Part 21

8K 452 6
                                    

Lucas menatap nyalang puing-puing bangunan sisa kebakaran workshop mereka yang hanya tersisa sedikit bentuknya, namun tak ada barang apapun yang bisa di selamatkan. Menerka apa yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran. Otaknya mencoba berpikir positif, berpikir bahwa ini hanya murni ketidaksengajaan. Namun tidak mungkin.

Resiko terjadinya kebakaran di sebuah workshop itu sangat minim. Tidak ada kegiatan yang menurutnya dapat memicu terjadinya kebakaran. Mungkin saja konsleting listrik, tapi Lucas tak yakin sebab kejadian seperti ini tak pernah terjadi pada mereka sejak dulu.

Letak workshop mereka memang tidak terlalu berdekatan dengan bangunan lain, sehingga api tidak menyebar dengan cepat. Terlebih lagi, pemadam kebakaran yang datang tak lama setelah api mulai muncul.

Beruntungnya, tidak ada korban dari kejadian ini. Orang-orang yang menjalankan workshop, yang tak lain adalah anggota Black Wolf juga semuanya selamat. Para costumer pun berhasil keluar sebelum api membesar.

Tapi, kerugian material yang di terima mereka cukup besar, hampir menyentuh angka dua milyar.

Lucas menghela nafas pelan, guna menenangkan dirinya. Dia perlu berpikir dengan keras mengenai ini semua. Sepertinya ia perlu meminta bantuan pada Bram--sang ayah.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi dari ponselnya membuyarkan lamunannya.

"Gimana? Lo suka hadiah dari gue?"

Lucas meremat kuat ponselnya yang baru saja menampilkan pesan dari orang yang Lucas yakini sebagai dalang dari kejadian ini.

Lucas menatap teman-temannya yang juga berdiri di sampingnya menatap sisa kebakaran. Lucas menyodorkan ponselnya pada Dito yang berdiri di sampingnya--Menunjukkan pesan yang baru saja ia terima.

Dito membaca pesan itu, namun ekspresinya tak berubah dari sebelumnya, datar. "Kita nggak bisa tinggal diam gini, apa perlu gue minta bantuan om Johan?" Ujarnya pada Lucas.

Lucas menggeleng, "jangan dulu, gue bakal minta saran bokap gue dulu."

"Duit kita, hangus kebakar sia-sia. Dasar cupu, beraninya sembunyi! Kalau berani ya kita perang, nggak usah serang dari belakang gini!" Gerutu Acun kesal. Dia kesal karena pelakunya bermain-main dengan investasi mereka. Workshop ini mereka bangun dengan susah payah, dan orang itu menghancurkannya dengan mudahnya.

"Sabar Cun, kita bakal bales perlakuan mereka." Justin menepuk bahu Acun.

"Mereka pasti sewa orang profesional, yang bahkan berani ngelakuin ini di siang bolong." Ujar Alex menerka.

Lucas menatap teman-temannya satu persatu, "gue cabut, kalian tolong urus ini dulu."

Lucas melajukan motornya membelah jalanan Jakarta yang selalu ramai. Motornya membawa Lucas menuju instana megah tempat pundi-pundi uang keluarga mereka di buat--Kantor utama milik Bram.

Usaha keluarga Lucas memang ada dimana-mana. Di berbagai kota hingga luar negara. Dan pusatnya tentu saja di Jakarta, tempat usaha ini di rintis dari nol oleh Ayah dari kakeknya--atau bisa dibilang kakek buyutnya.

Lucas memarkirkan motornya di depan bangunan raksasa itu, melepas helmnya, kemudian berjalan angkuh memasuki kantor itu.

Orang-orang yang dilewatinya menunduk sopan, karena walaupun berpenampilan mencolok dan tak seperti orang kantor kebanyakan, para karyawan disini sudah mengenal siapa Lucas karena Lucas sering kali kesini, mengurus pekerjaan.

Possessive MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang