33. Rencana

11 3 0
                                        


"Van, van jaga van!"

"AYO AYO PASTI BISA! SE-MA-NGAT! SE-MA-NGATTT!!" Aku berteriak dari pinggir lapangan sembari bertepuk-tepuk tangan.

Sore ini lapangan komplek ramai. Biasalah, pertandingan basket antar anak blok belakang dan depan yang pertikaiannya tak kunjung usai.

Kali ini permainan serius.
Dan tim KCCK hanya butuh satu poin lagi untuk menang.

Rendra mendribble bola kemudian mengopernya pada Chan yang dengan lihai menghindari lawan, ketika sudah mendekati ring ia melemparkan bola pada Jevan lalu dalam sekali tembakan langsung masuk ke lingkaran ring.

"WUHUUU!!" Beberapa penonton bersorak heboh, sementara lawan main mereka berdecak kesal harus menelan kekalahan.

"Asik asik oy!" Chan berjoget random mengundang tawa beberapa orang.

"Al, Al, sini Al!"

Aku berlari memasuki lapangan, bergabung dengan lingkaran teman-teman yang lain.

"KCCK DAN ALA.."

"YO YO YEAYYYY!!"

Kami tertawa. Langit oranye kekuningan semakin jelas terlihat ketika matahari sedikit demi sedikit bergerak ke ufuk barat.

Ck. Tempat ini, dari dulu memang tak pernah mengecewakan.

"Mantap. Makan-makan!" Rendra mengambil setumpuk uang pecahan yang memang sempat dikumpulkan sebelum permainan dimulai.

"Anggap aja hari ini gue sama yang lain ngalah buat lo semua!"

"Weistt jangan gitu dong, bro. Besok coba lagi ya, bro, siapa tau beruntung. Kalau masih belum? Ya, coba lagi!"

Jevan terkekeh menendang bokong Chan bercanda. Sembarangan saja anak itu bicara.

Anak-anak blok depan terlihat berbisik-bisik kemudian salah satunya maju berkacak pinggang, "Basket kayaknya udah terlalu memuakkan. Mau coba yang lain?"

"Apaan? Tarik tambang?" tanya Jevan menanggapi tak serius.

"Lebih menantang dari itu. Balap motor. Gimana?"

Mataku melebar.

"Hei jangan asal ngomong ya." Aku beranjak ke depannya tak suka. "Nggak ada balapan, balapan!"

"Jangan ikut-ikutan, ini urusan cowok."

"Nggak bakal gue biarin temen-temen gue jadi sesat kayak lo."

"Galak juga lo." Cowok setahun lebih tua dariku itu menatap teman-temannya yang terkekeh.

Bahuku kemudian terasa ditarik mundur. Oleh Jevan.

Rafin berdecih. "Kita tunggu kalo lo pada punya nyali. Jalan arjuna, malam minggu." Mereka tersenyum miring kemudian melenggang pergi.

Haish. Dari jaman bocah itu cowok songongnya nggak hilang-hilang.
Mentang-mentang orang tuanya selalu menjadi penyumbang dana terbesar kalau ada pembagunan di sekitaran komplek.

Merasa hebat huh?

"Jalan arjuna yang deket GOR itu bukan?"

"Heh." Aku menatap tajam Chan.

"Nanya doang Ali, elahh salah mulu gua jadi cowok."

Rendra tergelak, "Besok pake rok, Chan."

"Iya, besok gue ke sekolah pinjam roknya Chika aja dah."

"Gak gitu, pinter!"

Aku memantulkan bola sembari menggiringnya menuju ring, akhir-akhir ini aku merasa skill bermain basketku semakin meningkat. Ya.. sudah sebelas duabelas lah dengan Chandra. Percaya diri saja haha.

19 reasons to love you | 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang