34 Penghambat

2.9K 565 61
                                    

= = =

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

= = =

Sudah terhitung kurang lebih dua minggu liburan jeda semester. Di waktu itu pula, Doyoung dan Ellise seperti sedang LDR. Karena Ellise liburan di rumah Bunda bersama Haechan yang masih sekolah, dan Doyoung yang masih sibuk di kampus sebelum benar-benar pergi ke Kalimantan.

Padahal, kalau Ellise pikir, mereka masih bisa bertemu, contohnya seandai Ellise yang pergi menemui Doyoung ataupun sebaliknya. Kendati perlu effort lebih seperti uang jajan untuk bolak-balik.

Walau begitu, komunikasi antar keduanya pun tidak pernah kurang. Mereka selalu saling bertukar pesan, lalu telpon serta video call jika dimalam hari. Masih mesra, masih saling mengobrol banyak hal.

Hanya saja, walau begitu, Ellise masih merasa overthink. Saat ini mungkin hubungannya baik-baik saja, Doyoung juga masih baik-baik saja. Tetapi bagaimana jika nanti Ayahnya tak kunjung memberi restu, dan pada akhirnya Doyoung menyerah. Yang kemudian akhirnya, membuat Ellise harus menghadapi badai yang tak mungkin sanggup Ellise hadapi sendirian.

Karena pada akhirnya, lagi-lagi penghalang kebahagiaannya adalah orang yang sama.

Tidak dapat dipungkiri Ellise terlalu khawatir. Pikirannya terus menyimpang tak tentu arah yang menimbulkan pikiran negatif lainnya. Bahkan beberapa kali Haechan memergoki Ellise yang melamun, atau kadang menunjukan tanda-tanda cemas yang berlebihan. Namun untungnya, Haechan masih bisa disuap mulutnya biar diam.

Entah mengapa, Ellise merasa sedang dejavu ketika mulai merasa khawatir akan kebahagiaannya. Ia seperti kembali ke masa dimana dia menghadapi rasa takut yang berlebihan, merasa dia berdiri sendirian untuk berjuang. Hingga, kalau sampai perasaan ini benar terulang lagi, Ellise tidak yakin akan kembali berjuang dan berdiri dengan kokoh walaupun itu untuk Doyoung. Dia akan kembali rapuh.

Walau begitu, dia terus mencoba percaya pada Doyoung, mencoba untuk berjuang mempertahankan ini.

Dia bahkan tidak segan menghubungi Doyoung, menelponnya ketika di subuh hari saat kekhawatirannya muncul. Dan Ellise bersyukur, Doyoung masih setia menemaninya.

Kendati terkadang ada terlintas pikiran bahwa dia tidak seharusnya seperti ini, dia sudah cukup dewasa untuk mengendalikan kekhawatirannya dan pikiran negatif lainnya. Namun Ellise merasa, dia masih memerlukan penawar untuk lukanya. Luka yang mungkin tidak kunjung sembuh jika bukan Doyoung orangnya.

Selai  itu, Ellise juga berpikir bahwa, dia tidak bisa terus-menerus memendamnya. Setidaknya, Doyoung dapat mengetahui tentang dirinya yang masih ia simpan.



"Mbak, besok berangkat jam berapa?"

Ellise menoleh tatkala mendengar seruan Haechan yang lagi duduk lesehan di depan kandang kucing berisi seekor Joni. Sedangkan Ellise sendiri masih menghabiskan martabak manis yang dibeli dan diantar gebetannya Haechan sambil duduk di teras beralaskan karpet.

Hi, Dos! || DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang