40. Dulu & Kini

12 3 0
                                    

"Nggak boleh!"

"Buuu.." Aku menatap ibuku terus merengek ingin ambil jurusan manajemen.

"Kamu jangan ikut-ikutan orang dong sayang. Jevan ya udah jelas lulus kuliah bakalan kerja dimana, nah kamu?"

"Lah, kan ayah sama papanya Jejel satu perusahaan bu. Berarti Ala bisa dong ntar masuk di sana jug--aduh!" Aku mengusap pipi bekas cubitan ibuku.

"Uluh uluhh dari dulu kamu ngekorin Jevan terus, mau sampai kapan hm? Masuk kedokteran aja ya? Nanti lulus kan bisa kerja di rumah sakitnya Om Sam."

Aku mendengus.
Kuliah aja belum, mikirin lulus.

Ibuku meletakkan buku-buku tebal latihan sbmptn ke meja. "Ibu sama ayah cuma mau yang terbaik buat kamu sayang. Lagian kamu juga kan udah ada temen belajarnya, ya kan? Si Jerry."

Menyerah. Aku sudah menyerah membujuk orangtuaku. Karena nyatanya akan berakhir percuma.

Mau gimana lagi.
Aku tak punya pilihan lain sekalin menuruti.

"Ala udah belajar materi apa aja?"

Aku tersentak, lantas menatap Jerry yang tengah membuka-buka buku baruku.

"Eh? Ehm.. tentang itu.. biologi."

"Makhluk hidup?"

"I-iya. Kayaknya.." lanjutku pelan.

Jerry mengernyit. "Lagi nggak fokus ya? Jerry ambilin minum--"

"Eh ehh nggak usah, Jer." Aku mencegahnya yang hendak bangkit, lalu menarik lengannya agar kembali duduk di karpet tebal ruang tamunya itu.

"Kita lanjut aja."

"Assalamualaikum JERYYY!!! Kita masuk ya!!"

GRUBUK GRUBUK

Kami menoleh kompak.
Tampak dua orang cowok masuk begitu saja ke dalam rumah. Sopan sekali yaa.

"Lah ada lo, Ali. Di sini tempat nongkrong lo sekarang?"

"Tempat nongkrong dari hongkong!" sahutku kemudian melirik orang di belakang Chan.

Jevan masih diam menatap aku dan Jerry.

"Hari gini masih belajar? Hah. Mending ikut kita," ajak Chan kemudian.

"Ke mana?" tanya Jerry.

"Kata Ren tadi tuh bokapnya dateng trus bawain makanan buanyak. Nah jadi sekarang kita disuruh ngabisin."

"Bohong banget!" sahutku tak mempercaiyai perkatan Chan.

"Yee jelasin, Van!"

Jevan terkekeh. "Iya bener kok, Al."

"Nah, kalo Jejel yang ngomong gue percaya. Ya udah ayo gas!" Aku berdiri semangat.

"Dasar Ali!"

"Loh bukannya Ala mau belajar?"
Jerry menatapku.

"Santai Jer. Belajar bisa nanti, makan-makan gratis kapan lagi."

"MANTAPPP!!" Chan tergelak.

Belajar bisa nanti.
Nanti terus, nanti lagi, nanti mulu. Begitu saja terus sampai berakhir ditunda lagi.

Terbukti selesai menghabiskan dua kotak pizza ukuran besar, minuman dingin dan kentang koreng yang setengahnya hanya digunakan untuk lempar-lemparan.

Kini kami berlima duduk santai di bawah pohon pinggir danau, tempat yang cukup traumatis bagiku. Iya perairain dimana diriku pernah tenggelam dulu.

"Huuuhhh capek!" Rendra meluruskan kakinya menghela napas setelah berlarian menimpuki kepala Chan.

"Sakit banget orgil!" Chan duduk mengusap bagian belakang kepalanya. "Kalo gue sampe geger otak, nggak mau tau dah pokoknya kita tukeran kepala Ren!"

19 reasons to love you | 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang