Dirga dan gengnya berhasil mendorong geng musuh pergi dari teritorinya. Setelah memastikan, mereka berjalan kembali ke markasnya.
Markas yang tersembunyi, dulunya berupa dapur dari ruko tapi karena sekarang ruko itu digunakan sebagai toko mainan, pemiliknya setuju geng remaja tersebut mendiami dapurnya, yang penting bayar listrik tiap bulan.
Mereka memasuki pintu kaca ke toko yang sepi. Pemilik yang berkumis tebal melirik mereka, "Menang?", tanya pria tambun itu kembali menulis di buku besarnya.
"Iya dongg", seru salah satu dari member gang. Bapak itu manggut-manggut paham tanpa berkata apa-apa lagi.
Mereka memasuki belakang konter, markas mereka.
Dapur yang dimodif menjadi tempat nongkrong pribadi. Kecil, tapi cukup buat mereka. Banyak graffiti glow in the dark disana-sini, stereo besar dengan speaker JBL, lalu rak berisi buku atau senjata mereka, ditengah ruangan ada sofa cream juga meja kayu. Diatasnya ada box berisi barang-barang. Juga komputer di pojok ruangan.
Dirga meletakan kayunya di lantai, kemudian bersender ke dinding, dilewati teman-teman gengnya.
Dion duduk di sofa, membuka tangan kekarnya memenuhi punggung sofa. Ia menggaruk lukanya yang ada di alis kanan sambil menghela nafas lelah,
"Hari ini lumayan juga tuh geng! Gue sampe digebukin 3 kali!", serunya dengan suara yang menggelegar."Ya. Ini ga sama kaya biasanya. Dulu mereka biasa nyerang satu persatu dari arah berlawanan. Tapi sekarang mereka menggunakan taktik keroyok. Cara yang busuk tapi efektif", puji Bian dengan matanya yang terlihat malas, ia duduk di meja komputernya sembari terus mengingat gerakan musuhnya tadi.
Arya melewati mereka menuju stereo, ia menyambungkan bluetooth, setelah memilih lagu, ia memperbesar suaranya.
Ia kemudian meletakan kedua tangan di pinggangnya, kemudian mengikat rambutnya yang cukup panjang. Dengan tegas ia berkata, "Gimanapun juga mereka musuh kita. Mau kita puji gimanapun, mereka bakal nyerang"
Seseorang yang duduk di depan Dion terkekeh, ia menyibakan rambut ikalnya, menatap Dirga.
"Satu-satunya yang nentuin musuh atau bukan cuma Dirga"Pria itu masih diam bersender, matanya melotot penuh kebencian, terbakar ingatannya.
_________________________________________
5 tahun yang lalu."Kakak....tolong aku....kak....", rintih suara kecil, meringkuk ketakutan memeluk dirinya. Ruangan yang kecil ini dingin, satu-satunya sumber cahaya hanyalah dari atap yang rusak, menyelipkan cahaya bulan di malam hari.
Nafas gadis itu bergetar ketakutan, bibirnya membiru, begitu juga dengan tangan kecilnya. Ia menangis yang seakan berlangsung selamanya, ia pasrah, tidak tau harus apa. Ia hanya bisa berharap kakaknya datang menolongnya.
Pintu kayu yang rusak dibuka, membuat gadis itu berjengit ketakutan. Begitu ia melihat sosok itu, ia menggeleng ketakutan, nafasnya perlahan tersenggal sembari membunyikan,
"Tidak....tidak....gamau...jangan lagi..."
"KAKAAAAAAAK!!!"
Disaat bersamaan, seorang kakak berlari tak tentu arah, mencari adiknya. Namun ia malah ditemukan oleh geng musuhnya.
Ia langsung mengayunkan tinjunya begitu mereka berada di jarak yang memungkinkan. Saat musuhnya ambruk, ia segera berlari, mencari lagi.
"Dek...bertahan sebentar ya...kakak dateng", kata pria itu dengan hati yang was-wasan.
Ia diberi pilihan di pertigaan gang. Dengan cepat ia memilih lajur kanan, tidak menyia-nyiakan waktu untuk menyelamatkan adiknya.
Tapi ia dipertemukan dengan pintu kayu yang lapuk, disusul dengan bau darah. Kengerian langsung merebak di hatinya, takut itu adiknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara
Ficção AdolescenteDirga? Arga? Adalah orang yang memiliki sifat bertolak belakang Arga adalah orang yang culun dan cenderung pendiam disekolahnya. Tapi dia memiliki rahasia diluar... Dirga adalah orang tangguh dan misterius. Bahkan masa lalunya masih berupa misteri S...