"Put, kita dateng." senyuman ramah mengembang. Bersamaan dengan angin yang berhembus damai. Sore itu terasa lebih hangat dari biasanya. Meski di musim penghujan, tetap terlihat cerah.
Satu ikat bunga mawar putih diletakan di depan sebuah batu dengan tulisan tegak bersambung di atasnya. Di sekitarnya penuh dengan rumput hijau yang tidak mungkin meninggi.
"Kita... kita sebenernya mau pamit. Kita mau pindah Put. Tapi kita janji sesekali bakal dateng kesini."
"Hm. Kalo ada waktu, kita pasti dateng."
"Iya."
Tidak ada ucapan apa-apa lagi, hanya angin yang berhembus terasa makin hangat.
Tidak menunggu kata setuju, tidak menunggu pamitnya direstui. Pandu dan Wildan tetap pamit dan pergi ketika hari semakin gelap. Rupanya matahari bergelincir dengan cepat.
Lampu kota berkerlap-kerlip menghias malam. Meski langit gelap, jalanan tetap terang. Tujuannya langsung pulang, karena masih banyak yang harus dikemas sebelum benar-benar pindah. Karena bukan semata-mata pindah ke luar kota, tapi pindah keluar negri.
Wildan diminta ayahnya untuk lanjut bekerja di Rumah Sakit Hewan milik ayahnya di sana. Merasa mendapat kesempatan bagus, Wildan tidak mau menyia-nyiakan, toh ia dapat dukungan penuh dari Pandu.
"Yakin gak mau mampir kemana dulu?"
"Gak usah, langsung pulang aja. Aku belum selesai beresin yang lain-lain."
"Oke." senyumnya mengembang. "Ngomong-ngomong, kamu udah tau kan kalo bokap nyediain rumah buat kita."
"Wil, kamu udah ngomong itu berkali-kali."
"Ya barang kali kamu lupa."
"Nggak lah."
"Pandu."
"Hm?"
"I love you."
Pandu tidak membalas, ia sekadar menoleh pada Wildan dan kembali melempar pandangan ke luar jendela. Menikmati malam di Ibu Kota yang mungkin untuk terakhir kalinya.
Jujur, Pandu masih belum terbiasa dengan ungkapan cinta yang satu itu, padahal Wildan sudah menjadi pasangannya sejak setahun lalu. Tapi memang sulit untuk Pandu menyesuaikan diri. Ia menerima Wildan seutuhnya, tapi tetap tidak bisa membalas kalimat cinta Wildan.
Kalau ditanya soal perasaan, tentu Pandu juga mencintai Wildan, karena kalau tidak mereka tidak akan bersama selama ini. Bahkan Pandu menerima ajakan Wildan untuk tinggal bersama begitu pindah nanti, Pandu rela meninggalkan pekerjaannya dan ikut bersama Wildan. Ya Pandu mencintai Wildan, hanya tidak terbiasa dengan kata-kata cintanya.
Mereka tiba di apartemen sekitar jam tujuh malam. Masih jam tujuh, belum terlalu malam. Harusnya mereka masih sempat untuk mampir makan malam, tapi Pandu juga menolak, apa yang bisa Wildan harapkan? Meski hubungan mereka sudah setahun lamanya, Wildan merasa ia belum sepenuhnya memenangkan hati Pandu.
Pandu melenggang ke kamar lebih dulu, melanjutkan mengepak barang dan lain-lainnya. Tersisa Wildan di luar, melirik jam, ya sama, masih jam tujuh, belum berubah, paling hanya menitnya yang bergeser sedikit.
Wildan sempatkan ke kamar untuk mandi, urusan mengepak barang bisa nanti. Selesai mandi, lekas melenggang ke dapur, masak makan malam meski hanya seadanya. Wildan tidak mau meminta Pandu melakukannya, ia biarkan Pandu fokus dengan apa yang sedang dikerjakan. Wildan tidak mau meminta tolong hal yang sebenarnya bisa ia lakukan sendiri.
Sejenak matanya melirik jam tangan, jam delapan kurang ketika masakannya selesai. Sudah rapi di meja makan, hanya tinggal mengajak Pandu untuk makan bersama. Itu pun kalau mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Proposal (BL 20+) [COMPLETE]
RomanceKetika kamu berjuang untuk membahagiakan, namun juga harus belajar memberi dan mengikhlaskan. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝐑𝟐𝟎+, harap bijak dalam memilih dan membaca cerita. publikasi pertama : 15 September 2...