7. Rantai Hijau

72 10 4
                                    

Dirga sedang diam di ruko mainan itu, membersihkan salah satu figura dengan lap dalam diam. Matanya tidak terfokus seolah pemikirannya ada di tempat yang lain.

Tiba-tiba ingatan tentang Arina terbesit di kepalanya.

Bagaimana gadis itu menoleh padanya di ranjang rumah sakit. Seberapa tinggi ia melompat saat menerima kabar dia boleh keluar dari rumah sakit. Dan seberapa lebar senyumnya ia begitu menginjakan kaki di rumah.

Masa itu begitu indah

Sampai...

Tiba-tiba teleponnya berbunyi, menarik Dirga kembali ke kenyataan. Iapun menarik handphone dari saku sebelom menempelkannya di telinga tanpa membaca namanya.

"Datanglah...ada yang penting", ucap suara yang rendah.

Tanpa basa-basi lagi Dirga menyambar jaketnya dari meja kounter, kemudian melesat keluar ruko.

Ia bergegas menuju tempat si penelepon itu. Jika ia memanggil, berarti itu sebuah kewajiban baginya untuk datang dan mendengarkan perintahnya.

Perkataan pria itu absolut

Dirga menyusuri malam hari dengan tongkat kayu berbekas darah adiknya, jaga-jaga jika ada yang mau melukai. Namun malam ini begitu terang, sebuah kesempatan bagus untuk mengintai musuhnya. Tapi pria itu...

"Permisi", ucap Dirga masuk ke ruangan besar di dalam mansion megah. Di depan jendela besar berdirilah seseorang dengan tegak. Kakinya terlihat sangat kokoh seakan bisa merusak lantai marmer yang diinjaknya.

"Duduk disana", perintah Mr. X tanpa membalikan badannya. Dirga pun menurut, duduk ke satu-satunya bangku yang ada ditengah ruangan, seolah-olah disiapkan untuk menginterogasi.

Barulah pria itu berdialog, "Sudah berapa lama semenjak kamu kehilangan Arina?", tanyanya dengan nada yang rendah

Ia sudah menduga bahwa Mr. X ingin membicarakan ini, sekarang ia hanya bisa menunduk sambil menjawab pelan,

"5 tahun"

"Benar, 5 tahun. Mengapa belum ditemukan pembunuhnya?"

Dirga terdiam, ia malu terhadap diri sendiri karena belum menemukannya, bahkan clue yang ada disinipun sangat kecil dan tidak berguna.

"Polisi menyatakan ini kematian karena serangan jantung...detektif pun tidak mau membantu...orang yang seharusnya melindungi rakyat pun tutup mata. Kamu tau kan apa artinya ini?"

"Iya...."

"Itu artinya kita harus cari sendiri pelakunya", katanya membalikan badan, membelakangi cahaya hanya menunjukan siluetnya.

Dirga melirik orang itu dalam diam, tidak berani berkata apapun tanpa perintah.

"Laporannya?", tanya pria itu sembari berjalan perlahan menuju kabinet di ujung ruangan, membunyikan sepatu pantofelnya ke sekujur ruangan.

"...saya menemukan salah satu anggotanya, Rantai Hijau, adalah murid sekolah Rising Smartness", ucap Dirga dengan formal ke atasan.

Mr. X menuangkan wine ke gelas champagne, kemudian memutarnya pelan, "Lalu apa rencanamu?"

Pria yang memburu pembunuh itu mengepalkan tinjunya, kemudian menarik nafas menahan amarah,
"Saya akan mencari orang itu"

"Hmph...bodoh. Saya tau kamu mau mencari orang itu, tapi dengan bantuan siapa? Kamu pikir kamu bisa sendiri? Atau dengan geng kecilmu itu?", tanya Mr. X menempelkan gelas ke bibirnya, perlahan meneguk minuman kemerahan tersebut.

Dirga kembali berpikir, "Saya akan meminta bantuan orang dari sekolah itu"

"Siapakah?"

"Jimmy Gabe"

DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang