"Oh jadi lo mau ninggalin gue, Anna?" Sebuah suara datang, terlampau dingin, terlampau tajam, dari seseorang yang berdiri di belakang Zhivanna, mendengar percakapan antara dua sahabat itu.
***
Zhivanna menelan ludahnya susah payah, tak berani menoleh kebelakang karena ia sudah tahu siapa yang berada di sana. Hingga tiba-tiba lengannya tertarik kebelakang lalu di seret dengan kuat entah kemana. Terdengar teriakan Clara meminta orang itu berhenti namun tentu saja tidak di hiraukan. Karena saat ini, Lucas benar-benar marah.
Lucas menyeret Zhivanna kuat dengan napas yang berhembus kasar. Siapapun yang melihat wajahnya tau kalau saat ini Lucas tengah emosi. Tatapan tajamnya setajam anak panah yang siap menembus apa saja target bidikannya.
"K-kak le-lepas. Ss-sakit." Zhivanna berusaha melepaskan cengkraman lengan Lucas darinya, namun sia-sia. Tenaganya kalah jauh di bandingkan dengan Lucas.
Para siswa-siswi di sepanjang koridor menatap mereka berdua dengan pandangan berbeda-beda. Dari mulai heran, hingga kasihan. Namun Lucas tidak peduli, tetap melanjutkan langkah lebarnya menuju taman belakang sekolah.
Sesampainya mereka di taman, Lucas menatap Zhivanna nyalang tanpa melepaskan cengkraman tangannya. "Kasih tau gue kalau apa yang gue denger tadi itu bohong!"
"Lepas dulu kak, Ss-sakit." Zhivanna masih berusaha melepaskan lengannya, namun Lucas mencengkeram erat.
"LO MAU NINGGALIN GUE? HAH? JAWAB!" Ucap Lucas dengan nada tinggi tepat di hadapan wajah Zhivanna membuat Zhivanna memejamkan matanya erat menahan tangis.
"Kak jangan seperti ini, aku takut."
"Siapa bilang lo punya hak buat ninggalin gue? Siapa bilang lo boleh ninggalin gue?" Lucas lagi-lagi berujar dengan nada tinggi.
"Sifat kakak yang begini yang buat aku pergi." Lirih Zhivanna sambil menatap Lucas dengan tatapan terluka. Air mata sudah mengalir di kedua pipinya.
Hati Lucas mencelos, cengkraman tangannya merenggang. Tatapannya berubah, terlihat sendu. Matanya beralih menatap pergelangan tangan Zhivanna yang kini memerah, beberapa waktu lagi pasti membiru.
"So-sorry. Gue lost control." Lucas mengelus pergelangan tangan Zhivanna yang memar. Sementara Zhivanna masih menangis sesenggukan.
"Lo gak boleh ninggalin gue Anna." Lucas menggenggam kedua tangan Zhivanna. Melihat gadis itu terus menunduk, Lucas menaikkan sebelah tangannya lalu meraih dagu gadis itu, membantunya mendongak menatapnya.
"Lo dengar? Lo gak boleh ninggalin gue."
"Gue tau gue brengsek banget, gue egois, gue kasar. Tapi lo gak boleh ninggalin gue!" Ucapan Lucas semakin membuat Zhivanna menangis.
"Asal lo tau, kabur dari gue itu buang-buang waktu. Kemana pun lo pergi, gue pasti bakal nemuin lo. Jadi jangan buang-buang tenaga, takdir lo itu buat jadi milik gue. Paham?"
"Nggak!"
"Sialan, sejak kapan lo jadi bego?" Lucas kesal dengan bantahan Zhivanna.
"Sejak ketemu Kakak!" Perkataan Zhivanna sukses membuat Lucas melotot.
"Damn it Anna." Lucas lagi-lagi mengumpat. "Gue gak peduli, paham atau enggak, gue gak izinin lo buat pergi dari gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Mantan
Teen Fiction"Kalau gue nyakitin lo, kita putus! Lo otomatis lepas dari hubungan ini." Janjinya dulu Tapi setelah Lucas menyakitinya kala itu, semua tak banyak berubah! "Gue emang bilang kita putus, gue juga bilang lo lepas dari hubungan ini," Lucas menjeda apa...