Epilog

241 23 8
                                    

Pagi itu berlangsung begitu saja. Entah bagaimana hal itu terjadi, tapi tahu-tahu Knela sudah mengarahkan Lukas untuk mengeluarkan pedang dari sisi tubuhnya. Gadis itu membantu Lukas untuk merasa tidak ragu akan tekadnya. Dia membantu Lukas menggenggam pedangnya sendiri sebab Tuan Serigalanya itu sangat tidak yakin untuk membunuhnya.

"Tuan, bantu saya mengakhiri semua rasa sakit. Bantu saya untuk menyudahi semua pedih yang menikam dari dalam diri saya saat ini. Tuan, rasanya dada saya ditusuk oleh seribu jarum. Rasanya paru-paru saya sudah sangat lelah mengembang dan mengempis. Tuan, bantu saya, ya? Dengan begitu saya juga bisa membantu Anda."

Mendengar itu, air mata Lukas gantian membasahi wajahnya. Laki-laki itu meneteskan air kesedihan. Matanya yang  berkantung hitam menjadi kemerahan. Mata hitam legamnya menyayu, sangat merasa terluka. Posisi dia saat ini sudah berdiri di sisi ranjang, dengan tangan memegang batang pedang. Knela memegang tangan bagian luarnya, menguatkan sang pemimpin penyihir untuk berani mengayunkan senjatanya.

"Tuan, mungkin Anda tak ingin melakukan ini. Maka bila Anda tak bisa melakukan untuk diri Anda sendiri, lakukan demi saya." Knela menyentuh tangan Lukas yang memegang pedang. Gadis itu memperhatikan wajah tampan Lukas yang dipenuhi dengan rasa ketidakrelaan. Laki-laki itu pagi ini tetap setampan kala Knela pertama kali melihatnya. Meski pagi ini, laki-laki itu tak lagi mengenakan jubah. Mata hitam legam Lukas, rambut kekuningan, mukanya yang terang, menjadi pemandangan indah yang Knela bersyukur bisa melihatnya terakhir kali.

"Tuan, saya mencintai Anda karena Anda baik. Sekadar mau menemani saya. Sekadar berkenan mendengarkan saya bercerita. Sekadar berkenan menjelaskan semua kisah penyihir. Sekadar memberi saya perjalanan menyenangkan. Maka, Tuan." Knela sungguhan menyatukan kedua tangannya untuk membantu Lukas memegang pedang dengan mantap. Diarahkannya ujung pedang itu ke dada gadis itu sendiri. Benar-benar tepat di atas dadanya.

"Bunuh saya dengan bahagia, Tuan. Jangan tunjukkan wajah sedih itu. Ini pertemuan terakhir kita. Setelah ini Anda akan menjalani hari Anda seperti sebelumnya yang memang tidak ada saya, kan? Bunuh segera. Tolong lakukan dengan singkat, tolong jangan ragu. Beranilah, Tuan. Beranilah untuk saya."

Kata perkata Knela kian menggerogoti hati Lukas dengan perasaan sesak. Mata laki-laki itu kian basah. Tangan Knela yang berusaha menegaskan pegangan tangannya, terasa sangat dingin dan kurus. Lukas semakin ingin menangis. Lukas tidak bisa, Lukas sangat tidak bisa.

Tapi sorot mata Knela meyakinkannya. Gadis itu sembari menahan rasa sakit, berusaha memberi kekuatan tersisa yang sejujurnya ingin gadis itu serahkan berkala jika bisa hidup lebih lama. Knela tidak segan-segan untuk menekankan pedang Lukas ke dadanya sendiri. Memberi kode perintah untuk Lukas segera melakukan itu.

"Tidak, Knela. Tidak begini caranya. Aku menunggumu lima hari tidak untuk ini. Aku ingin perpisahan manis. Aku tidak peduli tradisi kelam keturunan penyihir pribadiku. Aku ada di sini untuk memberimu kekuatan setelah sekian lama kau berjuang sendirian, Knela. Kenapa kau membuatku melakukan ini? Kenapa kau tega padaku dan ... dirimu sendiri?!"

Pagi itu, dalam keremangan, cahaya yang sedikit masuk membuat hati Lukas kian tenggelam dalam kelam. Suasana dirinya dibasuh oleh emosi duka yang menguar. Dadanya seolah sudah berdarah, benar-benar kian dibuat tak sanggup melakukan hal yang diminta Knela.

"Tuan, saya yang meminta. Untuk terakhir kalinya, ya? Jika memang Anda mencintai saya, Tuan. Jika memang saya sangat berarti bagi hidup Anda, maka bunuh saya sekarang. Dari situ saya tahu bahwa Anda sangatlah peduli hingga tetap melakukannya meski berat. Saya berjanji tidak akan menyalahkan Anda. Saya berjanji jika di kehidupan selanjutnya kita bertemu, saya tidak akan lagi banyak bersedih. Saya akan hidup untuk Anda, dan tak akan lagi mengizinkan takdir menengahi kita." Knela bicara sambil tersengal. Gadis itu menatap Lukas penuh harap, serta pancaran senyum terakhir yang lemas kehabisan daya. "Tuan Serigala yang saya cintai, izinkan saya membuat Anda melakukan ini tanpa rasa bersalah. Sekarang, Tuan. Lakukanlah."

Beauty and The CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang