28. Pertengkaran

12 3 0
                                        


"HAHAHAHA SERIUS??"

"Suwer demi nenek gayung, sendal gue ampe ilang sebelah entah kemana."

"HAHAHAHA!" Aku memegang perut nyaris keram mendengar cerita Chandra.

"Untung nggak digantung lu, Chan. Tobat dah lu tobattt."

"Yeu Ren. Mana gue tau bokapnya lagi di rumah, biasanya kan dinas jauh." Chan meraih gelas berisikan es jeruk dari meja.

"Eh tapi kan Chan, setau gue Gie itu pernah suka sama Jerry lohh," kataku membuat mata Jerry melebar.

"Jerry doang mah kecil. Teyong lu juga bakal gue lewatin kalo udah cinta mah."

"NGIMPII!" seru aku dan Rendra kompak.

Suasana kantin sekolah lengang setelah jam pelajaran berakhir, hanya tersisa beberapa anak ekskul yang tampak mengisi perut sebelum kembali memulai kegiatan.

Kalau kami sendiri bukan sedang menunggu untuk ekskul sih, melainkan menunggu Jevan.
Anak itu kan terpilih menjadi murid untuk olimpiade fisika yang akan diadakan bulan depan, jadi ia diminta konsultasi sebentar dengan guru penanggungjawab.

Kami sih tidak keberatan menunggu Jevan, wong minuman yang kami nikmati saat ini ditanggung biayanya oleh anak itu haha. Sangat Jevan sekali.

Bagian menariknya, setelah ini kami langsung capcus ke acara pernikahan miss Alma—guru bahasa Inggris yang mengajar di sekolah kami.

Lumayan, makan-makan gratis.

Drttt

Kak Devan
Mau pulang bareng ngga Al?

Ck.

"Kok nggak dibales?"

Aku menoleh pada Rendra.
"Ha? Oh—ntar aja, besok juga bakal nanya lagi."

"Dari jaman mos perasaan, oke juga tu cowok."

"Baru juga beberapa bulan, Chan." Aku menutup ponsel.

"Lah mau lu gantungin sampe kapan, Ali? Busett."

"Kenapa jadi gue yang gantungin, Chan? Busett." Aku menirunya.

Rendra cekikikan.

"Emang kak Devan kenapa, Al?"
Kali ini Jerry yang bertanya.

"Kata Jejel—"

"Yaelah nurut amat lu sama tu anak, emang dia bapak lu, hah? Sini dah gue kasih tau—"

"Mau ngomong apa lu, Chan?" Mendadak yang dibicarakan muncul menarik atensi kami berempat.

"Nggak ada, Van. Hehe canda."

Tawa Rendra pecah, "Hempaskan!"

"Kayak krupuk disiram air." Jerry terkekeh.

Otot-otot wajahku terasa kaku,
hanya bisa terhenyak menyadari sosok yang kini melangkah di belakang Jevan.

"Ehh Chaca marica kenapa belom pulang?" tanya Chan pada teman sekelasnya itu.

"Chaca aja, Chandra," ralatnya sambil tersenyum.

"Udah bos? Berangkat nih?" Rendra bersiap-siap.

"Jadi jalan kaki?"

"Kan deket doang Jer, jangan manjah deh."

"Cuma nanya, Chan."

Aku bangkit meraih tas di bangku sebelah, sampai kemudian Jevan bicara.

"Kalo gue nggak ikut nggak apapa kan ya?"

Semua orang langsung menatapnya.

"Kenapa?" tanyaku cepat.

19 reasons to love you | 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang