24. Tekad Pengubur Rasa

39 12 0
                                    

Lukas sudah kembali ke masa sekarang. Isi restoran di hadapannya kini hanya dilewati segelintir penyihir yang merupakan pengurus restoran. Ruangan restoran itu terang, tapi sudah tidak diisi ingar bingar perjamuan yang Lukas lihat setahun lalu. Laki-laki itu segera mengambil alih kesadarannya, mengedarkan pandangan.

Dia mencari keberadaan manusia kulit putih yang membawanya ke tempat itu. Knela, gadis yang di awal menceritakan beberapa poin masa lalunya sendiri itu tiba-tiba tak Lukas temukan melalui radarnya. Laki-laki itu benar-benar menelisik ke sepenjuru ruangan, bertanya-tanya ke mana gadis itu selama Lukas sedang sibuk melihat masa lalu.

"Knela?" Sambil mencari Knela, Lukas menyerukan namanya. Laki-laki itu berjalan ke sana kemari untuk memastikan keberadaan Knela yang tiba-tiba hilang. Baru pertama kali ini gadis itu pergi tanpa izinnya.

Dengan perasaan yang kian ke mari kian panik, Lukas memutuskan untuk mencari Knela ke luar restoran. Laki-laki itu keluar melalui pintu samping, yang mengarahkan dia ke bagian luar restoran berpemandangan pantai secara langsung.

Akhirnya, Lukas menemukannya.

Gadis kulit putih dengan gaun warna senada, sedang berdiri memunggunginya sambil menumpukan siku tangan ke sekat pembatas. Gadis itu tampak diam dan tenang, tak menyadari kedatangan Lukas sama sekali.

"Knela, aku mencarimu. Jangan asal pergi." Lukas mendekati Knela yang entah sedang apa itu. Laki-laki itu menilik gadis itu baik-baik, mendapatinya sedang memejamkan mata sembari menikmati terpaan udara malam yang dingin menyejukkan.

Mendengar suara Lukas, Knela perlahan membuka mata. Mata biru gadis itu sontak terlihat, mengilat dan memandang Lukas di sisinya teduh. Gadis itu menerbitnya senyum tipis, kemudian agak menundukkan kepala sekilas.

"Maaf, Tuan. Saya kira Anda akan lebih lama dalam pembacaan masa lalu. Jadi saya memutuskan untuk berjalan ke luar sini. Saya tidak ke mana-mana, kok."

Lukas hanya menghela napasnya. Tangan laki-laki itu terulur mendekati sekat pembatas, kemudian meniru apa yang tadi Knela lakukan. Laki-laki itu tak memberi balasan apa-apa, hanya memejamkan mata. Mencoba merasakan tiupan angin yang menyentuh kulit wajahnya. Laki-laki itu mencoba menikmati hawa dan suasana malam itu.

Knela mengamati Lukas lekat. Gadis itu tersenyum kecil lagi, menyadari Lukas melakukan hal serupa dengannya sebelumnya. Knela menatap baik-baik Lukas di sisinya yang sedang sibuk menutup mata. Dia melihat rambut kekuningan lelaki itu diterpa angin, tampak bebas dan indah. Postur tinggi tubuh Lukas juga membuat gadis itu tiba-tiba terpaku. Semakin dia lihat, Lukas semakin tampan dari sisi samping. Terutama kala tudung jubahnya diturunkan. Perasaan Knela membuncah. Ada sesuatu yang gadis itu rasakan jauh dalam hatinya.

Tanpa sadar, tangan Knela terulur. Gadis itu terbuai oleh rambut Lukas yang tampak begitu sayang untuk sekadar dia pandangi. Sedetik kemudian, tangan itu sudah terangkat, bergerak mendekati rambut Lukas dan ... menyentuhnya.

"Apa yang kau lakukan?" Lukas yang entah sejak kapan sudah membuka matanya lagi membuat Knela buru-buru meraih kembali tangannya. Gadis itu salah tingkah, mulai tersadar hal bodoh apa yang barusan refleks dia lakukan.

Lukas pasti sadar betul rambutnya dipegang.

Belum sempat Knela meminta maaf, Lukas sudah menyerukan sesuatu lain yang tak berkaitan dengan hal barusan. Laki-laki itu justru mengalihkan pembicaraan, seolah-olah kerefleksan Knela tadi bukanlah masalah besar. Lukas menanyakan sesuatu padanya. Pertanyaan yang jauh membuat Knela sesak napas dan lebih salah tingkah.

"Knela, mengapa kau menyukaiku?" Dengan nada berat, Lukas menatap Knela lurus. Tampak ingin tahu jawaban dari pertanyaannya. "Kau tahu aku tidak tertarik balik secara arti sesungguhnya padamu. Di sisi lain, apa yang akan kau katakan pada pemimpin penyihir nanti jika rasa yang kau berikan padanya terbagi?"

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang