11. Perburuan Ilmu Hitam

51 13 0
                                    

Lukas dan Alger tiba di sebuah hutan yang sepi dan mencekam. Hutan yang berbeda dengan hutan tempat Lukas mengurung Knela. Kedua laki-laki itu berada di tengah rimbunan pepohonan yang gelap dan cenderung terlalu lebat daunnya. Mereka hendak melakukan aksi berburu ilmu hitam seperti rencana. Tak lama, mereka pun tiba tepat di bagian pelosok. Ada lingkaran besar di sebuah tanah dengan simbol-simbol aneh. Lukas dan Alger berdiri pada kanan kiri lingkaran.

"Siapkan senjatamu, Alger. Aku merasakan kali ini akan jauh lebih berbahaya." Lukas mewanti-wanti Alger. Niat mereka untuk menguatkan diri sendiri memang perlu usaha ekstra. Asal mula penyihir seperti sejarah, memang berasal dari kekuatan lain yang cukup jahat. Sejujurnya para penyihir tidak perlu menguatkan diri dengan cara sulit seperti itu. Mereka bisa hidup sepanjang hayat dengan aman-aman saja. Alger pun tak perlu melakukan itu. Yang perlu justru Lukas, sebagai penerus dan pemimpin asli Kerajaan Ambers, kerajaan penyihir. Lukas ialah turun temurun yang namanya sudah tertulis untuk melakukan kontrak khusus. Dia diwajibkan untuk menanamkan kekuatan ilmu hitam itu dari waktu ke waktu. Tantangannya ialah pada niat dan hati. Karena kekuatan gelap yang didapatkan besar, maka sang pengambil kekuatan tak boleh terperdaya. Hatinya harus tetap bersih. "Keinginanmu untuk menghiburku dengan cara ini cukup menantang, Alger. Kau yakin, ingin ikut?"

Alger terkekeh. Laki-laki yang merupakan penyihir divisi penyerang itu entah sejak kapan sudah siap dengan sebilah pedang panjang yang pucuknya dia tumpukan ke tanah. Laki-laki mengangguk dengan sorot mata pasti.

Menangkap balasan gestur Alger, Lukas segera melakukan maksudnya datang di sana. Sejujurnya, dia dan Alger sudah sekali dua kali melakukan hal ini bersama. Kemampuan serang Alger, juga bukan main bagusnya—hampir setara dengannya. Lukas segera membaca beberapa mantra. Lingkaran tempat pencari kekuatan yang hanya diketahui pihak tinggi kerajaan itu bergetar. Tanah-tanahnya terdengar bergemuruh dari dalam. Lukas sendiri merasakan tanah yang dipijakinya turun. Terus ke bawah, hingga dirinya dan Alger segera berada di ruang bawah tanah yang luas namun gelap sesak.

"Aku tak bosan-bosan mengingatkan. Kau tak harus mengikutiku melakukan ini. Ajakan berburumu sudah cukup, Alger. Kau bisa diam di sini atau menungguku di atas." Lukas bersiap, menarik pedangnya dari balik jubahnya. Lelaki itu menatap Alger dengan penuh arti. "Terakhir kali kau ikut aku melakukan ini, kau hampir mati. Kau tidak ingat itu?"

Ya. Kali terakhir Alger ikut Lukas, sahabat karibnya itu sudah hampir sepenuhnya terperdaya dengan ilmu hitam yang berusaha menipu. Jika Lukas tak cepat-cepat menarik Alger dari dalam sana, entah sudah menjadi apa Alger sekarang.

"Kau sangat mengkhawatirkanku, ya, Lukas." Alger tersenyum kecil. Sebilah pedang panjangnya yang sudah siap dia gunakan itu dimasukkannya lagi. Laki-laki berdecak malas, tapi nada suaranya tetap ramah. "Ah, kau tidak seru. Senang kau membuatku merasa seram? Baiklah, karena sahabatku yang konyol ini meminta, aku akan kembali saja ke atas."

Seruan tiba-tiba Alger yang benar-benar mengalah itu membuat Lukas cukup terkejut. Pasalnya, sebelumnya, dibanding dirinya sendiri, Algerlah yang paling bersemangat. Namun, Lukas menghargai itu. Hati laki-laki itu menjadi jauh lebih tenang dengan keputusan sahabatnya. Lukas dapat lihat Alger mendekat. Laki-laki itu mengalungkan siku ke arah leher Lukas, menyemangatinya.

"Semoga berhasil, Lukas. Meski aku tahu kau tak pernah sedikitpun gagal melewatinya. Jangan berakhir di sini karena jika itu terjadi aku sendiri yang akan membunuh gadis hantumu dengan tanganku!" Setelah berceletuk demikian, Alger menarik rangkulan tangannya dan mundur. Laki-laki itu menghentakkan sebelah kakinya, lantas bagian tempatnya berdiri terangkat pelan-pelan. Untuk terakhir kali, Alger sekalian memberi pesan. "Aku akan menunggumu sambil makan kacang. Jangan lama-lama dan ingat, jangan mati konyol."

Selang waktu kemudian, Alger benar-benar sudah kembali ke atas. Di bawah, tempat yang gelap sesak itu Lukas sempurna sendirian. Tak memakan banyak waktu, laki-laki itu berjalan menyusuri jalan luas yang biasa dia lewati untuk menuju tempat uji penyerangan—guna mendapat ilmu hitam. Tak seperti terakhir kali ke sini melewatinya dengan Alger, Lukas tak perlu cemas lagi dan hanya perlu menjaga dirinya sendiri.

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang