang akan dia lakukan.

"Gue cuma ikutin perintah atasan. Cepet lu lakuin aja, nanti dia bangun lagi." Laki-laki itu menarik tubuh perempuannya untuk dapat duduk di samping Fenly. "Gue ke sana dulu." Laki-laki itu menunjuk ujung jalan sebelum berlari menjauhi Fenly dan seorang perempuan.

"Fen, maafin gue." Bisik perempuan tersebut sebelum dia mendekatkan wajahnya kepada wajah Fenly perlahan. Perempuan itu menutup matanya, tidak ingin melihat apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Jarak wajah mereka berdua hanya terpaut 3cm lagi.

"FENLY." Seorang laki-laki berteriak dari ujung jalan. Refleks, perempuan tersebut menjauhkan wajahnya dan menoleh kaget ke arah sumber suara. Terlihat Shandy berjalan emosi mendekati mereka berdua, diikuti Kezia dengan tatapan tidak percaya.

Bug...

Satu pukulan keras mendarat tepat di atas tulang pipi Fenly. Refleks, Fenly tersadar dari tidurnya. Fenly sudah terjatuh di sisi jalan dengan darah segar yang mengalir dari ujung bibirnya dan tulang pipi yang meninggalkan bekas pukulan. Perempuan tadi berteriak kaget melihat kejadian di depannya, berbeda dengan Kezia yang sudah meneteskan air matanya.

"Bang?" Fenly menatap kaget Shandy.

"Lu mau apa sih?!" Shandy menarik kasar kerah kaos Fenly.

"Maksudnya apa, bang?" Fenly mengerutkan dahinya heran.

"Lu udah gue izinin buat deket sama Kezia, bahkan sekarang lu jadi pacar Kezia. Gue lakuin itu biar lu bisa jaga dia, tapi kenapa lu kagak bisa jaga nafsu lu sendiri?!" Shandy menaikkan nada bicaranya.

"Hah? Bang Shan ngomong apa sih?" Fenly masih tidak paham dengan arah bicara Shandy.

"Lu kalau mau lakuin begituan, sewa hotel, jangan di pinggir jalan." Shandy menatap tajam Fenly.

"Bang, serius gue kagak paham maksud Bang Shan." Fenly menatap heran Shandy.

"Jangan pura-pura bego lu."

Bug...

Satu pukulan kembali mendarat di sisi lain pipinya, menambah bekas ungu pada pipinya.

"Bang." Kezia menahan tangan Shandy dengan nada suara bergetar dan mata yang sudah sembap. Shandy menoleh ke arah Kezia dan melepas genggamannya pada kerah Fenly, membuat Fenly terjatuh lemas. Fenly menyeka darah di ujung bibirnya. Kezia mendekatkan tubuhnya.

"Zi." Fenly menatap sayu Kezia.

"Kenapa harus Chelsea, Fen?" Tanya Kezia pelan, kelopak matanya sudah tak bisa membendung air.

"Chelsea apa, Zi? Kamu lagi bahas apa?" Tak menjawab Kezia, Fenly kembali melempar pertanyaan.

"Fen, Kezia selama ini gak peduli kalau orang lain benci Kezia, karena Kezia yakin Kezia punya Fenly. Tapi kenapa Fenly tega lakuin ini?" Kezia menunduk, tangisnya pecah.

"Zi." Dengan cepat, Fenly menarik Kezia dalam pelukannya.

"HEH. Lu jangan peluk adik gue lagi." Refleks, Shandy memisahkan pelukan Fenly dan Kezia. Shandy menarik Kezia dalam pelukannya.

"Sorry, bang." Fenly menunduk, menghindari tatapan Shandy.

"Kezia gak mau lanjutin hubungan ini, bang." Ucap Kezia pelan.

"Kenapa, Zi?" Fenly menatap kaget Kezia.

"Pake nanya segala, lu pikir aja sendiri." Shandy menatap Fenly tajam sebelum menarik Kezia menjauhi halte kota. Fenly mengikuti arah pergi mereka berdua. Fenly menoleh sinis ke arah Chelsea yang terdiam membeku. Dengan cepat, Fenly berdiri dan menghampiri Chelsea.

"Lu ngapain di sini?!" Bentak Fenly.

"Gue..." Chelsea menunduk, tidak melanjutkan kalimatnya.

"Kalau gue tanya, jawab." Fenly menatap tajam Chelsea.

"Sorry, Fen." Ucap Chelsea pelan.

"Lu abis ngelakuin apa sama gue?!" Fenly menaikkan nada suaranya.

"Gue kagak bermaksud, Fen." Chelsea menatap Fenly, matanya menyorotkan rasa bersalah.

"Gue tanya, lu ngapain gue tadi?!" Fenly sudah tak bisa menahan emosinya.

"Fen, gue juga cewek loh." Ucap Chelsea pelan, matanya mulai berkaca-kaca.

"Gue tanya, Chel. Lu ngapain?" Fenly mencoba menurunkan intonasi bicaranya.

"Gue juga kagak tau, Fen." Chelsea menunduk, air matanya menetes.

"Ck." Fenly melihat ke sisi lain jalan, menahan untuk tidak melihat air mata Chelsea. Fenly menghela nafas panjang, berusaha mengatur emosinya.

"Maafin gue, Fen." Suara Chelsea terdengar bergetar.

"Lu bisa kagak sih kagak usah nangis?" Perlahan, Fenly menarik tubuh Chelsea tanpa menatapnya. Tangis Chelsea pecah dalam peluk Fenly.

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang