Embun memang cantik, aku juga tahu kalau dia bahkan lebih manis saat memakai kacamata kerja. Namun tak kusangka bahwa aku akan memerah saat melihatnya menggunakan jas putih dokter miliknya. Kulitnya yang langsat sangat kontras dengan kain putih yang dia pakai, dan aku bersumpah, debaran di jantungku bertambah lebih cepat seiring dengan langkah kakiku yang mendekat.
Aku juga tahu Embun tergagap saat kubilang kalau dia harus berjanji akan selalu mendampingiku saat konseling. Tololnya aku merasa kalimatku seperti orang yang sedang melamar pujaan hatinya. Jika mengingat umurku, aneh ketika aku masih merasa seperti remaja yang sedang jatuh cinta saat bersama Embun.
Well, bukan jatuh cinta mungkin, maksudku seperti merasa berbunga? Ah aku tidak tahu kalimat yang pas untuk menggambarkan perasaanku saat melihat senyum manis yang terukir di bibirnya yang juga terasa manis. Hentikan sekarang juga Agung. Akan aneh jika kau terus memandangi bibirnya saat dia berbicara, pandang matanya sekarang!
Sial, aku salah. Memandang langsung ke mata Embun justru lebih mempercepat laju jantungku, mata Embun bulat, lebih bulat lagi saat dia terlihat menggebu-gebu menjelaskan kenapa aku harus melakukan konseling dengan mentornya. Maka aku tidak akan bisa menolak kan? Walau aku lebih suka jika konseling berdua saja dengan Embun, aku mungkin bisa mendapat bonus usapan tangan hangatnya di penisku.
Sinting, kelebat bayangan saat aku berhasil muncrat di tangan dan rok selutut hitamnya hampir membuatku terbangun. Apalagi saat Embun meminta tumpangan, aku kira kami akan langsung pulang, mungkin aku bisa menahan gejolak gairah yang mulai hadir sedari aku melihatnya di parkiran tadi.
Aku yakin aku bisa menahan diriku sampai rumah dan jika aku beruntung, malam ini aku bisa orgasme lagi di telapak tanganku sendiri. Namun Embun minta ditemani ke Cinema Drive, jujur aku juga belum pernah datang ke sini seperti Embun, sepanjang perjalanan Embun mengoceh tentang film yang ingin sekali ia tonton. Padahal aku sudah menonton Parasite 2 kali, namun siapa peduli aku mau menonton sampai 5 kali pun, jika bersama Embun mungkin tontonan yang kumaksud adalah wajahnya yang ekspresif saat menonton sebuah adegan dalam film fiksi, itu lebih menarik kurasa.
Aku senang, Embun tidak mencecarku dengan banyak pertanyaan mengenai sesi konseling pertamaku. Ia satu-satunya orang yang mengerti bahwa jika aku tidak menceritakan dan membahas hal itu, maka aku memang belum mau membicarakannya.
"Udah lama banget mas, film asia gak pernah menang lagi di Oscar. Dan Parasite menang! Kebayang kan bagusnya kaya apa? Aku nyesel banget gak bisa nonton saat filmnya baru keluar dan diputer di seluruh bioskop. Gimana bisa nonton kalo aku baru mulai magang dan sibuk banget waktu itu, ahh.... Menyebalkan."
Embun mendesah frustasi, kaki jenjangnya ia ketukan di lantai mobil, sedangkan tangannya ia lemparkan ke atas bahu jok yang ia duduki membuat payudaranya yang berukuran kecil membusung. Aku harus mati-matian menahan mataku untuk tidak mengintip kemeja mocca-nya yang terbuka sedikit.
Payudara Embun memang kecil, lebih kecil dari payudara semua wanita yang pernah kutemui. Namun yang aku rasakan justru sensasi gila bahwa payudaranya akan terasa snagat pas di telapak tanganku, tidak lebih dan tidak kurang. Aku bisa sepenuhnya menggenggam kehangatan Embun saat kucicipi dengan lidahku.
Begitu saja, gairah yang mati-matian kutahan untuk kusalurkan malam ini tidak bisa dibendung lagi. Penisku mulai ereksi di dalam celanaku yang terasa sesak, Embun masih mengoceh mengenai film hanya membuatku semakin sesak. Sejak kapan aku suka wanita yang penuh dengan ocehan, Embun berbeda, semua kalimat yang keluar darinya terasa sangat memabukkan di indraku yang sudah tidak waras.
Pipi Embun merona saat ia melirik diriku yang duduk tak nyaman di kursi pengemudi. Sudah sedari tadi aku melepas sabuk pengaman dan hanya memegangi setir dengan gelisah.
"Mas kenapa? Kok kaya gak nyaman gitu duduknya." tanyanya, kini ia sudah sepenuhnya memperhatikan gerak-gerik diriku.
"Gak, saya cuma. Maaf mbun. Sepertinya saya ereksi." ujarku, aneh kan? Aku bisa sejujur ini saat bersama dengan gadis kecil yang sekarang sedang membuka mulutnya kaget. Kemudia ia cepat-cepat menutupnya kembali dan berdeham kecil.
"Apa?"
"Saya ngaceng, mbun."
"I-iya, tapi, kenapa?" ia bertanya, seakan tak tahu bahwa hanya dengan berada di dekatnya saja bisa membuatku bergairah. Apalagi ditambah dengan bayangan diriku menggenjot dirinya di dalam mobil serta payudara kecilnya yang membusung indah. Ia tanya mengapa seakan aku bisa menjawab dengan lantang semua isi pikiranku padanya.
.
.
.
.
.
.SEBAGIAN PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN....
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Dudaku (END)
RomansEBOOK HANYA DIJUAL DI SHOPEE @bookcafe_ KARYAKARSA @jemisung DAN INSTAGRAM @shintyachoi_ JIKA MENDAPATKAN EBOOK SELAIN DARI TIGA SUMBER TERSEBUT MAKA ANDA MEMBELI EBOOK ILEGAL DAN TELAH MELANGGAR HUKUM. TERIMAKASIH... Terakhir aku melihatnya saat us...