1. Kutukan

279 39 1
                                    

Setelah Ibu Kota Gyatera, Ambers, dikuasai oleh penyihir, seluruh kota di Gyatera diadakan penyidikan dan pencarian sisa manusia besar-besaran. Para penyihir tidak membunuh mereka. Peperangan sudah berakhir. Pemimpin mereka mati. Lukas, sebagai pemimpin penyihir Kerajaan Ambers, membuat kesepakatan sepihak. Itu bukan kesepakatan kejam. Lukas sejujurnya memang menginginkan kedamaian. Maka, pada suatu surat kabar yang disebarkan pada sepenjuru negara Gyatera, Lukas menuliskan:

Dengan ini, manusia setuju untuk hidup bersama penyihir. Kalian para manusia berjanji untuk tidak melakukan penyerangan, secara pribadi maupun massal. Apapun keputusan pemerintahan yang dipimpin oleh penyihir, kalian akan mengikutinya. Bagi penentang, kematian adalah hukuman.

Untuk mencegah terjadinya perang kembali, para manusia akan dibagikan surat pernyataan anti kontra. Tanaman karet pencipta anti magis untuk menyerang penyihir, akan dihanguskan.

Pemimpin Ambers sekaligus kota yang ada di Gyatera,
Lukas Alberta.

Surat kabar itu sudah menyebar ke seluruh bagian wilayah. Para manusia, sekarang merupakan bagian dari pasukan penyihir. Penyihir cukup baik untuk tetap menerima mereka. Karena penyihir mulanya merupakan manusia juga, hanya saja memiliki tingkat intelektual tinggi dan bakat yang kuat.

"Tuanku Yang Mulia! Kutukan! Kutukan!" Seorang ahli ramal kepercayaan Lukas datang terbirit-birit ke tempat makan malamnya kala itu. Lukas sendiri sedang menyantap daging dan sayur bersama para petinggi penyihir lainnya. Sontak, perhatian mereka teralihkan ke peramal tua yang datang dengan penuh kepanikan.

Air muka Lukas seketika serius. Dia menatap lurus-lurus peramal pria tua di hadapannya. Ruangan makan tinggi bernuansa megah dengan dekorasi warna emas itu sunyi senyap. "Ada apa, Peramal? Kutukan apa yang kau maksudkan?"

Peramal itu menstabilkan napasnya yang naik turun terengah. Dia membungkukkan badan sebentar di hadapan Lukas, lantas menunjukkan bohlam bundar keunguan miliknya. Peramal itu menaruh alat itu di atas meja, lantas tanpa disuruh mulai melakukan pekerjaannya. Disentuhnya permukaan bohlam sambil menatapnya penuh arti. Kemudian, beberapa gambaran terlihat dari dalam sana. Gambaran itu tidak nyata, hanya muncul ilustrasi dan kode-kode yang hanya dipahami peramal.

"Kutukan," ujar peramal membaca arti gambar bohlamnya. "Putri ... putri Raja dan Ratu para manusia. Dyacanela Lilian. Dia kutukannya, Tuan Alberta! Anda harus membunuhnya sekarang juga, karena dia adalah ancaman besar untuk keberlangsungan hidup penyihir! Dia yang akan membunuh Anda!"

Lukas tersentak mendengarnya. Tubuhnya yang santai mendadak menegang. Tetapi, Lukas berusaha menteralisirnya.

"Jangan khawatir, Peramal. Dia sudah berada di tempat penahanan. Saya juga tahu dia penerus pemimpin manusia yang bisa mengancam. Tapi, Peramal. Apakah kau meragukan keputusanku untuk tak segera membunuhnya?" tanya Lukas agak tersinggung. Sejujurnya ketersinggungan itu hanya untuk menutupi rasa gentarnya. Lagipula, dia memang punya rencana khusus untuk Dyacanela Lilian, putri dari Raja dan Ratu manusia yang orang tuanya dia bunuh pagi tadi. Itu jauh lebih menarik ketimbang harus membunuhnya sekarang.

Tapi, apakah gadis itu sungguh ancaman untuknya?

"Lalu, bagaimana kronologi yang kau dapat? Memang bagaimana dia bisa melakukannya? Apa yang gadis itu bisa lakukan hingga membuatku mati?" Lukas bertanya terang-terangan. Seisi ruangan makan malam itu terdiam menyimak.

"S-saya ...," ujar peramal itu terbata. "Saya tidak bisa menangkap apa-apa. Tapi dia membahayakan, Tuan. Saya bahkan tidak bisa membaca dirinya. Seperti ada yang menutupi. Biasanya yang seperti ini kutukan, Tuan. Kutukan karena Anda telah membunuh kedua orang tuanya."

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang