04. Keluarga Naomi

144 18 0
                                    


"Rumah Bukan Lagi Tempat Untuk Pulang"

Ini kabar terburuk yang pernah Naomi dengar tentang keluarga nya. Di pagi hari, Ibu nya sudah memanggil nya dengan nada panik. Lantas Naomi langsung menghampiri Ibu nya yang sedang berada di rumah Nenek nya, kebetulan rumah mereka berdampingan.

Naomi terkejut melihat tubuh Nenek nya kaku, terbaring dengan tatapan kosong. Ibu meminta Naomi untuk menghubungi Bibi nya yang tinggal di Banten untuk datang ke Jakarta sekarang juga, begitu juga Paman nya yang tinggal di Bekasi.

"Nenek kenapa bisa begini, Bu?" tanya Naomi dengan wajah panik.

"Ibu tadi mau tawarin Nenek mau makan apa, gak di jawab, Ibu masuk udah begini" jawab Ibu.

Paman yang tinggal bersebelahan dengan mereka juga datang untuk memeriksa keadaan Nenek. Paman nya hanya terdiam, tatapan nya pada Ibu sudah cukup di mengerti.

Nenek mengidap sakit diabetes sejak masih muda, sama seperti Ayah Naomi. Di usia nya yang memasuki 67 tahun sangatlah sulit untuk bertahan di atas penyakit ganas itu.

Apalagi Nenek tinggal sendiri, anak nya ada lima, empat cowok dan satu cewek yang sekarang tinggal di Banten bersama keluarga nya. Ayah nya Naomi adalah anak pertama, beliau wafat menyusul adik ketiga nya.

Keluarga besar Naomi sudah lama banyak keributan, kekerasan dan keegoisan. Tidak jarang juga hal itu membuat Naomi dan para sepupuh nya menjadi banyak pikiran.

Sekarang Nenek nya sakit, bahkan sudah tidak berdaya. Anak nya sisa tiga, tapi tidak ada kerja sama satu sama lain untuk mengurus nya.

"Kenapa ya, Syif. Keluarga kita gak pernah berubah" ujar Naomi dengan wajah sedih menatap Nenek nya yang masih terbaring di ranjang nya.

"Udah lah gak usah di perduli in, lagian hal begini udah biasa kali dari kita masih kecil" jawab Syifa, sepupuh Naomi.

"Tapi gua capek, satu masalah baru selesai akan timbul masalah satu lagi" keluh Naomi.

"Ikhlasin aja, mau sedih juga gak akan rubah apapun" jawab Syifa.

"Ini Yuli mana sih?! orang tua udah sekarat masih aja gak mau datang!" geram Ibu Naomi.

"Sabar budeh, mungkin macat" jawab Syifa mencoba menenangkan amarah Ibu.

Paman yang tinggal di Bekasi datang bersama anak dan istri nya. Terlihat wajah biasa saja dari kedua nya, bisa di bilang udah mengikhlaskan jika memang harus pergi.

"Nek, kokoh datang" ucap Ukasyah, anak dari Paman kedua Naomi yang memiliki keturunan China.

"Nek, kokoh datang nih, bangun yuk" ucap nya lagi.

Nenek masih dengan kondisi nya, tidak bergerak dan mulai menutup mata nya.

"Mak! ini Yuli, mak!"

Semua nya menoleh ke arah Bibi yang baru saja datang dari Banten. Beliau menangis dengan keras menghampiri Nenek yang sudah tidak berdaya.

"Kalian ke kamar aja ya, ini urusan orang tua" ucap Suami nya Bibi dan anak-anak ke kamar Naomi.

Ukasyah, Cahya, Nissa, Naomi, Syifa, Septi dan Malik pergi ke kamar Naomi sesuai dengan perintah. Seperti biasa, mereka hanya merenung keadaan yang semakin kacau.

"Kalau Nenek gak sembuh gimana sama keluarga kita selanjut nya?" tanya Cahya dengan tatapan kosong.

"Semua nya pasti akan baik-baik aja" jawab Septi mencoba meyakinkan walaupun diri nya sendiri tidak percaya.

Tok Tok Tok!

Ketukan pintu terdengar, Naomi beranjak dari ranjang dan membuka pintu.

"Nenek udah gak ada" ujar Bibi.

Semua sepupuh serta Naomi langsung menghampiri Nenek di rumah sebelah, mereka melihta Nenek yang sudah tidak bernyawa di pangkuan salah satu Putra nya.

Para keluarga menyiapkan untuk kepergian Nenek, mengumumkan di Masjid dan merapihkan jenazah Nenek untuk di doa kan banyak orang.

Naomi melihat semua sepupuh nya menangisi kepergian Nenek. Terkecuali dia, ia harus kuat untuk Keluarga Besar nya, tidak mungkin jika Naomi tidak merasa sedih.

Pemakaman di lakukan dengan baik, semua nya berjalan pada umum nya. Naomi kehilangan seorang terpenting di hidup nya, untuk kesekian kali nya.

"Nggak usah sok sedih, lo suka kan kalau Mama udah gak ada" cibir Mama Nissa, anak bungsu nya Nenek.

"Jangan asal tuduh ya!" balas Mama Ukasyah.

"Lo senang kan udah mau dapat warisan, jujur aja deh"

"Punya mulut di jaga ya!"

"Emang kenyataan nya lo mau ngambil harta Mama"

Mama Ukasyah memang tidak pernah damai dengan Mama Nissa sejak dulu, hal kecil bisa memancing keributan kedua nya dengan mudah.

"Nuduh aja bisa nya!" geram Mama Ukasyah menghampiri Mama Nissa.

"Lo yang harus nya pergi dari Keluarga gua, jalang!"

Plak!

Keadaan hening dan sedikit terkejut, Mama Ukasyah berani menampar Mama Nissa di depan seluruh Keluarga yang masih berduka.

"Dasar perempuan gak tahu diri!" geram Mama Nissa.

"AHK! Lepas!" berontak Mama Ukasyah saat rambut nya di tarik.

"Nggak sebelum lo pergi!" jawab Mama Nissa dan semakin menarik rambut itu.

"Kurang ajar!!"

"Ahk! Brengsek!" umpat Mama Nissa saat rambut nya di balas dengan tarikan.

"UDAH!!!!" teriak Naomi menghentikan perkelahian itu.

"Cukup... cukup..." lirih nya sembari mengatur nafas.

"Kak! Kalau perempuan ini gak hadir di hidup Keluarga kita, kita gak mungkin hidup dalam keributan setiap hari" ujar Mama Nissa pada Naomi.

"Ini udah takdir! Gua di takdir in untuk jadi istri nya Abang lo, ngapain lo sewot?!" jawab Mama Ukasyah.

"Jangan sembarangan ya ngomong takdir-takdir, iman lo aja gak jelas"

"Maksud nya apa nih?"

"Ya hidup lo gak jelas!"

Sekarang Mama Ukasyah lebih dulu menarik rambut Mama Nissa hingga kedua nya kembali bertengkar, anggota keluarga yang lain sudah berusaha untuk melerai, tapi tidak berhasil.

"Aaaaaaaa!!!!!!" teriak Naomi dengan suara melengking nya sembari memejamkan mata dan menutup kedua telinga nya.

"Naomi, kamu gak papa?" tanya Salsa.

"Gimana gua bisa baik-baik aja kalau setiap keluarga gua kumpul selalu bertuju sama keributan? Gua capek! Gua mau keluarga ini harmonis" ucap Naomi dengan tangis nya.

"Kita baru aja kehilangan Nenek dan sekarang kalian bertengkar? Kalian tidak ingin membunuh satu sama lain saja?" lanjut nya menghampiri kedua Bibi nya tersebut.

"Naomi, kamu itu gak akan paham" ucap Mama Septi.

"Paham Bi, paham sekali dengan keributan keluarga ini yang tak kunjung selesai dan sekaly berbobot" jawab Naomi.

"Kalau saja semua bayi boleh memilih dimana ia akan di lahirkan, aku pasti akan meminta nya untuk berikan aku Keluarga yang nyaman, dan aku juga akan meminta nya untuk menjauhkan aku dari Keluarga seperti ini" ujar Naomi dan meninggalkan semua nya.

Mungkin di pemakaman tadi Naomi tidak menangis, tapi saat sampai di rumah nya, ia berteriak suara lantang bersamaan dengan wajah yang di tutupi bantal agar suara nya tidak terdengar begitu jelas.

Naomi hanya kuat demi Keluarga nya, banyak sekali sisi menyedihkan karena hidup bersama Keluarga yang seperti ini. Tapi setidak kesedihan memiliki batas nya juga, jadi tidak ada yang melarang Naomi menangis.







•••

Publish : 21/09/21

ALVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang