31 Perdebatan

4.4K 945 125
                                    

Kalau ada typo komen ya gais😥

= = =

"Kamu serius 'kan???"

Garis wajah Doyoung menurun, dia memandang lekat pada Haechan. Dia beberapa kali mencoba untuk meneguk ludahnya, namun entah bagaimana hatinya yang terasa sakit  hingga menjalar ke tenggorokannya. Sepertinya Doyoung meradang, merasa tak percaya. Berharap itu hanya candaan belaka dari Haechan.

Namun, akan sangat kurang ajar sekali kalau Haechan bercanda perihal mental orang, apalagi kakaknya sendiri.

"Haechan ...?"

Haechan masih mencoba fokus pada gamenya, dia melirik pada Doyoung yang juga tak kunjung melanjutkan gilirannya hingga game tersebut tak kunjung berjalan. Namun sebenarnya, dia juga merasa tidak fokus. Karena terbayangi oleh kejadian masa lalu.

"Harusnya Mbak yang cerita langsung sama Mas," kata Haechan pelan. Matanya dan tangannya sok sibuk kepada game nya. "Aku nggak enak kalau cerita lebih detail lagi sama Mas walau Mas pacarnya Mbak."

Doyoung terdiam. Dia menggigit bibir dalam bagian bawah. Menarik napas dan menghembuskannya, mencoba untuk menetralkan perasaannya.

Walau ini tentang masa lalu. Namun ini tentang apa yang pernah mempengaruhi Ellise.

Doyoung mengira itu hanya sebatas kegagalan dalam hubungan yang sudah akan serius. Namun lebih dari itu, ternyata sangat-sangat mempengaruhi sosok Ellise. Yangmana memiliki kemungkinan mempengaruhi kehidupan sekitar Ellise pula, bahkan hubungannya.

"Kamu benar. Saya nggak seharusnya bertanya dibelakang Ellise, akan lebih baik menunggu Ellise yang menceritakannya pada saya," kata Doyoung, walau ia merasa yakin Ellise tidak akan mengucapkan apa-apa.

"Toh, sekarang, Ellise aman dan baik-baik saja sama saya."

"Mas yakin?"

Doyoung menoleh. Dia mengangguk yakin kemudian. "Tanda-tanda yang dikatakan Bundamu, sudah tidak ada lagi."

Haechan terdiam sesaat. "Iya sih ...."

Doyoung mengernyit ketika melihat keraguan dari Haechan. "Kenapa?"

Haechan tidak langsung menjawab. Cowok itu tampak sedang memikirkan sesuatu, sebelum akhirnya menghembuskan napas dan bersandar nyaman di sofa.

"Waktu itu Mbak Rose bilang, hal ini mungkin akan terjadi lagi, dan mungkin bisa parah lagi, itu nggak bisa dihindari kalau Mbak Lilis ketemu sama cowok yang salah," kata Haechan, "Mbak Rose juga bilang, walau sekarang Mbak Lilis keliatan baik-baik aja, nyatanya Mbak Lilis punya rasa bersalah sama orang-orang disekitar. Itu kebukti waktu Mbak sempat minta maaf dan bilang udah jadi beban karena hal yang dia alami. Padahal jelas-jelas kami khawatir. Sekarang aku jadi yakin, mungkin Mbak keliatan baik-baik aja saat ini, tapi nggak tau apa yang dia rasain sebenarnya baik itu sekarang atau nanti."

Doyoung terdiam memandangi Haechan. Dia mencerna dengan baik penuturan Haechan. Ini kali pertama untuknya melihat wajah dengan sorot mata kesedihan yang dipancarkan oleh Haechan. Seakan wajah sengak dan jenaka itu hilang, dan yang tersisa hanyalah nelangsa yang dirasa Haechan.

Doyoung pun mulai memahami, baik itu perasaan Haechan maupun Ellise walau hanya lewat cerita saja. Mengingat bagaimana dia mengenal Ellise, yang sebenarnya tipikal orang yang tidak ingin merepotkan orang lain, memiliki rasa tak enak hati yang tinggi. Doyoung sangat mengetahuinya karena hari-hari yang mereka lewati cukup banyak.

Perasaan yang dialami Ellise dimasa lalu, hingga merusak kedamaian hidupnya dan mengganggu jiwanya, serta mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Jelas sekali menimbulkan perasaan tak enak hati, atau perasaan bersalah karena sudah membuat orang disekitar khawatir. Hal itu yang berkemungkinan membuat Ellise kembali memendam apa yang dirasanya.

Hi, Dos! || DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang