Ring : 27

1.6K 209 34
                                    

Wildan lekas masuk ke rumah, ketika di kampus tadi ia dapat telpon dari Pandu, suaranya lemas. Wildan pikir sakit jadi Wildan pulang cepat dari yang seharusnya. Wildan panggili namun tidak ada jawaban. Ia hanya sekadar menyimpan tas, kakinya langsung melangkah cepat menaiki tangga.

Ketika pintu dibuka, Pandu sedang terlelap. Wildan agak lega, tapi belum sepenuhnya karena masih belum tau yang sesungguhnya. Wildan cek suhu tubuh Pandu, agak sedikit lebih hangat dari biasanya, tapi mungkin bukan karena apa-apa, hanya karena suhu ruangan yang memang lebih hangat.

Ia ambil langkah memutar, untuk duduk di tepi ranjang sisi Pandu. Wildan sudah sepenuhnya lega, ia bisa senyum, ia bisa menyapa Pandu dengan senyuman hangatnya. Hingga ketika matanya tertuju pada apa yang dipeluki Pandu.

Tidak menunggu satu detik, senyum Wildan sirna sepenuhnya.

Matanya melirik, ke nakas, ada beberapa lembar kertas yang ketika Wildan baca, dadanya seketika terasa amat tertekan.

"Pandu."

Tidak. Wildan tidak bisa menunggu lagi. Harus seberapa lama lagi Wildan menunggu Pandu mengatakan semuanya?

"Pandu."

"Wil..?"

Wildan diam, melangkah mundur memberi ruang untuk Pandu.

"Wil?"

"Mau jelasin ini?"

Pandu melirik, agak menyipitkan matanya karena ia juga sedang tidak pakai kacamata pun pandangannya masih buram bekas bangun tidur. Sejenak ia melirik nakas, lalu kembali pada Wildan.

"Ini apa?"

"Hasil medical check up."

"Aku tau, tapi untuk apa?" Suara Widan agak meninggi, tidak lagi terdemgar lembut seperti biasanya. "Untuk cangkok rahim? Hm? Demi punya anak?"

"T-tapi aku gak jadi cangkok rahim Wil. Hasil periksaannya aku-"

"Kamu udah punya rahim?" Wildan menyela. "Aku udah ngerasa aneh ya Pandu, dari yang waktu kamu tiba-tiba bilang kalo kita punya anak sampe kita usahain punya anak, surogasi yang akhirnya gagal juga, terus sekarang kamu mau hamil? Diem-diem ke Rumah Sakit, selama ini konsul soal cangkok rahim. Kamu pikir aku gak tau? Pandu kamu bagian dari aku, jelas aku tau!"

Kedua mata Pandu mebelalak, ia tidak percaya Wildan yang ia tau tidak bisa marah, kini meneriakinya.

"Kamu hamil untuk apa sih? Aku gak minta anak Pandu. Aku cuma minta kamu disini, hidup sama aku, selamanya."

"Tapi kamu bilang, kita bisa punya anak kalo kita mampu."

"Iya, tapi gak gini."

"Aku gak bisa kalo anak hasil surogasi, misahin mereka dari ibunya aku gak bisa. Adopsi, aku juga gak mau... sekarang ini kesempatan kita kan? Aku bisa hamil, Wil."

Wildan tersenggih, ia mengusap wajahnya kasar.

"Aku gak perlu cangkok rahim, aku punya rahim. Iya ini kelainan, katanya aku interseks, tapi ini bagus kan? Aku bisa hamil Wil."

“Kamu tuh paham gak sih segimana bahayanya? “

“Wil-”

“Iya, kamu bisa hamil Pandu, aku udah tau itu dari lama, tapi selama ini aku hati-hati, karena aku gak mau bahayain nyawa kamu. Tiap kamu bahas anak, aku selalu ngalihin, waktu kamu minta anak, aku bilang untuk pikirin dulu. Karena apa? Karena aku gak mau kehilangan kamu Pandu! Aku gak mau. Hamil untuk kamu itu bahaya banget, kamu mau kasih anak buat aku terus kamu ninggalin aku?”

Proposal (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang