13. Ramalan & Rendra

7 3 0
                                    


Tahun 2012 itu termasuk tahun yang nano-nano buatku, maksudnya sangat campur aduk. Segala macam perasaan dapat dikatakan menggambarkan tahun itu.

Khawatir. Tahun dimana teman-teman sekolahku heboh mengenai kiamat yang katanya akan datang akhir tahun, atau tahun ini adalah tahun terakhir menurut sejarah apalah segala macam.

Awalnya aku juga sempat was-was, tapi setelah mendapat pencerahan dari guru mengajiku akhirnya segala macam pemikiran itu dapat tersingkirkan dari benakku.

Ada hal lain yang lebih penting.

Rendra.

Iya, kabar anggota KCCK yang tak lain merupakan temanku itu menggemparkan kami sore ini.

Tanpa babibu, aku, Jevan, Chandra dan Jerry langsung meluncur ke tempat anak itu tinggal.

Orangtua Rendra sedang tidak berada di rumah, nenek dan kakeknya yang menyambut kami dengan ramah.
Oh iya, sejak Rendra sakit karena kejadian sepulang mengaji malam itu, nenek dan kakeknya memang tinggal di sini.

Menemani cucunya yang belum bisa bermain agar tidak kesepian katanya. Beruntung sekali ya Rendra.

"Hadeh baru juga sebentar sembuh dari sunat, sekarang udah nggak bisa main lagi.." keluh Rendra menduduki kursi di taman sempit belakang rumahnya.

Kami yang duduk di tikar anyaman hanya menatapnya kasihan, ini sudah berjalan hampir seminggu.
Namun karena kaki Rendra yang membengkak ia harus banyak istirahat.

"Gara-gara aku ya, Ren. Ck. Sori banget ya."

"Udahlah nggak usah memelas gitu Chan, santai aja." Rendra mengibaskan tangannya.

"Nggak memelas, Ren. Muka Chan emang gitu.."

"Wah gimana gimana, Van?" Chandra mengangkat sendalnya bersiap melempar.

Jevan cengengesan lantas menunjukan dua jarinya tanda damai.

"Nih monggo dimakan kuenya.." Nenek Rendra tersenyum membawa biskuit kering ke hadapan kami.

"Wahh makasih, nek!!" ucap kami serentak.

"Ini buat sendiri ya, nek?" tanyaku melahap satu biskuit sekaligus.

"La iya, kalau dibantuin kakek nanti rasanya amburadul..."

Aku tertawa.

"Enak cah ayu?"

Kepalaku mengangguk.

"Nek masih kenal Chan, nggak?" Chandra menunjuk dirinya sendiri percaya diri.

"Yang tukang ngompol, nek," timpal Rendra.

"A..?" Nenek Rendra menunjuk-nunjuk berusaha mengingat.
"AH IYA. Adik mu berapa sekarang?"

"Tiga, nek!"

"Bagus itu, jadi anak paling besar harus bisa menjaga adiknya ya."

"Siap, nek!"

"Nenek tinggal nonton tipi dulu, kalau haus ambil sendiri di dapur. Oke semua?"

"Oke, nek!" sahut kami sambil tertawa, nenek Rendra ternyata lumayan gaul.

Setengah toples biskuit buatan nenek Rendra telah berpindah ke perut kami, enak sekali, rasanya berbeda yang dengan dijual orang-orang. Sayangnya nenekku tidak hobi membuat kue kering, kalau iya pasti aku sering minta dibuatkan.

"Kakek mu mana, Ren?" Jevan menatap ke sekitar.

"Paling lagi main catur, Van. Kalau nggak ya tidur.." Rendra menggosok-gosok tato-tatoan hadiah jajanan ke lengannya.

19 reasons to love you | 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang