Bab 9. Bertemu yang tidak seharusnya bertemu

55 34 248
                                    

"Dan akhirnya, saya kembali bertemu dengan mata yang saya rindukan akhir-akhir ini"

#KarnavalMenulis

#FCP

#dayke-9

#Bertemu yang tidak seharusnya bertemu

#-+ 1058 kata

Riuh suara kendaraan berlalu-lalang di jalanan seakan berlomba untuk menunjukkan siapa yang paling hebat diantara mereka. Sempat terjadi kemacetan yang syukur nya tidak terlalu parah. Kedua gadis itu harap-harap cemas karena takut kalau tidak bisa sampai ke tujuan tepat waktu. Mereka sudah membayangkan hukuman apa yang akan mereka dapat.

"Haduh, semoga sampai tepat waktu sih. Nisa takut dihukum," ujarnya sambil meneguk air dari botol yang telah ia bawa

"Aamiin deh. Gue takut banget. Apalagi ini hari pertama, OSPEK pula," timpal Mily yang nggak kalah takutnya dengan Nisa.

Kana hanya senyum-senyum nakal ke arah mereka dan masih dengan santai menggoda. "Auwh, baru kali ini abang liat kalian ketakutan banget. Santuy aja, dihukum palingan disuruh muter lapangan Dumadi lima kali," ujarnya tertawa tanpa beban.

Nisa langsung terdiam. Ia membayangkan bagaimana luasnya lapangan yang bisa dimuat ribuan orang itu dan ia harus mengelilinginya. Panas terik pun akan menemani nya ketika dihukum. Bagaimana kalau dia tidak kuat dan pingsan? Dia akan mempermalukan keluarganya.

Melihat raut wajah Nisa yang sudah berubah, Kana langsung mengalihkan pembicaraan nya dengan bertanya soal K-drama yang sedang hangat akhir-akhir ini. Karena topik pembicaraan sudah berubah, Nisa sudah semangat dan tidak kepikiran yang aneh-aneh lagi.

****

Tiga puluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai ke tujuan. Gerbang kampus yang megah dengan tulisan "WELCOME TO ARDANA UNIVERSITY" sudah terlihat oleh mereka. Kedua gadis itu langsung berbinar dan sudah tidak sabar untuk mengikuti OSPEK.

"Waww. Akhirnya aku bisa merasakan bangku kuliah yang ku idam-idamkan," ujar Nisa yang terlalu bersemangat. Padahal nggak tau aja dia kalau akan ada hal-hal yang tak pernah ia bayangkan.

"Ya, ini belum masuk ke kuliah dik. Anggap aja, kamu lagi dilatih buat jadi orang yang bermental kuat. Semoga kamu nggak kaget dan tetap sehat ya," batin Kana yang juga sedikit takut. Gimana nanti kalau adiknya nggak kuat.

Jarak dari gerbang utama menuju ke ruang auditorium kurang lebih sepuluh menit. Akhirnya, setelah sepuluh menit, kerumunan mahasiswa baru sudah tertangkap di ekor mata mereka. Entah mengapa ekspresi Nisa yang tadi senang dan gembira kembali berubah murung kembali.

GREP...

"Dik, yakin ya. Abang yakin, kamu pasti bisa," ujar Kana sambil menenangkan adiknya yang sudah keluar keringat dingin.

"Iya Nis, ada gue disini. Lu nggak usah khawatir, kita have fun bareng deh. Disini bakal banyak sekali karakter manusia. Nggak bakal ada yang jahat ama lu. Have aja sist," ujar Mily sambil menepuk bahu Nisa pelan.

Setelah ditenangkan oleh abang dan sahabatnya, Nisa tersenyum dan kembali merangkul Kana. Kali ini rangkulan nya sangat kuat. Ya, mungkin sebuah upaya untuk menenangkan kondisi hatinya yang berkecamuk. Kurang lebih dua menit akhirnya Nisa mau turun kemudian disusul Mily. Kana langsung cabut dari auditorium. Kini, pandangan keduanya fokus pada kakak-kakak panitia yang bertugas menyambut adik-adik nya.

"Selamat datang, isi absensi kemudian pakai kain ini di bahu kalian ya. Satu fakultas kan kalian?" tanya salah satu kakak panitia cewek yang bisa dibilang cukup ramah kepada para mahasiswa baru.

Keduanya langsung mengisi absensi dan mendapatkan kain itu. Mereka dibantu oleh panitia memakaikan kain di lengan sebelah kiri. Semua selesai dan keduanya mulai masuk ke auditorium. Sudah cukup banyak manusia yang sudah memadati auditorium. Nisa senang sekaligus terharu bisa masuk ke universitas favorit di daerahnya. Dengan presentase diterima nya adalah 10:1.500 orang.

"Akhirnya, impian gue terwujud. Vin, semoga lu seneng liat gue udah berusaha ikhlasin lu," gerutu Nisa.

Mily yang samar-samar mendengar ucapan nya hanya tersenyum. Karena, Mily sudah melihat senyum Nisa yang perlahan mulai kembali. Meskipun, kini trauma baru muncul karena kejadian kurang mengenakkan di toko buku kemarin.

******

Kini, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Suasana di auditorium masih kondusif dikarenakan para mahasiswa baru seperti dilayani dengan baik oleh para panitia. Bayangin aja, kursinya kursi empuk yang biasa ada di ruang tamu, ada ac, disediain snack juga dan masih ada fasilitas mewah yang bisa dinikmati oleh mahasiswa baru.

"Oke adik-adik, apakah kalian sudah lelah, lemas dan lesu?" ujar salah satu MC yang memandu acara. Ia menunjuk salah satu mahasiswa untuk merespons pertanyaan nya. Keduanya sama-sama tersenyum malu-malu. Mungkinkah udah ada rasa?

"Tidak kak. Kami belum merasakan semuanya yang kakak sebutkan," ujar salah satu perwakilan mahasiswa yang bisa dijangkau oleh MC. Anak ini juga terlihat malu-malu kucing ketika ditatap kakak tingkatnya yang tampan cem Mark NCT.

"Oke, karena ini sudah waktunya ISOMA kalian ISOMA dulu ya. Nanti dilanjutkan lagi seru-seruan nya. Sampai jumpa," ujar kakak MC sambil melambaikan tangan kepada seluruh mahasiswa baru.

Perlahan, gerombolan mahasiswa baru meninggalkan ruangan. Kemudian mereka saling berkenalan satu sama lain. Mereka saling berpencar dan bergerombol satu sama lain.

BUGH..

"Owh. Maaf, kamu nggak papa kan?"

Nggak tau kenapa, Nisa terpisah dari Mily karena banyaknya mahasiswi yang antri di kamar mandi. Dirinya mengira kalau Mily sudah keluar, maka dari itulah ia mengikuti Mily.

"Nggak papa kak. Nisa minta maaf ya," ujarnya sambil menundukkan kepalanya minta maaf.

Mata keduanya bertemu dan Nisa hampir saja pingsan ketika melihat mata itu kembali. Mata itu mirip sekali dengan matanya Marvin, kekasihnya yang tewas satu tahun lalu. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menjatuhkan dirinya ke lantai.

"Maaf kak, Nisa permisi dulu," ujar nya dan meninggalkan kakak misterius itu untuk mencari keberadaan Mily.

"Mil, lu kemana sih. Bisa-bisanya gue misah dari elu. Huweee. Takut, Mil," gerutu Nisa sambil berusaha menghubungi Mily. Dan sialnya, handphone Mily di silent. Panik nggak tuh.

"Nis. Lu ngapain?" ujar seseorang yang suaranya sangat tidak asing di telinga nya.

Nisa langsung berlari memeluk Mily karena dirinya sudah sangat kalut, sejak pertemuan nya dengan kakak tingkat laki-laki yang mirip sekali dengan Marvin. Ia menangis tanpa suara dipelukan Mily. Mily yang tidak mengetahui apapun, hanya menepuk-nepuk ringan punggung Nisa. Ia berharap Nisa sedikit tenang.

"Kenapa lagi, Nis. Siapa yang gangguin lu kali ini?"

"Nggak papa. Punggung gue pegel aja duduk terus," Nisa menghapus cairan bening yang turun dari ujung kelopak matanya dan melepaskan pelukan nya dari Mily. "Elu tadi kemana aja sih. Kenapa ninggalin gue?" tanya Nisa yang memuncak kembali.

"Siapa pula yang ninggalin kau? Kau sendiri yang nyelonong pergi begitu aja ninggalin aku. Udah aku panggil-panggil juga. Kau sumpal kah telinga kau sama earphone?" Mily bertanya balik pada Nisa yang marah-marah.

"Kau bisa liat sendiri kan, telingaku nggak ada sumpalan earphone. Bisa-bisa nya," ujar Nisa yang semakin tambah marah.

"Sudah-sudah. Yuk makan saja, aku lapar dan lagi malas berdebat sama kau," ujar Mily yang langsung menarik tangan Nisa pergi ke kantin.

Bawa Dia KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang