Ring : 05

2.5K 269 25
                                    

Sepanjang jalan di taksi, Pandu masih setia mendengarkan apa saja yang diceritakan Puti. Soal hari ini dan lain-lainnya, bahkan Puti juga cerita soal check up bulanannya kemarin pagi. Sebagai saudara yang paling mengerti Puti seutuhnya dan paling ingin Puti bahagia, Pandu hanya mendengarkan dengan saksama.

Tempat pertemuan hari ini hanya di sebuah rumah makan khusus vegan. Tidak ada yang vegan di antara Pandu dan Puti, tapi keduanya pikir mungkin Wildan itu vegan, makanya memilih rumah makan vegan yang tempatnya ternyata asri sekali. Banyak pohon, bunga-bunga, seperti makan di alam.

"Katanya Wildan udah di dalem. Yuk."

"Hm." sahut Pandu, seraya memasukan kembali dompetnya ke saku celana sehabis membayar taksi tadi.

Ia memilih melangkah di belakang Puti, matanya melirik-lirik memperhatikan sekitar. Pandu sama sekali tidak mencari Wildan, karena ia sendiri tidak tau bagaimana wujud Wildan sekarang, pun terakhir mereka bertemu sudah bertahun-tahun lalu, atau bahkan hampir 20 tahun yang lalu.

"Wildan!" panggil Puti, suaranya meninggi dan terdengar senang.

Pandu menoleh, pandangannya lekas tertuju pada pria yang baru bangkit dari salah satu meja. Senyumnya melebar, dan makin lebar ketika Puti mendekat.

"Gak nyasar kan?"

"Gak lah! Kan sopir taksinya lebih tau jalan."

Ia terkekeh, matanya menyipit. Bisa terlihat jelas meski memakai kacamata. Matanya melirik dengan senyuman yang masih melebar, diberikan pada pria di belakang Puti. "Pandu." sapanya kaku.

"Hai." pun sapaan balik Pandu hanya seadanya. Ia jabat tangan Wildan sesaat, tidak banyak bicara karena Pandu bukan Puti.

Ketiganya memesan makanan yang paling direkomendasikan di restoran vegan ini. Puti tanya apakah Wildan seorang vegan atau bukan dan jawabannya adalah tidak. Tapi memang Wildan lumayan sering makan disini, karena makanannya enak-enak meski makanan vegan.

Mereka mulai cerita banyak hal, terutama Puti dan Wildan, lagi-lagi Pandu hanya jadi pendengar sejati. Sesekali ia menyahuti, tapi sama sekali tidak pernah menimpali.

Dari obrolan tersebut, Pandu dan Puti menangkap kalau sudah sejak beberapa tahun lalu Wildan menjadi dokter hewan sekaligus pemilik vet yang waktu itu Puti kunjungi untuk mengambil Pompi.

Wildan cerita ia sempat dibawa ke Amerika karena ayah sambungnya yang memang orang sana. Dari SMA sampai lulus kedokteran hewan Wildan di Amerika, kembali ke Tanah Air karena untuk menemani ibu sambungnya. Ya, orangtua angkat Wildan bercerai sejak lama, bahkan sejak Wildan masih kuliah awal-awal. Hubungan kedua orangtuanya selalu baik, bahkan seperti tidak bercerai sama sekali.

Kadang Wildan kalau libur pergi ke tempat ayahnya, tidak jarang ibunya ikut. Padahal ayahnya juga sudah punya istri lagi. Tapi ya bukan masalah, mereka tetap orangtua Wildan, meski Wildan hanya anak angkat.

"Jadi sering bolak-balik dong?"

"Ya gitu. Abis mau gimana? Aku yang jadi gak enak ke mereka kan? Mereka udah biayain banyak banget sampe aku seberhasil sekarang, jadi yaa... harus adil, ku pikir."

"Iya sih." Puti mengangguk. "Tapi seru dong! Ibaratnya jadi punya dua rumah. Iya kan?"

"Ya iyaa, tapi disini juga aku gak tinggal sama nyokap. Aku tinggal sendiri. Dia udah sama suami sama anak-anaknya. Paling sesekali aja aku ke sana, pas weekend. Nginep gitu-gitu lah." jelas Wildan sembari terkekeh. "Pandu? Diem aja."

"Ha? Oh. Sorry." Pandu langsung kikuk, habisnya ia ketahuan bengong dan tidak menyimak.

"Kamu kenapa sih?"

Proposal (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang