Part 19

543 40 1
                                    

HAPPY 5 RIBU FOLLOWERS DI WATTPAD!

SELAMAT MEMBACA
.......

Karagung berjalan gontai ke arah makam, ia sudah tidak mempedulikan ayahnya yang marah karena ia pergi di tengah percakapan. Apa lagi yang ingin ayahnya dengar? Bukankah Karagung bersedia menikahi wanita yang bahkan tidak ia kenal demi kepuasannya?

Ia berhasil membuat Karagung setuju dengan membawa nama wanita yang paling ia cintai, lelaki tua itu memanfaatkan ibunya untuk kepentingannya sendiri dan Karagung lebih membencinya karena hal itu.

Sampai di area pemakaman, ia melihat sosok gadis berperawakan kecil yang berjongkok di samping makam ibunya. Gadis itu membawa baskom berisi bunga yang ia sebar secara merata di atas gundukan tanah makam yang masih basah.

Ada buket tulip putih yang gadis itu letakkan di depan batu nisan. Ia belum juga sadar ada seseorang yang datang dan ikut berjongkok di sampingnya.

"Terimakasih ya mbun... " Karagung berucap pelan, menyadarkan si gadis yang kini tersipu malu.

"Mas tahu, kenapa tante suka bunga tulip?" Embun bertanya, berusaha untuk tidak menghadap pada sosok lelaki di sampingnya.

Karagung menatap anak tetangganya yang masih mengenakan seragam SMA. Ia baru ingat bahwa hari ini adalah hari kelulusan Embun, namun gadis ini justru datang ke makam ibunya. Apakah dia tidak merayakan kelulusan bersama teman-temannya di sekolah?

"Tidak.. " Karagung menjawab, mengikuti Embun yang masih menyebarkan sisa-sisa bunga di dalam baskom.

"Karena bunga tulip melambangkan kesempurnaan dan cinta yang abadi, mereka juga melambangkan kasih sayang yang tak terhingga," Kini Embun memberanikan diri menatap wajah sendu Karagung.

Belum pernah ia melihat lelaki yang ia puja sangat patah hati, Karagung terlihat begitu rapuh. Ada jejak air mata di sudut-sudut kelopak matanya yang terpejam.

"Aku gak tahu orang lain. Tapi aku kenal tante, aku yakin tante udah kasih peninggalan yang paling penting buat hidup mas. Cinta dan kasih sayang tante yang abadi buat mas masih di sini," Embun meneruskan, memegang sisi dadanya sendiri.

"Itu sebabnya tante selalu merawat bunga tulip di rumah. Tante berniat merawat cinta dan kasih sayangnya buat mas agar selalu abadi, walau tante udah pergi duluan." Embun mengakhiri kalimatnya. Takut-takut menilai reaksi lelaki di sampingnya yang kini membuka mata. Menoleh dan menghadap padanya sambil tersenyum.

"Terimakasih... " Agung hanya bisa mengatakan itu, tangan besarnya terulur untuk mengelus sisi kepala Embun.

"Dan selamat atas kelulusannya." Karagung melanjutkan, masih mengelus sisi kepala Embun dengan lembut dan penuh terimakasih.

Embun memerah, ia mengedarkan pandangan. Tidak ingin terpergok bahwa ia merasa sedikit bahagia dengan sentuhan mereka saat lelaki pujaannya sedang bersedih.

Lama mereka hanya diam di samping gundukan tanah basah. Embun bahkan sampai duduk di atas tanah karena terlalu lama berjongkok, sedangkan Karagung masih memainkan ujung kelopak bunga tulip putih yang Embun letakkan.

Mereka berdua menikmati angin yang berhembus dan bau tanah basah di sekitar makam. Diam-diam Embun melirik wajah Karagung, ada kesakitan yang ia sembunyikan di sana.

Embun tahu betapa inginnya Karagung menangis, bukan hanya karena ia telah ditinggal oleh satu-satunya orang yang ia cintai. Embun tahu ada hal lain, sesuatu yang menyakiti Karagung lebih dalam, membuat lelaki tangguh ini hampir menjatuhkan air mata yang mati-matian ia tahan.

Entah keberanian dari mana, mungkin karena Embun terlalu bersimpati pada Karagung. Ia berdiri, menepuk rok sekolahnya dan menubruk tubuh besar yang masih berjongkok menghadap makam. Embun berusaha membuat lengan kecilnya saling terhubung saat memeluk Karagung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tetangga Dudaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang