Bab 16. Dia lagi?

59 28 262
                                    

#KarnavalMenulis
#FCP
#dayke-16
#Dia lagi?
#+-1047 kata


Suasana di lapangan Dumadi semakin runyam. Banyak yang tumbang dikarenakan kepanasan dari lapangan Dumadi. Jarak yang ditempuh pun cukup jauh. Mily yang dikenal strong pun bisa pening sebentar karena matahari kala itu memang terik. Jangan tanyakan kondisi Nisa, gadis itu sudah pulang dari lapangan dengan keadaan tak sadarkan diri.

"Oi, Nisa. Bangun sayang."

Nisa membuka matanya perlahan setelah mendengar suara yang sangat ia rindukan. Ia kemudian menyunggingkan senyum manis dihadapan orang itu.

"Marvin," ujarnya dengan sangat lemah.

"Kamu baik-baik saja kan? Ahh," ujarnya yang memegang kepalanya yang sedikit pening.

"Udah-udah, istirahat dulu aja. Kalau nggak kuat, nggak usah dipaksa. Nanti malah tambah parah," ujar kak Kevin.

"Anjir, kenapa dia masih inget sama Marvin. Emang obatnya nggak pengaruh jangka panjang kah?" ujar Kevin dalam hati.

Cowok yang masih setia mendampingi Nisa terlihat mulai khawatir ketika melihat Nisa yang sedang berhalusinasi. Nisa mulai mengeluarkan keringat yang membasahi kening nya.

"Eh Jar, lu bawa sapu tangan nggak? Kalau bawa minjem," ketusnya.

Cowok bernama Fajar itu langsung mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Memberikan dengan kasar kepada cowok yang bername tag  "Gibran Prasetya", lalu melanjutkan aktivitas nya scroll ig.

Sembari menyeka keringat yang terus keluar di kening Nisa, akhirnya rombongan yang membawa beberapa maba yang sakit pun sampai di fakultas bahasa dan seni.

"Bagi mahasiswa yang masih bisa berdiri, kesini dan tolong kalau ada teman dibantu temannya yang sakit," ujar salah satu kakak tenaga kesehatan.

Gibran yang kebetulan menjadi teman terdekat Nisa langsung tanpa ba bi bu menggendong Nisa sampai ruang kesehatan. Semua mata tertuju kepada mereka berdua.

****
Kebiasaan tetap kebiasaan. Nisa masih menggenggam erat tangan Gibran. Dengan ciri khas masih saja kening nya banjir karena keringat dingin.

"Ya ampun, ni anak kenapa sih. Kok keringetan mulu. Tapi, kasihan juga," ujarnya dengan rasa kesal tapi juga merasa simpati dengan keadaan Nisa.

FLASHBACK ON

"Lang, dimana adik gue? Gimana keadaannya. Katanya dia pingsan. Kalian itu nggapain sih kerjaannya. Kok bisa sampai banyak yang pingsan kek gini," Kana berusaha menahan amarahnya kepada wakil ketua panitia OSPEK di ruang kesehatan.

Kana sekarang menjadi primadona di kalangan mahasiswa baru dan kating-kating FBS. Karena sikap manly nya kepada Nisa.

"Mana adik gue," tanya Kana yang masih dengan nada serius kepada salah satu tenaga kesehatan.

Tenaga kesehatan itu langsung menunjuk ke tandu nomor dua yang memang berisi maba dan satu laki-laki yang menemani. Karena penasaran, Kana langsung menyinggahi tandu tersebut.

Sampailah ia di tandu nomor dua dan memang benar, dia adalah Nisa. Kana langsung berlutut dan ngecek kondisi Nisa.

"Mungkin, lelaki ini salah satu anggota keluarganya. Pergi aja dah, gue dah laper juga," ujarnya dalam hati.

"Tunggu," ujar Kana.

Gibran langsung berhenti mengikuti perintah Kana. Ia memutar balik badan nya dan sekarang keduanya berhadapan.

"Ampun dah bang, gue nggak macem-macem sama adik lu. Niat cuma mau nolongin aja udah," gerutunya dalam hati.

"Makasih udah nolong dia. Maaf juga ngerepotin kamu," ujar Kana singkat lalu pandangan nya fokus kembali ke Nisa. Gibran bernafas lega kemudian pergi meninggalkan Nisa.

FLASHBACK OFF

Mily yang baru sampai dengan Oliv langsung mencari Nisa. Setelah mereka bertanya-tanya dengan kakak kesehatan, mereka langsung gas ke ruang kesehatan. Awalnya agak kesulitan menemukan Nisa di kawanan maba yang pingsan. Namun, mata Mily langsung tertuju dengan sesosok pria yang ia kenal.

"Liv, kuy," ujar Mily dengan menarik tangan gadis itu ke tandu nomor dua.

"Nisaaaa. Lu apa kabar. Ya ampun, tadi kenapa kok bisa pingsan sih," Mily langsung menyerbu Nisa yang masih kebingungan dengan pertanyaan-pertanyaan standar.

"Eh eh. Mil, dia lagi sadar. Jangan hujani dia dengan pertanyaan mu itu," cegah Kana. Karena ia melihat Nisa yang mulai sadar.

Mily terdiam dan membelai lembut pucuk kepala Nisa sambil mencubit pipi gembulnya. Nisa hanya tertawa melihat sahabatnya yang sangat khawatir dengan kondisinya.

"Berapa kali Abang bilang, kalau kamu nggak kuat. Nggak usah dipaksain. Jadi begini kan ending nya," ujar Kana yang terkesan marah namun sebenarnya khawatir.

Nisa hanya cemberut dan meminta minum kepada Abang nya, sebenernya cuma mengalihkan topik saja supaya Kana tidak merajuk.

****
Setelah drama banyak yang pingsan, akhirnya semua maba pulih kembali dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Hari kedua memang cukup melelahkan. Karena di hari ini, semua maba diarahkan untuk membuat sebuah dokumentasi foto dan video di tengah matahari yang cukup terik. Mana tadi ada sedikit keributan pula.

"Nay, kelompok Hera dimana barisnya?" tanya Prasasti

"Tuh, sebelah kanan Zeus," ujar kak Nay pada kak Prasasti.

Prasasti yang tergopoh-gopoh mendatangi Nisa "Gimana dik keadaan mu? Udah mendingan kan?"

Nisa hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Prasasti. Prasasti juga merasa lebih baik ketika melihat Nisa baik-baik aja.

"Okey adik-adik. Udah pada sehat semua kan?"

"Udah kakakkk," seru seluruh mahasiswa baru.

Kali ini, mereka dibariskan di lapangan juga namun dengan suasana yang sedikit sejuk. Tidak seperti di lapangan yang teriknya naudzhubillah.

****
Gibran masih terus mengawasi Nisa dari baris belakang. Tak ada yang menyangka, kalau ia akan menarik senyum termanisnya untuk Nisa. Ia melihat gadis itu dengan wajah yang kembali ceria dan sangat ramah. Berbeda sekali ketika ia menggandeng tangan nya ketika terjadi kesurupan massal di fakultas ungu itu.

"Njir. Lu liatin apa sih. Dari tadi senyam-senyum mulu. Kek orang gila yang baru keluar RSJ," bentak Fajar sambil mencubit lengan yang lumayan berotot itu.

"Aduh," Gibran hanya mengaduh dan mengabaikan cubitan kecil nan keras dari Fajar.

KRINGGGG.....

Bunyi yang sudah lama dinantikan oleh maba fakultas ungu akhirnya bergema. Suara khas sirine pun tak kalah nyaring. Keduanya merupakan lambang dari berakhir nya kegiatan OSPEK.

"Viuhh. Akhirnya kelar juga," ujar Nisa sambil meregangkan otot-ototnya yang sudah mulai kaku karena kelamaan duduk.

"Masih ada hari esok. Jan seneng dulu, doa aja semoga besok lu nggk ngerepotin banyak orang. Lu tu berat," ujar Gibran.

Nisa mematung sebentar kemudian kembali menyadarkan dirinya. "Apaan sih. Enak aja ngatain orang gendut. Emang lu udah pernah angkat gue apa?" tanya Nisa dengan jawaban yang nggak kalah ketus.

"Tadi yang bawa lu siapa? Jin Tomang? Atau elu punya kekuatan magic. Yang bisa bawa lu kesini dengan selamat?"

Gibran melanjutkan kembali perjalanan ke parkiran dan mengabaikan pertanyaan Nisa. Nisa semakin geram dan ingin sekali menimpuk orang itu dengan penggaris besi yang ia miliki.

"Andai bunuh orang nggak kena hukuman penjara, mungkin udah habis tuh cowok tadi. Arghhhhh," kesalnya.

Mily dengan Oliv yang sejak tadi di samping Nisa hanya geleng-geleng kepala. "Bisa-bisanya ada anak gadis yang gemesin kek gini.

Bawa Dia KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang