16. Untuk masa depan

12 4 0
                                    


Desember, 2012.

Akhirnya, aku kembali mendapati diri berada di pengujung tahun.
Tanggal 31, hari penutup setelah berhasil melewati hari-hari panjang—baik dan kurang baik selama setahun penuh.

Mari menepuk-nepuk kepala sendiri sambil mengatakan selamat kamu berhasil melewati tahun ini, tetap semangat.

Ya aku sudah melakukannya. Meskipun sebenarnya hari belum sepenuhnya berakhir.

Menyambut tahun baru, biasanya aku tidak melakukan apa-apa sih.
Oh ada, terkadang ayahku mengajak melihat kembang api di pusat kota, tapi aku selalu ketiduran sebelum kembang api dinyalakan.
Atau pernah beberapa kali kami menghadiri acara makan-makan keluarga, tapi berakhir sama, aku ketiduran tanpa merasakan sensasi pergantian tahun.

Habisnya aku merasa bosan, menunggu terlalu lama, tidak menyenangkan.

Namun, sejak bertemu KCCK hal itu berubah. Dua tahun lalu kami karaokean di rumah Chandra bersama keluarganya, oke tidak bisa disebut karaoke sebenarnya karena kami lebih banyak tertawa daripada bernyanyi.

Tahun lalu, kami ikut keluarga Jevan makan di restoran mewah milik teman ayahnya. Itu termasuk pengalaman berharga sekaligus memalukan, karena kelakuan Chandra yang malah request lagu dangdut pada pemain biola pengiring musik di sana.

Iseng doang katanya. Untung kami tidak diusir, dan orangtua Jevan hanya tergelak tidak heran dengan kelakukan Chandra.

Tahun ini? Tidak. Bukan di rumahku ataupun Rendra. Melainkan di rumah Jerry.

Selagi menunggu pergantian tahun yang masih empat jam lagi, kami berkumpul di kamarnya sambil bermain monopoli.

Sedikit tentang kamar Jerry.
Dari kami berlima, sepertinya kamar miliknya yang paling tertata. Maksudku di sini tidak banyak barang.

Sebuah single kasur dengan sprei polos alih-alih kasur ukuran besar dengan sprei bendera amerika mencolok seperti milik Jevan.

Ada lemari coklat besar dengan lampu tidur berwarna serupa.
Meja belajar yang hanya terdapat komputer dan setumpuk buku sekolah, tidak seperti diriku yang dipenuhi barang-barang tak berguna bahkan cangkir.

Dinding kamarnya bersih, tanpa tempelan artis atau tokoh idola seperti kamar Chandra.

Harum kamarnya pun samar, tidak seperti kamar Rendra yang khas dan membuat siapapun yang ke sana langsung mengetahui bahwa itu harum kesukaan Rendra.

Jerry ini seolah tidak terbaca.
Dia tidak pernah menunjukan hal yang disukainya secara terang-terangan. Apa yang tidak ingin ia tunjukan ya tidak akan membuat kita tahu tetangnya.

Tapi tidak apa. Sikap tertutupnya tidak pernah mengangguku kok, begitu juga yang lainnya.

"Aih rumah Ali lagi! Kenapa rumah mu ada dimana-mana sih Al," decak Chandra setelah menjalankan orang-orangan monopolinya.

"Hahaha.. bayar sini, dimana tuh, Afrika kan? Tigaribu.."

"Nih!" Chandra cemberut menaruh uang monopoli ke tanganku.

"Lah Chan uangmu menipis?" Rendra tertawa mengejek. "Udah rumahmu yang di Inggris jual ke aku aja.."

"NGGAK! Lanjut ayo siapa, Van?"

"Oke." Jevan mengambil dadu lalu melemparnya. "Empat. Satu, dua, tiga, em— lah kok masuk penjara lagi!"

Kami tertawa keras.

"Bayar duaribu kalau mau keluar." Jerry yang bertugas sebagai bank mengadahkan tangan.

Jevan menatap sisa uang miliknya yang bahkan tidak sampai seribu.

19 reasons to love you | 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang