Part 9

77.1K 2.8K 287
                                    

Sudah seharian aku memikirkan bagaimana reaksi Embun ketika tahu bahwa aku menceritakan segala hal tentang kami ke mentornya siang ini. Aku sengaja menunggu Embun sampai pulang, berniat meminta maaf jika hal yang kukatakan membuatnya merasa terbebani.

Aku tahu harusnya aku berhenti untuk membuatnya bingung dan memanfaatkan situasi kami. Tapi bagaimana jika kukatakan bahwa bukan sekadar situasi yang membuat diriku tak bisa lepas dari gadis yang sedang memerah sekarang.

Gadis ini ada di rumahku, dengan kakinya yang keseleo hampir membuatku mematahkan sepatu ketsnya karena tidak bisa melindungi kaki mungilnya.

"Mbun?" Aku memanggilnya dari segala macam pikiran yang ada di kepala mungilnya, aneh sekali jika aku merasa sangat cemburu pada pikirannya yang membuat Embun tidak bisa fokus untuk memperhatikanku.

Aku mungkin gila, tidak pernah merasa serentan ini untuk menghadapi orang lain. Embun serasa berputar di duniaku, merasakan tubuhnya di dekapanku sekali membuatku menginginkan lebih, lebih dari sekali, lebih dari sehari, aku menginginkan tubuhnya setiap hari, menginginkan pagutan lidahnya setiap waktu.

Desiran hangat di pangkal pahaku menandakan ereksiku akan datang, Embun candu, seperti kafein yang pahit namun menggoda, seperti api yang panas namun terang, seperti hujan yang dingin namun nyaman. Embun kebalikan dari segala sifatku pada perempuan, bersama Embun aku ingin menjaganya, membuatnya merintih dan memohon padaku untuk bergerak dengan cepat menggenjot tubuhnya.

"Mas, kupikir itu ide yang bagus kalau kita harus cari tahu. Tapi apakah benar dengan menyentuhku? Maksudku, mas bisa lihat saja dan menentukan bagian mana yang sekiranya jadi fetish mas."

"Li-lihat saja?" aku meringis, mataku terpejam sebentar untuk menetralkan getaran di penisku. Aku mencoba membenarkan posisi duduk kami, dengan lembut kuhadapkan badan Embun untuk menatap wajahku dengan jelas.

"Ya, aku, mas tahu kan gimana responku kalau mas sentuh aku?" Embun benar-benar serius, ada tekad di matanya yang membuatku dengan hati-hati mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.

"Bagaimana responmu?" aku bertanya, memperhatikan titik mungil di bawah hidungnya yang bergerak, lidahnya menjilat bibirnya yang penuh sebelum melanjutkan,

"Aku, aku merasa kita akan berakhir seperti di Cinema Drive, a-aku akan terangsang, mas akan ereksi dan kita.." Embun berhenti, kehilangan kata-katanya sendiri, rona di pipinya bertambah parah,

Aku memegang pipinya yang menghangat, mengalirkan hawa hangatnya ke ujung jari-jariku,

"Tapi saya sudah ereksi," Aku masih memegang pipinya, mengangkat jari-jariku sedikit untuk mengelusnya lembut.

Embun memejamkan mata, menelan saliva di mulutnya dengan susah payah.

"Mas, kita tahu ini gak akan berakhir baik." Embun berkata, hembusan nafasnya menggelitik wajahku.

Aku mencium titik kecil di bawah hidungnya, Embun tersentak sedikit, namun tubuhnya segera rileks saat kuusap lembut kedua bahunya.

"Kita belum mencoba." aku menyentuh bibir bawahnya dengan jariku, menggerakkan ibu jariku di sepanjang bibirnya yang tebal, Embun membuka mulutnya, matanya masih terpejam saat kubawa jariku ke mulut, merasakan bekas basah bibirnya di lidahku.

Suara cecapku membuat Embun membuka mata, matanya melebar melihat apa yang kulakukan, aku menjilati ibu jariku, embun mencondongkan wajahnya dan menempelkan mulutnya pada jariku, Embun ikut mencecap rasa mulutku di sana.

Sialan! Ini sangat erotis dan sepertinya Embun tidak menyadari kelakuannya membuatku tidak bisa menahan penisku yang semakin menggembung.

"Mbun, saya mohon. Coba saja, bantu saya."

"Bagaimana?" Embun membuat gerakan yang tidak nyaman di duduknya. Aku melihat rok spannya tertarik ke atas, paha kecilnya terekspos, aku bisa melihat celana dalam hitam di baliknya.

"Kita mulai dari mulut, tolong hisap penis saya." darimana asal kepercayaan diriku untuk meminta hal kotor ini pada sosok malaikat di depanku adalah nihil, tidak ada, aku tidak tahu darimana itu berasal. Merasakan tubuh Embun bergetar membuatku merasa bersalah, tapi tidak lebih besar dari keinginanku untuk membawa penisku ke mulutnya yang terbuka.

Aku menatap matanya, intens kami tidak bisa dijelaskan, Embun masih diam, sebelum mengelus sisi wajahku dengan tangan kanannya.

"Mas yakin?"

Aku mengangguk, berdiri, membawa celanaku turun ke betis, memperlihatkan penisku yang membengkak. Ekspresi Embun adalah surga, ia terpana sebelum menggenggam batangku yang mengeras.

"Besar..." kata-kata menggantung di antara kami, embun membawa penisku mendekat, tangan kirinya ada di bokongku, mengelusnya dengan lembut.

Aku kira Embun akan langsung membawanya ke mulutnya yang hangat, tapi Embun menghirup aromanya dalam-dalam. Wajah kecilnya ia benamkan di selangkanganku, menggesekkan wajahnya di antara bulu-bulu kemaluanku. Aku tersihir, ini mimpi, tidak mungkin rasanya sangat memabukkan seperti ini.

Apa yang selalu kubayangkan terjadi, wajah Embun di selangkanganku, mengulum penisku yang membengkak karena dirinya.

Embun masih menghirup aromaku, ujung lidahnya sengaja menyentuh bolaku sebelum menjalar ke kepala penisku yang memerah.

"enghh... Embun.." aku memanggil namanya, embun mengulangi hal yang sama, menjilat penisku dengan ringan, menikmati tiap gigil yang kukeluarkan.

Lidahnya berhenti di kepala penisku, berlama-lama menjilat memutar di sana, kemudian rasa hangat menyelimuti ujung penisku, Embun hanya membawa kepala penisku yang membengkak ke dalam mulutnya, ia menghisap, suara cecapnya menggema di ruangan, melihatnya seperti menghisap permen hampir membuatku datang.

Oh Tuhan, ini bahkan hanya ujung penisku yang ia hisap. Aku yakin beberapa cairan precum di ujung penisku sudah mengalir ke tenggorokannya.

Tanganku memegang kepalanya, membawa penisku lebih masuk ke mulutnya. Embun merintih, suaraku tercekat saat hampir seluruh batang penisku masuk ke mulutnya yang hangat.

Ujung penisku ada di tenggorokannya yang bergetar, tanganku membantu kepala embun untuk bergerak, lidahnya ada di sepanjang penisku, Embun membuka matanya, menatap wajahku sambil mengulum penisku di mulutnya yang mengetat.

"Sialan, ini enak!!" aku menggeram, menghentikan gerakan embun yang bertambah cepat.

"Berhenti, sayang. Tunggu.." aku membawa penisku keluar dari mulutnya, Embun mengerutkan wajah, seperti merasa kehilangan, oh tentu saja ini mungkin bayanganku karena merasa terlalu nikmat.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
SEBAGIAN PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN....

Tetangga Dudaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang