Part 16

27.2K 2.5K 422
                                    

Awalnya Embun berjalan lambat, kakinya lemas seperti agar-agar. Ia berusaha untuk tidak mendengar percakapan dua bersaudara itu. Namun telinganya menangkap suara tawa Mas Haikal di udara, dibarengi penyampaian pesan sang kakak mengenai rasa rindu seorang istri kepada adiknya.

Mata Embun memanas, pandangannya mulai buram. Ini sangat aneh karena ia menangis tanpa suara atau sesenggukan. Hanya ada air yang berurai dari kedua matanya.

Kemudian Embun berlari, ia berlari sampai jantungnya terasa sakit. Embun ingin cepat sampai rumah, ia mengabaikan kakinya yang gemetar. Ia berniat menyalakan mantra ganapati dengan volume yang lebih besar hari ini.

Tiba-tiba ia memikirkan Bu Gita, tugas magangnya di rumah sakit dan ibunya yang sedang pergi.

Embun memikirkan untuk ikut pergi, mungkin sementara ia akan mengunjungi ibunya di tempat ayahnya bertugas,  setelah itu ia akan minta dipindahtugaskan ke rumah sakit lain, lebih bagus jika rumah sakitnya ada di luar kota.

Embun bisa pergi dari duo brengsek itu sekaligus.

Saat ulang tahunnya yang ke-12, Embun membuat permohonan agar ia bisa menjadi wanita kuat seperti ibunya. Embun dengan percaya diri mengingatkan dirinya bahwa ia tak akan merasa terlalu sakit untuk siapapun.

Ia akan mengontrol perasaannya, ia akan menyisihkan ruang agar dirinya bisa bersembunyi saat pertahanannya roboh.

Itu sebabnya Embun masih mampu berdiri setelah ia dikhianati oleh pacar dan sahabatnya. Embun juga jarang menangis, bahkan saat ia tahu ayahnya menghindar pulang ke rumah karena dirinya.

Embun terbiasa menahan rasa sakit yang menggerogoti dirinya dari dalam, dan sejauh ini ia baik-baik saja. Walau ia tahu, dengan sangat perlahan kebahagiaannya terkikis.

Tapi siapa sangka jika seseorang bisa merasa sesakit ini?

Apa bisa seseorang tetap hidup dengan rasa sakit yang begitu besar, seperti yang ia rasakan sekarang? Embun gemetar, ia tak tahu dimana rasa sakit itu berasal, ia memukuli dadanya sembari berlari, ada gumpalan di tenggorokan yang membakar lehernya.

Saat seseorang berteriak memanggil namanya, Embun tidak juga bereaksi.

Ia hanya ingin terus berlari, melewati beberapa rumah dan pohon di sepanjang jalan. Berlari menyaingi kendaraan yang mendahului dirinya sampai ia merasakan sengatan rasa sakit ketika seseorang menarik dengan paksa lengan kirinya, dibarengi suara klakson kendaraan yang memekakkan telinga.

"Kamu udah gila ya!" seseorang meneriaki wajahnya.

Embun mendongak, ia mengerjapkan matanya yang mengabur. Embun tidak sadar bahwa tubuhnya gemetaran, nafasnya juga tidak teratur.

Ia hampir tertabrak oleh sedan hitam yang melaju kencang dari arah depan.

Kedua tangannya meremas kencang kaus yang ia kenakan , matanya basah, wajahnya terasa lengket oleh keringat. Embun baru tersadar ketika Ran memeluk dirinya, membawa kehangatan yang terasa asing dan kosong diantara mereka.

***

Rasanya sudah sangat lama aku menahan keinginan untuk mendatangi Embun, meminta dirinya agar berhenti menghindariku. Tapi bagaimana bisa aku melakukan itu saat aku tahu ia butuh waktu sendiri.

Aku mengingat hari itu, saat kulihat tubuh kecilnya gemetar menahan tangis di depan dua orang yang menyakitinya. Kalau bisa, aku ingin menjadi orang yang paling dekat dengan Embun, aku ingin ia berbagi rasa sakit yang ia rasakan padaku.

Tapi aku tidak mau membuatnya lebih tertekan. Aku selalu berakhir menyentuhnya saat kami bersama, aku selalu memiliki keinginan untuk melahap tubuh mungilnya dalam satu gigitan penuh.

Tetangga Dudaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang