33 Restu Ayah

3K 746 123
                                    

Kedua kaki tertutup rapat, punggung yang lurus tegak serta kedua tangan yang tertaut santun diatas pangkuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua kaki tertutup rapat, punggung yang lurus tegak serta kedua tangan yang tertaut santun diatas pangkuannya. Hal kecil yang tidak pernah dilihat oleh siapapun dari Doyoung.

Saat ini pula, Doyoung, Ellise, dan Haechan serta keluarga lengkap ayahnya Ellise berkumpul di ruang tengah. Kalau para laki-laki di sofa, para perempuan duduk lesehan beralaskan karpet bulu di depan tv.

Ellise dan Tante alias istri ayahnya lagi ngobrol ringan dengan suara kecil, sambil jagain anak-anak. Sedang ayah Ellise, Doni, dan Doyoung duduk berhadapan di sofa. Lalu Haechan duduk lesehan sambil nyemil dan main hape.

Kembali lagi kepada Doyoung, yang kini merasa batinnya terus ditekan, mentalnya terus diuji bahkan pikirannya terus bergerak guna mencari tahu perilaku atau gelagat seperti apa yang pantas ditampilkan untuk dilihat oleh Doni.

Sebab, sebelumnya, dia masih biasa saja, dia mulai meyakinkan diri bahwa apapun situasi nantinya, semua akan berjalan dengan tenang dan positif. Tidak seperti perasaan layaknya naik rollercoaster saat berhadapan dengan Prita. Kendati hal itu hanya sementara dan tidak berkepanjangan. Toh, niatnya telah berubah, niatnya hanya mau bertamu, memperkenalkan diri, tidak mengajak Ellise pergi atau melamar secara resmi.

Namun, setelah memasuki area dimana tempat tinggal Ayahnya Ellise. Doyoung mulai merasa banting setir. Dia merasa bahwa tantangan yang dihadapinya karena Prita sebelumnya, belum apa-apa. Sebab dia mengetahui satu fakta, yang tidak seharusnya membuat jiwanya ketara.

Sesaat melihat deretan rumah yang menyatu menjadi satu baris, layaknya rumah rusun satu lantai. Bedanya semua dinding dipenuhi warna hijau army.  Kemudian sesaat berbelok menuju block gang lainnya, terdapat beberapa rumah yang terpisah, bahkan memiliki pekarangan sendiri, masih dengan warna yang sama. Yang membuktikan, bahwa Doni adalah seorang TNI, dan memiliki pangkat yang cukup tinggi.

Terlebih dia mulai termakan stereotype mengenai seorang tentara yang tegas dan keras. Doyoung yang memiliki pekerjaan seorang tenaga pendidik yakni dosen, tidak merasa harus termakan stereotype tersebut dan seharusnya tetap netral. Namun tidak bisa, dia mulai merasa waspada, antisipasi terhadap situasi yang terjadi.

“Dengan saya tidak perlu kaku. Santai saja, selayaknya perbincangan sesama pria.”

Ucapan dari Doni itu menarik perhatian, tetapi mereka masih diam saja.

Katanya sih begitu, tetapi Doyoung tidak merasa begitu. Wajar, dia 'kan juga manusia. Bisa gugup dan merasa waspada terhadap serangan yang mungkin terjadi oleh calon mertua.

“Jadi kamu asisten dosen? Atau hanya staff saja?”

Doyoung tersenyum kaku. “Saya dosen di UNDER.”

Doni tampak mengernyit sesaat, menatap selidik kepada Doyoung. Terlihat meragukan Doyoung.
“Sarjana?”

“Benar, Pak, juga Magister.”

Hi, Dos! || DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang