17. Maaf

13 3 0
                                    

Bunyi mesin pendeteksi jantung terdengar dengan ketukan yang sama, mengisi keheningan di ruangan.

Setelah kecelakaan, Amanda dilarikan ke rumah sakit.

Tadi ia dijambret sampai diseret, perbuatan yang sangat sadis.

Polisi sedang mencari pelaku, sementara Amanda mengalami koma.

Sebenarnya lukanya tidak terlalu parah, hanya terkilir dan lebam disana-sini, juga baret-baret disana-sini. Namun tadi kepalanya membentur aspal dengan keras, membuatnya pingsan dan mengalami koma.

Ibunya Amanda menangis tersedu-sedu melihat anak gadisnya diperban disana-sini dengan selang membantu pernafasannya melalui hidung.

Ayahnya juga menjadi murung, hanya bisa menatapi putrinya yang tidak sadarkan diri terbaring lemah di atas kasur.

Tapi paling sedih melihat adiknya. Ia terus berada di sebelah ranjang kakaknya, memohon-mohon agar ia bangun dari tidurnya.

Dari seluruh orang di ruangan ini, yang paling menyesal adalah Naisya.

Tentu saja,

Ia merasa bahwa ini salahnya.
Ia membalas dendam ke Amanda tanpa ampun, membuatnya dibully, dikucilkan sekolah, dibenci Dirga maupun Arga, sampai dirinya hancur,

Sampai dirinya nekat ke pinggiran jalan, dan nasib tragis menimpa dirinya.

Jelas penyebab utama ini semua Naisya bukan?

Seandainya gadis itu tidak membalas dendam, Amanda pasti tidak akan keluar malam-malam dengan emosi berkecamuk, ia akan aman.

Rasa bersalah ini seperti bersarang di dada Naisya, tapi ia tidak bisa mengakui bahwa dia telah berbohong selama ini. Gengsinya terlalu tinggi dan dia tidak mau Dirga maupun Arga membencinya.

Dan ia tau
Jika kebenaran terkuak, seluruh batu akan dilemparkan kembali ke Naisya, ia akan mengalami penyiksaan seumur hidup.

Untuk apa ia pindah dari sekolah penuh penyiksaan itu jika ia berakhir sama di sekolah baru ini?

Ia memilih untuk diam, memperhatikan Arga yang terlihat sangat menyesal.

Mungkin ia juga merasa bersalah.

Mungkin ia merasa bersalah karena kata-katanya yang menyakiti gadis itu membuatnya lengah dan mengalami kecelakaan.

Ia sadar betapa kelewatannya ia ke Amanda saat menyaksikan kelas dan sekolah.

Yang meskipun tau si Bibir Merah itu mengalami kecelakaan, mereka tidak peduli dan terus menjalani keseharian seakan-akan Amanda tidak pernah ada. Bahkan tidak sedikit yang malah senang, menganggap parasit sekolah sudah tidak ada.

"Nai, gue udah kelewatan ya?", tanya Arga di jam istirahat sekolah, tidak menyentuh cream soup dan rotinya sama sekali.

Naisya menoleh. Arga menunduk dengan ekspresi terluka, merasa sangat menyesal. Sebenarnya Naisya tidak tau ingin berkata apa, tapi Arga menganggap itu sebagai Naisya ingin mendengarkan.

"Padahal dia cuma mau lindungin gue, walaupun overprotektif, dan dia....kelewatan ngegebukin lu and all of that...", ucapnya lemah dan tidak jelas, Arga lalu menyibakan rambutnya penuh rasa bingung, "Ahhh gue ga ngerti deh nai! Pokoknya gue kasian juga sama dia, tapi dia udah parah banget sampe ngegituin lu. Gue jadi...bingung. Haruskah gue maafin dia?",

Seandainya Naisya juga bisa bilang kalau ia bingung, tapi tidak, ia bukan bingung Amanda kelewatan atau tidak. Naisya bingung haruskah ia membuka kebohongan, atau terus mempertahankannya.

Lagipula mau sampai kapan ia menyimpan rahasia itu?

Dan kapan karma akan menyerangnya?

Tapi yang pasti ia belum mau membukanya,

"Gue ngerti kok, ga", jawab Naisya tetap dengan riang tercampur rasa simpati, "Tapi yah. Kalo menurut gue, Amanda udah kelewatan lho. Logikanya gini aja, kalo lu kasih kesempatan lagi, 2-3 bulan dia bakal berubah bakal baik, tapi lewat itu udah, kambuh lagi. Dia pasti jealous kalo ada cewek lain"

Arga menangkap kata-kata terakhir itu.
"Apa? Jealous ada cewek lain?"

Jantung Naisya berdegup sekali seperti ingin meledak, walaupun wajahnya terlihat tenang. Ia sadar ia keceplosan di kata-kata terakhirnya, tapi dia harus tetap tenang dan menjawab dengan logis,

"Yaaa mungkin aja dia suka lu gitu kan? Makanya dia takut kalo ada cewek lain ngerebut lu dari dia. Akhirnya dia malah nyakitin gue", ucap Naisya tetap playing victim, terus mengubur rahasianya dalam kebohongan.

Arga terdiam, mulai makan tanpa berkata apa-apa lagi. Tapi bagi Naisya itu saja yang penting, yang penting Arga tetap makan, dan berhenti berbicara soal Amanda.

Meskipun merasa bersalah, gadis itu tetap tidak sudi mendengar namanya.

Di satu sisi ia kasihan dengan Amanda dan menyalahkan diri sendiri, tapi di sisi lain ia merasa belum puas dan perbuatan Amanda padanya belum sepadan.
_________________________________________

Sudah berhari-hari lewat,
Amanda belum siuman,
Dan Arga belum bisa kembali semangat.

Hal ini membuat Dirga jengkel, ia tidak habis pikir betapa menyedihkannya Arga itu.

Padahal ia sudah berkali-kali bilang untuk tidak menjadi orang lemah lagi,

"Apaan sih?! Mellow banget jadi orang?!", marah Dirga sama seperti waktu itu.

Dulu ia juga memaki Arga yang diam di kasurnya, menangis tersedu-sedu padahal sudah berbulan-bulan semenjak kematian adiknya.

"Gara-gara kita telat...dia meninggal. Coba kalo kita dateng lebih cepet, dia pasti masih hidup, pelakunya pasti ketangkep, dia pasti masih sama kita disini", tangis Arga menyeka air matanya, membuat darah Dirga mendidih.

Giginya gemertak, menekan emosinya. Ingin sekali ia menghajar pria ini tapi pada akhirnya ia tidak bisa.

Ia hanya pergi meninggalkan Arga, tidak sudi untuk bertemunya lagi, dan membenci manusia yang lemah sekalipun itu Arga.

Tanpa interaksi lebih lanjut Arga tau, hubungan mereka retak. Dirga hanya akan bercakap di saat ada hal penting saja, sisanya ia akan menghindar.

Dirga jarang ada di rumah. Ia akan pergi dari pagi sampai malam, bahkan jarang pulang untuk tidur.

Adapun ia pulang, tapi hanya untuk meminta uang jajan atau menjawab panggilan dari ayahnya.

Namun pria itu tetap dicintai.
Ia dikagumi karena kuat, tangguh, berani, dan jago bela diri.

Tapi Arga?

Dia bisa apa?

Ia hanya pria cengeng, penakut, kikuk, dan sering telat sekolah.

Kadang Arga berharap ia tidak pernah dilahirkan. Kadang ia berharap hanya Dirga yang terlahir.

Seperti sekarang, Dirga sekali lagi meninggalkan Arga, pergi kembali ke markas rahasianya.

Daripada memikirkan orang cengeng yang tidak mau menjadi kuat itu, Dirga memilih untuk melakukan meeting di markasnya.

Bersama dengan gengnya, ia akan membahas strategi selanjutnya.

Beberapa intel memiliki informasi baru mengenai rantai hijau, yang mungkin saja...

Bisa memberi petunjuk tentang geng pembuat onar itu.

DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang