6. Portal

95 20 0
                                    

Usai adu pertanyaan yang tidak ada habisnya itu, Lukas memutuskan untuk langsung pada niatnya. Laki-laki itu bukan tanpa alasan membawa Knela ke lantai dua.

"Aku ingin menunjukan sesuatu padamu. Tapi sebelumnya, mari kita saling tukar penawaran." Lukas bangkit dari duduknya di sofa. Laki-laki itu berjalan pelan, tidak ke arah Knela, tapi ke arah bagian tengah lantai dua kosong itu. Entah apa yang dia akan lakukan. "Apa hal yang senilai dengan harga duniamu?"

Knela meneguk air gelas usai makan. Gadis itu menghadap ke depan. Lukas yang berada di tengah bangunan sepi itu ada di belakangnya. Mereka saling berpunggungan agak jauh, tapi Knela masih bisa mendengar suara Lukas barusan.

"Harga dunia apa maksudmu, Tuan Serigala? Maksudmu dunia manusiaku?"

Lukas di tempat mengangguk. "Ya. Bawa aku ke tempat di mana aku bisa melihat keseharian lamamu. Tempat yang bisa menguak segala cerita lamamu." Tempat yang bisa membuatku tahu akan sisi dirimu, Knela.

"Kau tidak kenal menyerah, ya Tuan." Knela menangkap kegigihan Lukas untuk mengetahui lebih seluk beluknya yang padahal tidak ada apa-apa. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala, memutar badan dan melihat Lukas yang memunggunginya sambil berdiri itu. Masih duduk di sofanya, Knela menanggapi persoalan harga yang senilai sesuai pertanyaan Lukas. "Saya bisa menunjukkan semuanya tentang diri saya, dan tidak akan bohong. Tapi harga yang mungkin akan saya patok juga sama. Saya ingin rasa ingin tahu, Tuan. Saya ingin tahu dunia penyihir lebih dalam. Sejarah mereka. Pembagian tugas mereka. Barangkali dengan begitu, saya bisa lebih memahami perasaan pemimpin penyihir yang kehilangan itu. Syukur-syukur saya bisa punya kesempatan juga untuk bertemu dengannya. Tidak adil jika hanya dia yang pernah melihat saya tapi saya tidak."

Lukas bukan main tersentaknya. Jawaban Knela tentang harga yang diminta terdengar mengejutkan, aneh, sekaligus tidak masuk akal. Apa-apaan tentang ingin memahami pemimpin penyihir? Seniat itukah Knela untuk mendalami dunia sihir dan apa saja yang sebetulnya ada di kaum Lukas? Lalu, untuk apa? Apa manfaat untuk Knela sendiri jika mengetahui itu?

Badan Lukas masih menegang. Tapi dia tidak membalikkan badan sama sekali untuk melihat Knela. Bibirnya kaku. Untuk sepersekian detik dia mencoba mencerna maksud Knela, tapi dia malah tersesat sendiri dalam penalarannya.

"Apa maumu untuk bertemu dengannya? Apa kau sama sekali tidak takut dibunuh hidup-hidup jika bertemu langsung?"

Knela menghela napas. Dia ikut bangkit dari sofa, berjalan ke arah Lukas di tengah bangunan. Langkahnya pelan. Ragu-ragu dia mendekat, hingga akhirnya tiba di tepat samping Lukas. Laki-laki itu tampak asik menunduk, sama sekali tidak terusik dengan kedatangan Knela di sisinya.

"Bukankah kata Tuan dendamnya tidak ada pada saya?" Knela bertanya. "Lagipula, Tuan. Saya hanya ingin memberitahunya sedikit nasihat. Mungkin dia tidak minat mendengarnya. Tapi jika saya bisa bertemu dengannya, akan ada kemungkinan dia sedikit memikirkan apa yang saya katakan."

Lukas melirik dengan ujung mata ke samping, tempat Knela berdiri di kirinya. Lantas laki-laki itu memandang ke bawah seperti semula, membisu. Membiarkan Knela bicara dengan sendirinya.

"Pertama saya memang akan bilang bahwa saya tidak akan balas dendam padanya atas kematian kedua orang tua saya." Knela menyatukan kedua tangannya di depan. Gadis itu berdiri tegap, memandang ruangan kosong yang tak ada apa-apanya itu. Di pikirannya terolah nasihat yang ingin sekali disampaikan kepada sang pemimpin penyihir andai saja dia bisa. "Saya juga akan bilang bahwa hidup terlalu sempit untuk balas dendam. Pembalasan itu tidak akan mengembalikan apa yang telah hilang. Mungkin kita puas melakukannya, tapi itu tetap tak baik karena memindahkan derita. Karena hidup itu, Tuan, sejatinya tentang menerima dan melepaskan."

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang