21. Sarapan Bersama

43 14 0
                                    

Esok paginya, Lukas sudah mendengar lantunan piano yang terdengar memanjakan telinga dari ruang makan kerajaan. Lantunan itu terdengar semangat dan bahagia. Seolah-olah pemainnya usai dimandikan rasa senang. Seolah-olah pagi itu ialah pagi di mana dia merasa sangat hidup. Hingga nada-nada yang terdengar begitu manis, seolah ada bunga-bunga bermekaran yang menggelorakan wanginya di udara. Hingga suara itu membuat siapapun yang mendengarkan betah.

"Alger, apakah kau yang meminta pemain musik memainkan sebuah lagu dengan piano? Tapi kenapa terdengar berbeda, jauh lebih indah dari yang pernah kudengar sebelumnya?" Kala hendak berbelok menuju ruang makan dari arah kamarnya, dia berpapasan dengan Alger. Sahabatnya itu tak tampak terkejut dengan kehadiran Lukas yang bertemuan langsung dengannya pagi itu.

Alger hanya menampilkan senyum lebarnya. Laki-laki berkulit sawo matang pagi itu tampak segar. Kulitnya yang kecoklatan disinari cahaya mentari jendela hingga tampak jauh eksotis. Laki-laki itu menepuk-nepuk pundak Lukas.

"Lukas, harusnya kau tahu siapa yang memainkan piano pagi ini. Biasa, lah. Seperti kemarin. Sepertinya suasana hati gadis hantumu sedang baik. Nada lagunya sangat menggembirakan, ya. Adakah kau memberikannya hadiah?" Alger tersenyum kecil, menarik kembali tangannya yang tadi menepuk pundak sang pemimpin penyihir. Masih dengan eskpresi ramahnya, laki-laki itu membungkuk, seolah sedang keburu pergi. "Baiklah, atasanku yang perkasa! Aku tak punya banyak waktu untuk bermain-main. Karena kau sibuk bermain dengan gadis kulit putih itu, semua urusanmu sungguhan kau limpahkan padaku! Terima kasih sudah membuatku begitu sibuk dan kelelahan. Sikap yang terpuji. Baiklah, aku pergi ke ruangan lain dulu!"

Sindiran Alger begitu jelas untuk menggelitik telinga Lukas. Sahabatnya itu begitu merasa dipermainkan dengan tugas kerajaannya yang dilimpahkan padanya sebab Lukas bersenang-senang dengan Knela. Namun, Lukas tahu, laki-laki itu baru saja bercanda. Lukas menggeleng-gelengkan kepala, merasa kocak akan gurauan Alger. Laki-laki berambut kekuningan itu kembali mengingat kembali bahwa ternyata, yang memainkan piano pagi-pagi itu ialah ... Knela?

Lukas tak membuat hati gadis itu baik. Pasalnya, dia tak memberi gadis itu hadiah apa-apa. Sambil berjalan mendekati ruang makan, Lukas berpikir-pikir apa yang sekiranya memang dia lakukan terhadap gadis itu. Usai memutar otak untuk berpikir keras, akhirnya Lukas menyadari satu hal.

Bahwa kemarin, Lukas memberikan nasihat dan menjadi pendengar baik untuk Knela. Dia memberi respon positif panjang lebar untuk pertama kalinya sejak mereka bertemuan. Respon yang Lukas sesali sebab membuat dirinya terlihat konyol. Terutama mengenai kenyataan berkebalikan di baliknya.

"Kau sudah sarapan, Knela?" tanya Lukas. Setibanya di sana, alunan piano Knela sudah berakhir. Kebetulan sekali. Laki-laki itu hanya berjalan santai ke kursi meja makan yang telah diisi oleh bermacam rupa makanan.

Lukas menggeret kursi untuk dia duduki, kemudian duduk di situ. Laki-laki berjubah hitam tersebut mengambil piring dan sepasang garpu dan sendok. Seperti biasa, dia menaruh makanan tertentu sesuai seleranya ke piring makanannya. Hidangan bermacam pagi ini cukup banyak, hingga Lukas bersemangat untuk sarapan.

"Saya belum makan, Tuan. Tapi tidak apa-apa, jangan khawatirkan saya. Setelah ini saya akan kembali ke kamar dan menyantap hidangan yang diantarkan ke sana. Maaf jika lagi-lagi terkesan menganggu waktu sarapan Anda, Tuan." Knela menjawab pertanyaan Lukas barusan. Gadis berambut kecoklatan dengan gaun yang kembali berwarna putih seperti biasa itu bangkit dari area piano tempat dia barusan bermain. Gadis itu hendak permisi pergi dan menjauh dari ruang makan. Kala sudah melewati area sisi Lukas untuk kembali ke kamarnya, tiba-tiba pergelangan tangannya terasa ditahan oleh sesuatu. Langkahnya sepenuhnya berhenti.

Knela menoleh agak bawah. Melihat apa gerangan yang mencegahnya. Lantas, gadis itu tahu bahwa Lukaslah yang barusan merintanginya untuk begitu saja pergi. Tangan Tuan Serigalanya itu kekar, tampak memegang tangannya yang putih kurus. Knela seolah sedang disentuh oleh sesuatu yang besar, padahal itu hanya tangan biasa Lukas.

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang