14. Setelah Kehilangan Philip

49 12 0
                                    

Lukas tidak marah. Tidak. Laki-laki itu hanya membenci perasaannya sendiri yang bereaksi aneh usai mendengar respon Knela. Dia benci untuk mengakui bahwa memang benar, lama-lama dia jadi betulan peduli pada gadis yang sejak pertemuan pertama sudah harus dibunuhnya. Sebuah kenyataan konyol akan mengapa dia jadi sebegitu perhatiannya jika Knela kenapa-napa. Memang apa salahnya jika tiba-tiba gadis itu kehabisan napas sendiri? Memang kenapa jika penyakit parunya kumat terus mati?

Apa peduli Lukas akan hal itu?

"Terserah kau jika memang menurutmu aku terlihat kelelahan. Tapi aku sendiri merasa tidak." Lukas mengelak semua gestur kecapaiannya yang jelas-jelas terlihat nyata. Gerak gerik tak bersemangatnya mencoba dia redam. Laki-laki itu mengulurkan kedua tangan ke sisi tubuh, meregangkan otot-ototnya yang tidak kaku. Menarik napas panjang, Lukas kembali bicara lagi. "Mari kita lanjutkan penyelaman masa lalumu, Knela. Apa yang kutahu tentang Philip kemarin bukanlah apa-apa. Aku tahu pasti ada sesuatu yang lebih besar terjadi. Aku tidak ingin membuang waktuku barang sedikitpun."

Bagi Lukas, urusan kutukan ini harus dia pecahkan secepatnya. Peramal yang memberikan informasi itu sejauh ini tak lagi memberi tanggapan tambahan. Tandanya, Lukas sendirilah yang harus membongkar semua kenyataan. Semuanya mudah sejujurnya. Semua mudah. Lukas sendirilah yang membuat segalanya menjadi rumit. Harusnya dia tinggal membunuh Knela, mau dia sungguhan mengancam atau tidak. Urusan benar salah itu belakangan. Lagipula, Knela bukan orang penting yang harus dia acuhkan hidup matinya.

Tapi, Lukas sendiri tak mengerti. Mengapa ... Lukas masih ingin terus mencari kebenaran akan gadis itu? Lukas tak ingin Knela keburu dia habisi. Sejak pertama dia melihat kulit pucat Knela, manusia putih yang terlihat berbeda di malam depan bangunan tingkat dua dalam hutan, dia ingin tahu mengapa gadis itu bertampilan demikian. Kini, pertanyaannya semakin meluas. Dia ingin tahu kehidupan sedih senangnya yang ingin dia jadikan penentuan harus sungguhan membunuh atau tidak. Lebih tepatnya, Lukas ingin mencari alasan membunuh paling masuk akal. Satu hal saja, satu hal saja Lukas ingin tahu keburukan Knela.

"Anda sungguh pantang menyerah, ya Tuan. Kalau boleh jujur, saya sedang tidak memiliki hasrat kembali ke tempat masa lalu untuk sekarang. Saya masih belum selesai dengan rajutan di tangan. Saya juga melihat Anda bersemangat secara niat tapi tubuh Anda tidak demikian. Tapi baiklah, Tuan Serigala yang tak ingin dibantah. Saya akan mengikuti kemauan Anda. Tapi saya akan memperingati Anda sebelumnya. Bahwa petualangan kali ini serta selanjutnya, tidak akan menyenangkan. Saya tidak enak memberi tahu Anda masa lalu yang membosankan." Knela meletakkan kain rajutannya di atas meja. Gadis itu bangkit dari duduknya. Dengan hati-hati, dia mendekati Lukas. Tangannya disatukan ke belakang. Tampak siap untuk kembali ke tempat di mana pada masa lalu, ada kejadian besar terjadi di hidupnya.

"Ayo Tuan. Kita lanjutkan perjalanan masa lalu supaya hutang cerita saya cepat lunas!"

***

Angin berembus kencang, daun-daun berterbangan dari ranting pohon. Malam itu cukup dingin. Didukung oleh awan yang bergumul mendung menandakan sebentar lagi hujan akan turun.

Lukas dan Knela tiba di suatu ruangan. Terlihat seperti kamar, sebab terdapat satu ranjang besar, lengkap dengan lampu, lemari, gantungan baju, karpet bundar besar, hingga bilik ganti pakaian. Ruangan itu dipenuhi benda-benda perempuan. Gaun-gaun, aksesoris, kaca rias feminim.

"Ini kamar saya di kerajaan manusia, Tuan. Malam ini tampak sepi, ya. Jika orang-orang istana tak dihabisi, mungkin memang benar mereka melanjutkan hidup mereka di luar kerajaan. Tinggal di sini menyenangkan Tuan, tapi juga menyakitkan. Setiap berada di sini, saya otomatis teringat momen-momen suka duka yang datang silih berganti. Saya sering bercanda dengan para pelayan akan bangsawan lelaki tampan. Makanan favorit. Cerita tentang hiruk pikuk kesibukan istana yang melelahkan. Membahas gosip penyihir,  hingga mencoba gaya riasan atau gaun baru paling modis." Knela tersenyum mengatakan itu. Gadis itu lebih dulu berjalan mendekati tepian ranjang lamanya, duduk di sana. Tatapannya beredar. Kesepian menelusup pada hawa ruangan. Kesunyian yang menghipnotis, sebab semakin memotivasi memori kepala Knela berlari memutar kenang.

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang