"Kenapa?""Astaghfirullah!" Aku mengusap dada sambil mengatur detak jantung yang memompa cepat. "Rena lo!"
"Gue udah dari lima menit lalu di sini."
Aku menatap sekitar, perpustakaan masih sepi sama seperti ketika datang tadi. Kutemukan Thia-teman baru sekelasku-tengah terlelap dengan buku biologi tebal sebagai bantal.
Tadinya kami ke sini untuk mengerjakan tugas nama-nama ilmiah yang diberikan guru biologi, namun beginilah. Bukannya mengerjakan, anak itu justru molor sementara aku sibuk melamun.
"Jangan melamun, mereka-"
"Iya, iya Rena gue tau," potongku cepat. "Plis deh, ngelamun itu asik banget padahal. Emang lo nggak pernah?"
Rena tak menanggapi, seperti biasanya.
"Btw kok baru keliatan, lo kelas mana?" tanyaku antusias berputar menghadapnya.
"Bahasa satu."
"Gue kepisah sama yang lain," curhatku tiba-tiba.
"Gue tau," katanya membuat kepalaku seketika menoleh tak percaya. "Mereka ipa satu, lo ipa lima."
"Tapi bukan itu yang ganggu pikiran gue sekarang.." Aku menyandarkan punggung ke belakang, menatap langit-langit perpustakaan yang bersih.
Rena melipat tangannya di dada menatapku serius.
"Gue.. nggak bisa cerita sih, soalnya ini terlalu rum-"
"RENA KELUAR LO!"
"Apa? Apa? Kenapa?" Thia terlonjak terbangun mendengar teriakan tersebut.
Aku terbelalak, menatap Rena yang tampak tak merubah ekspresinya, belum sempat mulutku terbuka cewek itu sudah menghilang di pandangan.
Buru-buru aku mengejarnya ke luar perpus, meninggalkan panggilan Thia di belakang.
Sial! Kenapa sepi sekali, bu penjaga perpus juga entah kemana hilangnya.
"Nggak usah teriak, bisa? Gue nggak tuli," kata Rena datar pada cowok tinggi dengan bed kuning tanda kelas 11.
Kakak kelas tersebut tersenyum miring, "Apa maksud lo nuduh gue selingkuh dari Laura? Punya bukti apa lo dukun amatir?"
Ketiga teman cowok itu tergelak dibuat-buat.
Hei!
"Lo nggak kasian sama Laura?"
Rena balik bertanya."HEH NGGAK USAH IKUT CAMPUR LO NJING! Gara-gara mulut sampah lo cewe gue jadi minta putus!"
"Bagus kan."
Muka cowok itu semakin memerah ingin meledak, dicengramnya lengan cewek itu paksa. "IKUT GUE LO SEKARANG! GUE KASIH PELAJARAN."
"Rena!" Aku berteriak panik melihat cewek itu ditarik pergi.
"Al, Al! Jangan!" Tanganku ditahan kuat.
"RENAA! Thia lepasin! Temen gue-"
"Jangan Al! Itu kak Gama, lo jangan cari gara-gara, plis percaya sama gue!"
"Thia!" Aku menatap temanku itu panik. "Temen gue gimana? Dia butuh bantuan, dia sendirian."
"Ya. Gimana-"
Ala berpikir ayo berpikir. AH!
Cepat-cepat aku mengeluarkan ponsel dari saku, KCCK! Aku harus minta batuan mereka.Jevan. Chan. Jerry. Rendra. Siapapun angkat!
Berulang kali aku menelpon satu per satu dari mereka namun yang terdengar hanya suara operator yang mengatakan bahwa nomor yang dituju tidak dapat menerima panggilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
19 reasons to love you | 00L
Teen FictionMemang benar tidak pernah ada alasan tertulis untuk mencintai. Kamu adalah sebuah pengecualian. - '19 reasons to love you' adalah sebuah tulisan sederhana yang Ala tuliskan sebagai hadiah ulang tahun untuk cowok bernama Jevan, sahabat sekaligus satu...