Bab 18. Trauma Cowok?

65 26 225
                                    

#Karnaval Menulis

#FCP

#dayke-18

#trauma cowok?

#-+ 1069

Sehari setelah mereka menghabiskan waktu bersama, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari Senin yang sebenarnya mengerikan juga menyenangkan karena kurang beberapa langkah menuju ke kuliah yang sebenarnya.

OSPEK fakultas bahasa dan seni dibuka dengan pertunjukan tari gambyong yang digelar di gedung terbuka teater setempat.

"Baik adik-adik semua, kalian sudah tau kan kenapa kalian dibawa disini sama kakak pendamping kalian?" ujar Kevin yang masih setia memegang posisi sebagai MC.

"Maaf kak, kami tidak tau alasan dibawa kemari. Apakah ada sesuatu yang harus kami hadapi?" ujar salah satu mahasiswa.

Setelah mendapat respon, akhirnya Kevin menjelaskan apa yang akan dilakukan di gedung teater. Tak selang beberapa lama, gending-gending Jawa mulai di mainkan dan fokus semua maba beralih ke lima penari gambyong.

****
Kurang lebih sekitar delapan menit pertunjukan digelar. Semuanya sangat riuh dan bangga karena bisa menyaksikan secara langsung salah satu tarian tradisional tersebut. Terkhusus untuk Maba dari luar Jawa. Mereka sangat terkesima dengan gerakan lemah gemulai yang dipentaskan oleh penari.

"Oke baik. Terima kasih kepada kakak-kakak penari yang sudah membawakan tari gambyong dengan sangat baik. Ada yang mau kenalan nggak nih sama kakak-kakak nya?"

"Mau kak... Mau kak.... Mau kak," ujar mahasiswa yang sudah tidak sabar untuk mengenal siapa saja penari-penari itu.

Sesi perkenalan pun berlanjut dan memakan waktu kurang lebih sepuluh menit. Karena ya biasalah ya maba cowok pada genit semua.

"Oke para pemimpin muda. Mungkin cukup sekian ya acara pembukaan OSPEK fakultas bahasa dan seni universitas Ardana. Untuk selanjutnya, silahkan ikuti arahan dari kakak yang di sebelah gedung kosong itu ya. Sekian, semoga perjalanan kalian selamat," ujar Kevin dengan senyuman membunuh nya.

Mampus, bakal diapain lagi nih. Curiga kenapa kak Kevin mimik wajahnya berubah kek sikopet.

****
Sepuluh kelompok dewa dewi itu langsung menuju ke tempat yang sudah diarahkan oleh Kevin. Jarak gedung teater ke gedung kosong kurang lebih lima menit.

"Eh, lu tadi liat ekspresi nya kak Kevin nggak sih. Dari yang awal nya cerah banget, pas suruh kita ke gedung kosong itu langsung berubah tiga ratus enam puluh derajat mimik wajahnya," seru Nisa pada Oliv

"Udah ah. Jangan berpikiran buruk dulu. Nanti kejadian beneran, mampus lu," ujar Oliv yang menakut-nakuti Nisa.

Gibran dan Fajar yang berada persis di belakang mereka pun hanya tertawa. Dan sekali lagi, Fajar melihat Gibran tersenyum cerah. Seolah-olah ia sudah menemukan dunia nya.

Anjir, ni anak beneran demen kek nya sama Nisa. Udah beberapa hari ini sejak OSPEK fakultas, dia kek orang gila. Senyum-senyum nggak jelas.

"Gib."
"Gibran."
"GIBRAN PRASETYA."

Fajar yang sudah kehilangan kesabaran pun menempatkan dirinya sekarang sebagai pusat perhatian semua kelompok.

"Paan sih. Nggak usah teriak kan bisa, gue masih denger," ujar Gibran protes.

"Denger denger mata lu. Gue tadi panggil elu tiga kali dan elu pura-pura budeg apa emang budeg beneran sih," kesal Fajar dan langsung meminta maaf kepada seluruh kelompok yang terusik karena teriakan nya.

"Kelompok Hera, kalian ada masalah apa? Bisa dibicarakan baik-baik ya. Jangan menimbulkan kegaduhan," ujar kak Prasasti yang masih berusaha tenang untuk menghadapi kelakuan anak-anaknya.

****
Nisa yang notabene nya memang punya kejadian tidak mengenakan dengan gedung kosong apalagi gelap. Kini, dia mulai gemetar ketika sudah sampai di depan gedung kosong itu.

Emang enggak poci yang ditemui, tapi kalau cem gini nggak lucu juga. Kalau jantung gue kambuh lagi, gimana🥺.

"Oke, adik-adik. Bagi kalian yang memakai pita hitam di lengan sebelah kiri, kalian harus di ruang kesehatan ya. Kalau nggk ada pita hitam nya, ikuti kakak," ujar Prasasti.

Syukurlah, gue pakai pita hitam. Tapi, pengen masuk juga. Penasaran apa yang di dalem.

Nisa sedikit lega karena di lengan nya tersemat pita hitam. Itu artinya, dia masuk di barisan yang diawasi tim kesehatan. Namun, dia masih saja bandel pengen juga ikut masuk ke barisan yang masuk ke gedung itu. Dengan segala upaya, ia mengendap-endap ke barisan nya.

Grep.

"Jangan bandel ye. Duduk diem disana apa gue paksa lu buat ke rumah sakit. Jangan kira gue nggak tau kalau lu pernah ditusuk kan perut sebelah kiri di toko buku pada jam dua belas siang hari," ujar Gibran dengan enteng dan mencengkeram pergelangan tangan Nisa lalu membawa nya dengan kasar di ruang kesehatan.

"Ya Allah, Gibran lepasin. Sakit," ujarnya merintih.

Gibran langsung merenggangkan cengkeraman nya dan menggandeng Nisa dengan lembut kembali menuju ke ruang kesehatan. Gibran memberikan pengertian kepada Nisa bahwa kalau dia memaksakan untuk ikut, itu akan membahayakan kesehatan nya juga merepotkan orang lain.

"Udah ya, nanti kalau istirahat, gue jajanin ice cream. Kalau elu nurut. Kalau elu nggak nurut, terpaksa gue laporin abang lu. Pilih mana," Gibran memberikan dua pilihan kepada Nisa.

"Kok tetiba elu kenal abang gue, gimana ceritanya?"

FLASHBACK ON

"Asal mana kamu?"

"Dari Ungaran kak," ujar Gibran.

Macam mana pula ceritanya lebar kek gini. Ya tuhan bang bang. Ampun dah, lu mau ngapain gue lagi sekarang. Tolong ye, ini masih permulaan. Gue masih pengen kawin, tapi jodoh nya masih malu datang ke gue.

"Kamu suka sama Nisa?"

Jeder..

Bajigong, tetibanya ni akak satu tanyain gue pertanyaan yang seharusnya nggak ditanyain. Emang gila sih, tapi di liat-liat adik nya cakep juga seh. Gibran, anjir lu. Kenapa ngomong kek gitu.

"Masih lamakah saya harus mendengar jawab darimu, Gibran Prasetya?"

Bujung kuneng, ya kali gue harus jujur. Kan gue juga baru ketemu tuh ama si bocil nyusahin. Darimana logikanya kalau ketemu langsung suka. Gila kali.

Pyar.

Karena kana sudah nggak sabar buat nunggu jawaban nya, akhirnya satu gelas milik ibu kantin jadi korban. Semua mata tertuju kepada mereka berdua.

Eh buset, ni orang diam-diam mematikan banget. Gue harus bener-bener pasang jiwa raga bener kalau sampai adiknya kenapa-napa. Bisa metong gue karena abangnya yang super galak kek singa jantan diganggu tidurnya.

Setetes demi setetes, darah Kana mulai membentuk sebuah lingkaran di lantai. Ibu kantin yang melihat kejadian itu segera membawakan p3k untuk menghentikan pendarahan Kana.

"Auh. Kenapa bu. Perih," ujar Kana perlahan.

Ibu kantin hanya diam tanpa suara dan melanjutkan kegiatan nya untuk mengobati Kana. Kana melirik sekilas ada apa dengan tangan nya dan ternyata dia sudah buat kekacauan. Lantas, dirinya langsung meminta maaf dan berjanji akan mengganti kerusakan yang telah ia perbuat.

"Oke kak. Terus terang, aku suka sama Nisa."

Bah, gimana pula kau ini bran bran. Kenapa ini mulut lemes amat sih.

"Kamu yakin mencintai Nisa. Dapatkah aku mempercayaimu? Kau belum tau Nisa lebih dalam. Aku nggak mau kalau Nisa sampai sakit hati karena cowok. Kamu yakin bisa lindungin dia?" ujar Kana. Kali ini, pertanyaan semakin serius dan menjurus.

Hah. Trauma soal cowok, emang dia pernah diapain sama cowok. Anjir, penasaran kan gue jadinya.

Bawa Dia KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang