27. Permintaan Tanpa Kode Tambahan

41 13 0
                                    

Yang anak lelaki itu tahu, dia hidup di kalangan penyihir keren dan punya kekuatan super. Dia berasumsi bahwa barangkali nasibnya begitu bagus untuk sekaligus lahir dari keluarga kerajaan atas penyihir, hingga menjadi keturunan pemimpin.

Namun, itu sebelum. Itu sebelum Lukas kecil ditampar telak oleh kenyataan yang menggerogoti isi kepalanya. Itu sebelum suatu malam ada iblis yang mencekik leher dan menuntutnya, itu sebelum Lukas diberi pelajaran dengan luka cambuk yang hingga dewasa membekas di tubuhnya. Luka yang tiap mengingatnya, dia ingin menangis. Luka yang membuatnya marah. Karena luka itu, membuatnya benci segalanya.

Dia benci lahir di kalangan tinggi penyihir. Dia benci dirinya, dia benci Ayahnya sendiri, sebab membuatnya menanggung semua itu. Ayah Lukas, semenjak hari itu, meminta maaf besar dan berusaha membuat Lukas kecil tenang. Tapi Lukas kecil terlanjur sakit. Traumanya besar. Jiwanya terasa dihabisi. Lukas tidak ingin hidup, Lukas lelah sekali.

Tapi bunuh diri tak menyelesaikan masalah, dan itu juga terasa salah untuk Lukas menyerah begitu saja. Kemurnian hatinya perlahan berkobar lagi menguasai dirinya. Maka, maka pada hari berlalu yang berusaha dia lalui dengan berat, dia akhirnya mencoba memaafkan segalanya. Memaafkan takdirnya. Memaafkan Ayahnya, sekaligus Ibunya yang tak bisa apa-apa. Memaafkan Gretha, adiknya, yang mendapatkan masa depan baik karena tak perlu menanggung apa yang dibebankan padanya.

Anak kecil itu, membesarkan hatinya. Sambil berharap keturunannya kelak punya hati yang tak semurni dirinya supaya tak perlu dihukum seperti masa kecilnya. Atau paling tidak berharap supaya apapun terjadi agar tradisi kelam itu terpatahkan.

"Begitu ceritanya, Knela." Lukas sudah selesai memberitahukan perihal masa kecil pemimpin penyihir yang sekarang, perihal luka dan traumanya sendiri. "Pemimpin penyihir sekarang bukanlah penyihir yang tidak punya kurang. Kau rasa dia sempurna, Knela? Tidak. Hidup itu sejatinya tidak adil untuk semua orang, Knela. Hidup tidak pilih kasih untuk menyakiti orang dengan pangkat tinggi sekalipun. Beberapa orang memang diberi kekuatan besar, beberapa diberi kekayaan, beberapa lainnya dianugerahi banyak berkah, tapi tidak dengan sisi hidupnya yang lain. Jadi, Knela."

Knela mengerjapkan mata, kian terbawa suasana. Dia teralihkan dengan kata terakhir lukas.

"Jadi Apa, Tuan?"

"Jadi," jeda Lukas, "apakah kau yakin akan menjaga perasaan pemimpin penyihir yang tidak bisa sepenuhnya kau terka? Apa yang akan kau lakukan terhadap sisi terlukanya? Lebih tepatnya, apa yang kau punya?"

Mendengarnya, Knela justru menerbitkan senyum. Tampak tidak terpojokkan dengan pertanyaan Lukas. Tampak tidak kosong sebab memiliki inovasi yang sudah dia rencanakan, diiringi ide-idenya yang selalu mengalir deras bersamaan hati bersihnya.

"Saya kira Anda sudah mengerti, Tuan. Saya berkali-kali telah mengatakannya." Suara Knela pelan, tapi penuh ketegasan. "Saya akan selalu ada di sisinya, saya akan membagi hati tersisa saya untuk membesarkan hati kecilnya. Saya tak punya apa-apa, tapi saya akan jadi istri kedua dengan rumah teraman untuknya berpulang dan melepaskan duka. Saya, Tuan. Berharap punya kesempatan untuk menjadi bagian hidup manisnya di antara seluruh alur pahit. Kehadiran saya akan menjadi cerita indah, yang saya semogakan tak akan pernah beliau lupakan."

***

Usai perbincangan dalam dan tanggungan cerita rahasianya terbayar, Lukas memutuskan untuk melakukan pekerjaan lainnya sebagai pemimpin penyihir. Lukas sebetulnya tak tahu apa yang akan terjadi di depan selanjutnya, apa yang akan dia lakukan lagi bersamaan hari-harinya dengan Knela. Lukas sudah selesai membaca masa lalu gadis itu, dia juga kelar terhadap tanggung jawabnya berdongeng tentang seluruh cerita penyihir.

"Aku akan melanjutkan pekerjaanku yang lain. Terserah kau setelah ini hendak apa. Selain bersama Estria, aku akan memanggilkan Alger untuk membantu mengawasimu. Sebab setelah cerita rahasia ilmu hitam penyihir tadi, kau harus lebih mengkhawatirkan dirimu sendiri dan jangan menyesal telah memintaku menceritakan itu." Lukas bangkit dari duduknya, dia menepuk-nepuk kain celana formalnya dari debu, hendak pergi begitu saja usai mengucapkan kalimat barusan. Namun, balasan Knela cepat terdengar untuk mencegahnya terburu beranjak.

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang